Hijrah Rasulullah & Para Sahabat ke Madinah

Hijrah Rasulullah & Para Sahabat ke Madinah
Ilustrasi foto: mediaumat.news
Bagikan

Hijrah Rasulullah & Para Sahabat ke Madinah

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Nabi saw Mengizinkan Para Sahabatnya Berhijrah ke Madinah

Ibnu Sa’d di dalam kitabnya ath-Thabaqat menyebutkan riwayat dari Aisyah ra.: Ketika jumlah pengikutnya mencapai tujuh puluh orang. Rasulullah saw merasa senang, Karena Allah telah membuatnya suatu “benteng pertahanan“ dari suatu kaum yang memiliki keahlian dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan. Tetapi permusuhan dan penyiksaan kaum musyrik terhadap kaum Muslim pun semakin gencar dan berat. Mereka menerima cacian dan penyiksaan yang sebelumnya tidak pernah mereka alami, sehingga para sahabat mengadu kepada Rasulullah saw.

Sahabat yang pertama kali sampai di Madinah ialah Abu Salamah bin Abdul – Asad kemudian Amir bin Rab’ah bersama istrinya. Mereka turun di rumah-rumah kaum Anshar mendapatkan tempat perlindungan.

Kemudian sambil disaksikan oleh tokoh-tokoh Quraisy, Umar ra melakukan thawaf tujuh kali dengan tenang. Setelah thawaf tujuh kali ia datang ke Maqam dan mengerjakan shalat. Kemudian berdiri seraya berkata: “Semoga celakalah wajah-wajah ini! Wajah-wajah inilah yang akan dikalahkan Allah! Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, atau istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim piatu, hendaklah ia menghadangku di balik lembah ini.“

Selanjutnya Ali ra mengatakan: “Tidak seorangpun berani mengikuti Umar kecuali beberapa kaum lemah yang telah diberitahu oleh Umar. Kemudian Umar ra berjalan dengan aman.

Demikianlah secara berangsur-angsur kaum Muslim melakukan hijrah ke Madinah sehingga tidak ada yang tertinggal di Mekkah kecuali Rasullah saw, Abu Bakar ra, Ali ra, orang-orang yang ditahan, orang-orang sakit dan orang-orang yang tidak mampu keluar

Beberapa Ibrah

Cobaan berat yang dihadapi para sahabat Rasulullah saw semasa di Mekkah adalah berupa gangguan, penyiksaan, cacian dan penghinaan dari kaum musyrik.

Para sahabat dengan setia dan ikhlas kepada Allah menghadapi kedua bentuk cobaan berat tersebut. Hingga ketika Rasulullah saw memerintahkan mereka berhijrah ke Madinah, tanpa merasa berat mereka berangkat meninggalkan tanah air, kekayaan dan rumah mereka. Mereka tidak bisa membawa harta benda dan kekayaan, karena harus berangkat secara sembunyi- sembunyi. Semua itu mereka tinggalkan di Mekkah untuk menyelamatkan agamanya, dan mendapatkan ganti ukhuwah yang menantikan mereka di Madinah.

Ini adalah gambaran yang benar tentang pribadi Muslim yang mengikhlaskan agama kepada Allah. Tidak mempedulikan tanah air, harta kekayaan dan kerabat demi menyelamatkan agama aqidahnya. Itulah yang telah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw di Mekkah.

Bagaimana halnya para penduduk Madinah yang telah memberikan perlindungan dan pertolongan kepad mereka?

Tentu anda tahu, bahwa Allah telah menjadikan persaudaraan aqidah lebih kuat ketimbang persaudaraan nasab. Karena itu pewarisan harta kekayaan di awal Islam didasarkan pada rasa aqidah, ukhuwah dan hijrah di jalan Allah.

Hukum waris berdasarkan hubungan kerabat tidak ditetapkan kecuali setelah sempurnanya Islam di Madinah dan terbentuknya Darul-Islam yang kuat.

Ibrah yang bisa kita ambil:

Pertama:

Wajib berhijrah dari Darul Harbi (negara yang memerangi Islam) ke Darul Islam (negara yang menerapkan syariat Islam). Al-Qurthubi meriwayatkan pendapat Ibnu al- Arab, “Sesungguhnya hijrah ini wajib pada masa Rasulullah saw dan tetap wajib sampai hari kiamat. Hijrah yang terputus dengan Fathu Makkah itu hanya di masa Nai saw saja. Karena itu, jika ada orang yang tetap tinggal di Darul-Harbi berarti dia melakukan maksiat.

Termasuk Darul-Harbi ialah tempat di mana orang Muslim tidak dapat melakukan syiar- syiar Islam seperti shalat, puasa, berjama’ah dan hukum-hukum lain yang bersifat zhahir : Pendapat ini didasarkan kepada firman Allah dalam Surat An-Nisa 97-98

Kedua :

Selama masih memungkinkan sesama kaum Muslim wajib memberikan pertolongan, sekalipun berlainan negara dan bumi. Para imam dan ulama sepakat bahwa kaum Muslimin , apabila mampu wajib menyelamatkan orang-orang Muslim yang tertindas , ditawan, atau dianiaya di mana saja meraka berada. Jika meraka tidak melakukannya, maka mereka berdosa besar.

Sesama kaum Muslim wajib saling tolong-menolong dan memberikan loyalitas. Tetapi pemberian loyalitas saling tolong-menolong atau persaudaraan ini, tidak boleh dilakukan antara kaum Muslim dan orang-orang non-Muslim. Secara tegas Allah menyatakan hal ini dalam firman-Nya dalam Surat Al Anfal: 73.

Tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan ajaran-ajaran Ilahi seperti ini merupakan asas dan pangkal kemenangan kaum Muslim pada setiap masa. Sebaliknya pengabaian kaum Muslim terhadap ajaran-ajaran ini merupakan pangkal kelemahan dan kekalahan kaum Muslim yang kita saksikan sekarang ini di setiap tempat.

Hijrah Rasulullah saw

Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa setelah Abu Bakar ra melihat kaum Muslim sudah banyak yang berangkat hijrah ke Madinah, ia datang kepada Rasulullah sw meminta ijin untuk berhijrah.

Maka diadakanlah pertemuan di Darun-Nadwah (rumah Qushayyi bin Kilab, tempat kaum Quraisy memutuskan segala perkara) untuk membahas apa yang harus dilakukan terhadap Rasulullah saw. Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil seorang pemuda yang kuat dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy.

Lebih jauh Aisyah ra menceritakan: “Kemudian kami mempersiapkan segala keperluan secepat mungkin , dan kami buatkan bekal makanannya yang kami bungkus dalam kantung terbuat dari kulit. Lalu Asma’ binti Abu Bakar memotong ikat pinggangnya untuk mengikat mulut kantong itu, sehingga dia mendapatkan sebutan “pemilik ikat pinggang“.

Kemudian Rasulullah saw menemui Abi bin Abi Thalib dan memeirntahkan untuk menunda keberangkatannya hingga selesai mengembalikan barang-barang titipan setiap orang di Mekkah yang merasa khawatir terhadap terhadap barang miliknya yang berharga, mereka selalu menitipkannya kepada Rasulullah saw, karena mereka mengetahui kejujuran dan kesetiaan beliau di dalam menjaga barang amanat.

Selain Abdullah kepada bekas budaknya yang bernama Amir bin Fahirah, Abu Bakar juga memerintahkan supaya menggembalakan kambingnya di sinag hari, dan pada sore harinya supaya digiring ke gua untuk diperah air susunya di samping untuk menghapuskan jejak.

Sementara itu, Ali bin Abi Thalib dengan tenang tidur di atas tempat tidur Rasulullah saw, setelah mendapatkan jaminan dari beliau bahwa mereka tidak akan berbuat kejahatan terhadapnya.

Rasulullah Berangkat Bersama Abu Bakar

Maka Rasulullah berangkat dengan Abu Bakar ke Gua Tsur. Abu Bakar lebih dahulu masuk gua. Di gua inilah keduanya menginap selama tiga hari.

Dalam pada itu, kaum musyrik setelah mengetahui keberangkatan Nabi saw menari Rasulullah sw dengan mengawasi semua jalan ke arah Madinah, dan memeriksa setiap persembunyian, bahkan sampai ke gua Tsur. Saat itu Rasulullah saw dan Abu Bakar mendengar langkah-langkah kaki kaum musyrik di sekitar gua, sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan berbisik kepada Rasulullah saw ,“Seandainya di antara mereka ada yang melihat ke arah kakinya, niscaya mereka akan melihat kami.“ Tetapi dijawab oleh Nabi saw ,“Wahai Abu Bakar, jangan kamu kira kita hanya berdua saya. Sesungguhnya Allah bersama kita.“

Pada waktu itu kaum Quraisy mengumumkan tawaran, bahwa siapa saja yang dapat menangkap Muhammad saw dan abu Bakar akan diberi hadiah sebesar harga diyat (tebusan) masing-masing dari keduanya.

Pada suatu hari, ketika sejumlah orang dari bani Mudlij sedang mengadakan pertemuan, di anara mereka terdapat Suraqah bin Ja’tsam, tiba-tiba datang kepada mereka seorang laki-laki sambil berkata,“ Saya baru saja melihat beberapa bayangan hitam di pantai. Ketika Suraqah akan mendekati Rasulullah, tiba-tiba kudanya tersungkur jatuh dan dia ikut terpelanting. Kemudian dia bangun dan mengejar lagi, dan Suraqah kembali terhempas dari kudanya, kejadian berulang beberapa kali hingga ia memanggil Rasulullah untuk diselamatkan.

Rasulullah menghampirinya, Suraqah lalu minta maaf dan agar memohonkan ampun baginya dan Rasulullah mengabulkannya.

Maka pulanglah Suraqah dan setiap kali bertemu dengan orang-orang yang mencari- cari Rasulullah saw dia selalu menyarankan supaya kembali saja. Demikianlah kisah Suraqah. Di pagi hari ia berjuang dengan giat ingin membunuh Nabi saw, tetapi di sore hari berbalik menjadi pelindungnya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: