Tiba di Quba’ & Rumah Abu Ayub

Masjid Quba’
Ilustrasi foto: Shutter Stock
Bagikan

Tiba di Quba’ & Rumah Abu Ayub

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Tiba di Quba’

Rasulullah saw tiba di Quba’ Rasulullah saw disambut meriah. Beliau tinggal di rumah Kaltsum bin Hidam beberapa hari. Ali bin Abi Thalib menyusul Rasulullah saw setelah barang titipan dikembalikan ke pemiliknya. Masjid Quba dibangun oleh Rasulullah saw disana.

Menurut al-Mas’udi Rasulullah saw memasuki Madinah tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Di sini Rasulullah saw disambut dengan meriah dan dijemput oleh orang-orang Anshar. Setiap orang berebut memegang tali untanya, karena mengharapkan Rasulullah saw sudi tinggal di rumahnya, sehingga Rasulullah saw berpesan kepada mereka,“ Biarkan saja tali unta itu karena ia berjalan menurut perintah.“ Unta pun berjalan hingga sampai tanah milik dua anak yatim di depan ruah Abu Ayyub al-Ansary. Rasulullah saw bersabda :“ Di sini lah tempatnya insya Allah.“ Lalu Abu Ayyub segera membawa kendaraan iut ke rumahnya, dan menyambut Nabi saw dengan penuh bahagia. Kedatangan nabi saw ini juga disambut dengan gembira oleh gadis-gadis kecil bani Najjar seraya bersenandung :

“Kami gadis-gadis dari bani Najjar, Kami harap Muhammad menjadi tetangga kami“

Di Rumah Abu Ayyub

Pada kesempatan lain Abu Ayyub menceritakan: Kami biasa membuatkan makanan malam untuk Nabi saw. Setelah siap makanan itu, kami kirimkan kepada beliau. Jika sisa makanan itu dikembalikan kepada kami, maka aku dan ummu Ayyub berebut pada bekas tangan beliau, dan kami makan bersma sisa makanan itu untuk mendapatkanberkat beliau. Pada suatu malam kami mengantarkan makanan malam yang kami campuri dengan bawang merah dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu dikembalikan oleh Rasulullah sw kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya. Kemudian dengan rasa cemas aku datang menanyatakan,“Wahai Rasulullah saw , engkau kembalikan makanan malammu , tetapi aku tidak melhat adanya bekas tanganmu. Padahal , setiap kali engkau mengembalikan makanan, aku dan ummu Ayyub selalu berebut pada bekas tanganmu, karena ingin mendapatkan berkat.“ Nabi saw menjawab,“ Aku temui pada makananmu itu bau bawang, padahal aku senantiasa bermunajat kepada Allah. Tetapi untuk kalian makan sajalah.“ Abu Ayyub berkata : Lalu kami memakannya. Setelah itu kami tidak pernah lagi menaruh bawang merah atau bawang putih pada makanan beliau.

Beberapa Ibrah

Pada pembahasan terdahulu telah kami jeaskan makna hijrah dalam Islam. Dalam penjelasan tersebut kami kemukakan bahwa Allah swt menjadikan kesucian agama dan aqidah di atas segala sesuatu. Tidak ada nilai dan arti tanah air, bangsa , harta dan kehormatan apabila aqidah dan syiar-syiar Islam terancam kepunahan dan kehancuran. Karenanya Allah mewajibkan para hambah-Nya untuk mengorbankan segala sesuatu. Jika diperlukan demi mempertahankan aqidah dan Islam.

Jika suatu umat memiliki akhlak yang luhur, dan berpegang teguh denga agamanya yang benar, niscaya kekuatan materialnya yang tercermin pada apa yang telah kami sebutkan tadi tidak lama lagi pati akan mengalami kehancuran.

Karena itu, Allah mensyariatkan prnsip berkorban dengan harta dan tanah air demi mempertahankan aqidah dan agama manakala diperlukan. Dengan pengorbanan ini sebenarnya kaum Muslimin telah memelihara harta, negara dan kehidupan, kendatipun nampak pertama kai mereka kehilangan semua itu.

Bukti yang terbaik bagi kebenaran pernyataan ini ialah hijrah Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah. Secara lahiriyah hijrah ini mungkin nampak sebagai suatu kerugian bagi Rasulullah saw , karena harus kehilangan negerinya. Tetapi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melindungi dan memeliharanya. Sebab upaya memelihara sesuatu itu boleh jadi berupa tindakan meninggalkan dan menjauhinya selama masa tertentu. Beberapa tahun setelah hijrahnya ini berkat agama Islam yang telah diterapkan negeri yang hilang (Mekkah) dapat direbut kembali dengan penuh wibawa dan kekuatan yagn tak dapat digoyahkan oleh orang- orang yang pernah mengejar-ngejarnya.

Kembali kepada pelajaran yang terkandung dalam kisah hijrah Rasulullah saw . Dari kisah hijrah ini terdapat beberapa hukum yang sangat penting bagi setiap Muslim :

Pertama :

Hal yang paling menonjol dlaam kisah hijrah Rasulullah saw ini ialah pesan beliau kepada Abu Bakar supaya menunda keberangkatannya untuk menemaninya dalam perjalanan hijrah.

Dari peristiwa ini para ulama menyimpulkan bahwa Abu Bakar adalah orang  yang paling dicintai Rasulullah saw, paling dekat kepadanya, dan paling berhak menjadi khalifah sesudahnya. Kesimpulan ini dikuatkan oleh beberapa peristiwa lainnya, seperti perintah Rasulullah saw kepadanya untuk menggantikan beliau menjadi immam shalat ketika beliau sakit. Juga dikuatkan oleh sabda beliau dalam hadits shahih :

“Sekiranya aku mengambil seorang kekasih (khalil), niscaya Abu Bakarlah orangnya.“

Kepribadian dan keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada Abu Bakar memang layak untuk mendapatkan derajat dan tingkatan tersebut. Ia adalah contoh seorang sahabat yang jujur dan setia, bahkan siap mengorbankan jiwa dans egala yang dimmiliinya demi membela Rasulullah saw . Tidakkah kita lihat bagaimana Abu Bakar memasuki gua Tsur terlebih dahulu, demi menyelamatkan Rasulullah saw dari kemungkinan gangguan binatang buas dan ular. Kita saksikan pula bagaimana Abu Bakar menggerahkan harta, kedua anak dan seorang penggembala kambingnya untuk membantu Rasulullah saw dalam perjalanan panjang dan berat ini.

Demi Allah kepribadian seperti inilah yang haru dimiliki oleh setiap Muslim yang beriman kepada Allah dn Rasul-Nya . Karena itu, Rasulullah saw bersabda :

“Tidaklah beriman salah seroang di antaramu sehingga aku lebih dicintai dariapa anaknya, orang tuanya dan semua orang.“

Kedua :

Mungkin akan terlintas dalam benak seorang Mukmin untuk membandingkan antara hijrah Umar bin Khattab ra dan hijrah Nabi saw , lalau bertanya :“ Mengap Umar ra berhijrah secara terang-terangan seraya menantang kaum musyrik tanpa rasa takut sedikitpun, sementara Rasululalh saw berhijrah secara sembunyi-sembunyi &Apakah Umar ra lebih berani ketimbang Nabi saw? “

Jawabnya bahwa Umar ra ataupun orang Muslim lainnya tidaklah sama dengan Rasulullah saw . Semua tindakkan dianggap sebagai tindakan pirbadi, tidak menjadi hujjah syariat . Ia boleh memilih salah satu dari beberapa cara, sarana, dan gaya sesuai dengan kapasitas keberanian dan keimanan kepada Allah.

Akan halnya Rasullah saw , beliau adalah orang yagn  bertugas menjelaskan  sariat, yakni bahwa semua tindakannya berkaitan dengan agma merupakan syariat bagi kita. Itu sebabnya maka Sunnah Nabi saw yang berupa perkataan, perbuatan, sifat dan taqrir (penetapan)-nya , merupakan sumber syariat yang kedua. Seandainya Rasulullah saw melakukan seperti yang dilakukan oleh Umar ra niscaya orang-orang akan mengira bahwa cara dan tindakkan seperti itu adalah wajib, yakni tidak boleh mengambil sikap hati-hati dan bersembunyi ketika dalam keadan bahaya. Padahal Allah menegaskan syariatnya di duni ini berdasarkan tuntutan sebab dan akibat. Bahkan segala sesuatu ini pada hakekatnya terjadi dengan sebab dan kehendak Allah.

Oleh karena iut Rasulullah saw menggunakan semua sebab dan sarana yang secara rasional tepat dan sesuai dengan pekerjaan tersebut, ampai tidak ada sarana yang bisa dimanfaatkan kecuali telah digunakan oleh Rasulullah saw. Beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib supaya tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan selimutnya. Juga membayar seorang musyrik setelah dapat dipastikan kejujurannya , sebagai penunjuk jalan rahasia, bersembunyi di gua selama tiga hari, dan persiapan-persiapan lainnya yang terpikirkan oleh akal manusia. Kesemuanya ini untuk menjelaskan bahwa keimanan kepada Allah tidak melarang pemakaian dan pemanfaatan sebab-sebab yang memang dijadikan Allah sebagai sebab.

Rasulullah saw melakukan itu bukan akrena takut akan tertangkap oleh kaum musyrik di tengah perjalanan. Buktinya, setelah Rasulullah ser mengerahkan segala upaya, kemudian kaum musyrik mencarinya sampai ke tempat persembunyiannya di gua Tsur, hingga apabila melihat ke bawah pasti akan melihatnya, sehingga menimbulkan rasa takut di hati Abu Bakar  ra. , tetapi dengan tenang Rasulullah saw menjawab ,“ Wahai Abu Bakar, janganlah kmu kira bahwa kita hanya berdua saja.

Tetapi karena kehati-hatian itu merupakan tugas pensyariatan (wazhifah tasyriyat) yang harus dilaksanakan, maka setelah melaksanakan tugas tersebut hatinya kembali terikat kepada Allah dan bergantung kepada pelindung-Nya. Hal ini supaya kaum Muslim mengetahui bahwa dalam segala urusan mereka tidak boleh bergantung kecuali kepada Allah, kendatipun tetap diperintahkan untuk melakukan usaha dan mencari kausal (sebab) yang diciptakan Allah apda alam nyata ini.

Di antara dalil nyata bagi apa yang kami katakan ini ialah sikap Nabi saaw ketika  dikejar oleh Suraqah yang ingin membunuhnya dan mulai mendekatinya. Seandainya Rasulullah saw hanya mengandalkan usaha kehati-hatian yang telah dilakukannya, pasti beliau sudah merasa takut ketika melihat Suraqah. Tetapi Rasulullah saw tidak gentar sama sekali, bahkan dengan tenang melanjutkan bacaan al-Quran dan munajatnya kepada Allah. Karena beliau mengetahui bahwa Allah yang memerintahkannya berhijrah pasti akan melindunginya dari segala bentuk kejahatan manusia, sebagaimana telah dijelaskan-Nya di dalam Kitab-Nya yang terang.

Ketiga,

Tugas Ali ra menggantikan Rasulullah saw dalam mengembalikan barang-barang titipan yang dititipkan oleh para pemiliknya kepada Nabi saw merupakan bukti nyata bagi sikap yang kontradiktif yang diambil oleh kau musyrik. Pada satu sisi mereka mendustakan dan menganggapnya sebagai tukang sihir atau penipu, tetapi pada sisi lain mereka tidak menemukan orang yang lebih amanah dan jujur dari Nabi saw. Ini menunjukkan bahwa keingkaran dan penolakkan mereka bukan karena meragukan kejujuran Nabi saw, tetapi karena kesombongan dan keangkuhan mereka terhadap kebenaran yang dibawanya, di samping karena takut kehilangan kepemimpinan dan kesewenang-wenangan mereka.

Keempat :

Jika kita perhatikan kegiatan dan tugas yang dilakukan oleh Abdullah bin Abu Bakar yang mondar-mandir antara gua Tsur dan Mekkah mencari berita dan mengikuti perkembangan , kemudian melaporkannya kepada Nabi saw dan ayahnya, juga tugas yang dilakukan saudara perempuannya , Asma’ binti Abu Bakar, dalam mempersiapkan bekal perjalanan dan mensuplai makanan, kita dapatkan suatu gambaran dan sosok kepribadian yang harus diwujudkan oleh para pemuda Islam yang berjuang di jalan Allah demi merealisasikan prinsip-prinsi Islam dan menegakkan masyarakat Islam. Kegiatan yang dilakukannya tidak hanya terbatas pada ritus- ritus peribadatan , tetapi harus mengerahkan segenap potensi dan seluruh kegiatannya untuk perjuangan Islam. Itulah ciri-ciri khas pemuda dalam kehidupan Islam dan kaum Muslim pada setiap masa.

Perhatikanlah orang-orang yang ada di seitar Nabi saw pada masa dakwah dan jihadnya

sebagian besar terdiri dari para pemuda yang masih belia. Mereka tidak tanggung-tanggung dalam memobilisasi segenap potensi demi membela Islam dan menegakkan masyarakatnya.

Kelima :

Yang dialami oleh Suraqah dan kudanya ketika menghampiri Rasulullah saw merupakan mu’jizat bagi beliau. Para imam hadits menyepakai kebenaran riwayat tersebut, terutama Imam Bukhari dan Muslim. Peristiwa ini dapat dimasukkan ke dalam datar deretan mu’jizat  Nabi saw.

Keenam :

Di antara mu’jizat yang terbesar yang terjadi dalam kisah hijrah Nabi saw ialah keluarganya Rasulullah saw dari rumhanya yang sudah dikepung oleh kaum musyrik yang hendak membunuhnya. Ketika Nabi saw keluar mereka semau tertidur, sehingga tak seorangpun melihatnya. Bahkan sebagai penghinaan terhadap mereka, ketika keluar dan melewati mereka Rasulullah saw menaburkan pasir ke atas kepala mereka seraya membaca firman Allah Surat Yasin ayat 9.

Mu’jizat ini merupakan pengumuman Ilahi kepada kaum musyrik pada setiap masa, bahwa penindasan dan penyiksaan yang dialami Rasulullah saw dan para sahabatnya di tengah perjuangannya menegakkan Islam, selama masa ang tidak terlalu lama, tidak berarti bahwa Allah membiarkan mereka. Tidak sepatutnya kaum musyrik dan segenap musuh Islam membanggakan hal itu, karena sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat, dan sarana-sarana ekmenangan pun kian lama kian mendekati kenyataan.

Ketujuh :

Sambutan masyarakat Madinah kepada Rasulullah memberikan gambaran kepada kita betapa besar keintaan yang telah merasuki hari kaum Anshar. Setiap hari mereka keluar di bawah terik matahari ke pintu gerbang kota Madinah menantikan kedatangan Rasulullah sw hingga apabila matahari telah terbenam, mereka kembali untuk menantikannya esok hari. Ketika Rasulullah saw muncul, tumpahlah segala muatan rasa gembira, dan dengan serempak mereka mengumandangkan bait-bait qashidah karena kegembiraan melihat kedatangan Rasulullah saw. Perasaan cinta ini oleh Rasulullah saw dibalas dengan cinta yang sama, sehingga beliau pun memperhatikan gadis-gadis kecil Bani Najjar yang sedang berdendang menyambut kedatangannya, seraya bertanya, “Apakah kalian mencintaiku? Demi Allah, sesungguhnya hatiku mencintai kalian.“

Semua ini menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah saw tidak semata-mata mengikutinya. Bahkan mencintai Rasulullahs saw itu merupakan asas dan dorongan untuk mengikutinya. Jika tidak ada cinta yang bergelora di dalam hati, niscaya tidak akan ada dorongan untuk mengiutinya.

Karena itu, sesatlah orang yang beranggapan bahwa mencintai Rasulullah saw tidak memiliki arti lain kecuali dengan mengikuti dan meneladaninya dlam beramal. Mereka tidak menyadari bahwa seseorang tidak mungkin mau meneladani kalau tidak ada dorongan yang mendorongnya ke arah itu. Dan tidak ada dorongan yang mendorong untuk mencikuti kecuali rasa cinta yang bergelora di hati yang membangkitkan semangat dan perasaan. Oleh sebab itu Rasululalh saw menjadikan bergeloranya hati dalam mencintai dirinya sebagai ukuran iman kepada Allah swt, dimana kecintaan ini mengalahkan rasa cinta kepada anak, orang tua dan semua manusia . Ini menunjukkan bahwa cinta kepada Rasulullah saw sejenis dengan cinta kepada anak dan orang tua , yakni masing-masing dari keduanya ebrsumber dari perasaan dan hati. Jika tidak demikian, maka tidak mungkin dapat dilakukan perbandingan antara keduanya.

Kedelapan :

Gambaran yang kita lihat pada persinggahan Rasulullah saw di rumah Abu Ayyub al-Anshari menunjukkan betapa besar cinta para sahabat kepada Rasulullah saw.

Hal yang perlu kita perhatikan ialah tabarruk-nya Abu Ayyub dan istrinya dengan bekas sentuhan jari-jari Rasulullah saw, pada hidangan makanan, ketika sisa makanan itu dikembalikan oleh Rasulullah saw kepada keduanya. Dengan demikian tabarruk (mengharapkan berkah) dari sisa-sisa Nabi saw adalah perkara yang disyariatkan dan dibenarkan oleh Nabi saw.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan beberapa gambaran lain dari tabarruk-nya para sahaabt dengan sisa-sisa Nabi saw untuk keperluan pengobatan dan lain sebagainya.

Di antara apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitabul-Libas pada bab Perihal Uban. Disebutkan bahwa Ummu Salamah, istri Nabi saw, pernah menyimpan beberapa lembar rambut Nabi saw, di dalam sebuah kotak. Jika ada salah seorang sahabat yang tersernag penyakit mata atau penyakit lainnya. Ummu Salamah mengirimkan segelas air yang sudah dicelupi dengan beberapa lembar rambut Rasulullah saw tersebut, kemudian mereka meminum air tersebut dengan mengharapkan berkahnya.

Muslim juga meriwayakan di dalam Kitabul-Fadhail pada bab keharuman keringat Rasulullah saw, bahwa Nabi saw pernah memasuki rumah Ummu Sulaim, kemudian tidur di tempat tidurnya pada saat Ummu Sulaim tidak ada di rumah. Kemudian Ummu Sulaim datang dan melihat Rasulullah saw meneteskan keringatnya. Lalu Ummu Sulaim menadahi keringat Nabi saw tersebut dengan sepotong kain di atas tempat tidur, kemudian memerasnya dan menyimpannya di dalam botol kecil. Tak lama kemudian Nabi saw bangun seraya bertanya: “Apa yang sedang kamu lakukan, wahai Ummu Sulaim? “Ummu Sulaim menjawab: “Kami mengharap berkahnya untuk anak-anak kecil kami.” Jawab Nabi,“ Kamu benar.“

Juga apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang berebutnya para sahabat terhadap air bekas wudhu’ Nabi saw dan tabarruk mereka dari beberapa benda yang pernah digunakan oleh Nabi saw seperti pakaian beliau dan bejana bekas dipakai minum beliau.

Kita cukupkan sampai di sini dulu catatan kita tentang kisa hijrah Rasulullah saw selanjutnya kita bahas beberapa pekerjaan mulia yang dilakuan oleh Nabi saw di tengah-tengah masyarakat baru Madinah Munawwarah.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: