Baiat ‘Aqabah Pertama & Kedua

Baiat ‘Aqabah Pertama & Kedua
Ilustrasi foto: santossalam.blogspot.com
Bagikan

Baiat ‘Aqabah Pertama & Kedua

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Baiat ‘Aqabah Pertama

Pada tahun saat Islam tersebar, tahun berikutnya 12 orang Anshar datang kepada Rasulullah di musim haji di ‘Aqabah (‘Aqabah pertama) dengan isi baiat kaum wanita (yakni tidak berbaiat untuk perang dan jihad). Di antara mereka terdapat As’ad bin Zurarah, Rafi’ bin Malik, ‘Ubadah bin Shamit dan Abu al-Haitsam bin Tihan.

Jika kamu memenuhi janji, maka pahalanya terserah kepada Allah. Andai kamu melanggar janji itu, lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu merupakan kafarat baginya. Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu, kemudian Allah menutupinya, maka urusannya terserah kepada Allah.

Utusan kaum Anshar pulang ke Madinah setelah baiat. Bersama mereka Rasulullah saw mengikutsertakan Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan al-Quran dan hukum-hukum agama kepada mereka.

Beberapa Ibrah

Perhatikanlah bagaimana mulai terjadi perubahan dan perkembangan pada apa yang biasa ditemui Rasulullah saw selama beberapa tahun dari kenabiannya.

Kesabarannya dan jerih payahnya telah mulai menampakkan hasil dan buah. Tanaman dakwah mulai menghijau dan tumbuh subur untuk memberikan hasil dan panenan yang menggembirakan.

Tetapi sebelum membahas hasil-hasil yang menggembirakan ini, mari sekali lagi kita perhatikan tabiat kesabaran Nabi saw, dalam menghadapi aneka tantangan dan penderitaan berat tersebut.

Telah kita ketahui bahwa Nabi saw tidak hanya berdakwah kepada kaum Quraisy yang tidak segan-segan menimpakan berbagai siksaan dan penganiayaan terhadapnya. Bahkan Nabi saw mendatangi kabilah-kabilah yang datang dari luar Mekkah pada musim haji. Beliau memperkenalkan diri sebagai “guide“ kepada mereka, dan mengajak mereka untuk membawa

“barang dagangannya“ agama dan perbekalan tauhid. Berkali-kali Rasulullah saw mendatangi mereka, tetapi tak seroang pun yang menyambutnya.

Ahmad, para ahli hadits dan Hamik, ia menshahihkannya. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendatangi orang banyak pada musim haji seraya berkata, “Adakah orang yang sudi membawaku kepada kaumnya, karena sesungguhnya orang Quraisy menghalangiku untuk menyampaikan wahyu Allah.”

Sebelas tahun Rasulullah saw menghadapi kehidupan yang tak mengenal istirahat dan ketenangan. Setiap saat selalu diancam pembunuhan dan penganiayaan dari orang-orang Quraisy. Tetapi semua itu tidap pernah mengendurkan semangat dan kekuatannya.

Sebelas tahun dari jihad Rasulullah saw dan kesabarannya di jalan Allah yang tak mengenal putus asa, merupakan harga yang sesuai dengan jalan bagi pertumbuhan dan perkembangan islam yang pesat di segenap penjuru dunia. Jihad dan kesabaran yang mampu meruntuhkan kekuatan Romawi, meluluh-lantakkan kebesaran Persia, dan menghancurkan sistem-sistem dan paradaban yang ada di sekitarnya.

Adalah mudah bagi Allah untuk menegakkan masyarakat Islam tanpa  memerlukan jihad, kesabaran dan jerih payah menghadapi berbagai penderitaan tersebut.

Ta’abbud

Dan ta’abbud tidak akan tercapai tanpa perjuangan dan pengorbanan. Tidak akan dapat diketahui siapa yang jujur dan siapa yang munafiq tanpa adanya ujian berat atau pembuktian. Tidaklah adil jika manusia mendapatkan keuntungan tanpa modal.

Karena itulah Allah mewajibkan dua hal kepada manusia : Pertama, menegakkan syariat Islam dan masyarakatnya.

Kedua, Berjalan mencapai tujuan tersebut di jalan yang penuh dengan onak dan duri.

Sekarang perhatikanlah hasi-hasil yang telah mulai nampak pada awal tahun kesebelas dari dakwah Rasulullah saw ini :

Pertama:

Hasil dan buah yang dinanti-nanti ini datang dari luar Quraisy, jauh dari kaum Rasulullah saw sendiri, kendatipun beliau telah bergaul dan hidup di tengah-tengah mereka sekian lama. Mengapa?

Sebagaimana telah kami katakan pada permulaan buku ini, bahwa hikmah Ilahiyah menghendaki agar dakwah Islamiyah berjalan pada jalan yang tidak akan menimbulkan keraguan terhadap orang yang memperhatikan tabiat dan sumbernya, sehingga mudah diyakini. Dan agar tidak terjadi kerancuan antara dakwah Islam dan dakwah-dakwah lainnya. Maka Allah mengutus Rasulullah saw dalam keadaan ummi, tidak pandai membaca dan menulis, dan di tengah-tengah ummat yang ummi yang tidak pernah mengimpor peradaban lain, dan tidak dikenal memiliki peradaban atau kebudayaan tertentu. Karenanya Allah menjadikan sebagai teladan akhlak, amanah dan kesucian.

Itulah sebabnya kemudian Allah menghendaki agar para pendukungnya yang pertama datang dari luar lingkungan dan kaumnya, supaya tidak muncul tuduhan dakwah Rasulullah saw adalah dakwah Nasionalisme yang dibentuk oleh ambisi-ambisi kaumnya, dan suasa lingkungannya.

Ini sebenarnya termasuk mu’jizat yang akan terungkapkan oleh orang yang menyadari bahaw tangan Ilahi senantiasa menuntun dakwah Nabi saw dalam semua aspeknya. Sehingga tidak ada celah dan kesempatan bagi para musuh Islam untuk menyerangnya.

Inilah yang dikatakan oleh salah seorang penulis asaing, Dient di dalam bukunya “Dunia islam Kontemporer”h:

“Sesungguhnya kaum orientalis telah berusaha mengkritik Sirah Nabi saw, dengan metodologi Eropa, selama tiga perempat abad. Mereka telah mengkaji dan meneliti sampai mereka menghancurkan apa yang telah disepakai oleh Jumhur kaum Muslimin tentang Sirah nabi saw. Seharusyna usaha pengkajian dan penelitian yang sangat lama dan mendalam itu sudah berhasil menghancurkan pendapat-pendapat dan riwayat-riwayat yang masyhur tentang Sirah nabawiyah. Tetapi berhasilkah mereka melakukan hal ini? Jawabannya, mereka tidak berhasil sama sekali. Bahkan jika kita perhatikan pendapat-pendapat baru yang dikemukakan oleh para orientalis dari Perancis, Inggris, Jerman, Belgia, dan Belanda itu ternyata saling bertentangan. Setiap orang dari mereka mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat temannya.“

Kedua :

Jika kita perhatikan cara permulaan Islamnya kaum Anshar, nampak bahwa Allah telah mempersiapkan kehidupan dan lingkungan kota Madinah untuk menerima dakwah Islam.

Sehingga terjadi beberapa kali peperangan antara mereka. Berkata Muhamamd bin Abdul-Wahab di dalam kitabnya, Mukhtashar Sirah Rasulullah saw: Bahwa peperangan antara kedua suku ini berlangsung selama seratus dua puluh tahun.

Selama masa tersebut, setiap kali terjadi perselisihan antara Yahudi dan Arab, kaum Yahudi senantiasa mengancam orang-orang Arab dengan kedatangan seorang Nabi yang mereka akan menjadi pengikutnya dan memerangi orang-orang Arab sebagaimana ‘Aad dan Iram diperangi.

Kondisi inilah yang menjadikan penduduk madinah senantiasa mengharapkan kedatangan agama ini, sehingga banyak di antara mereka yang menggantungkan harapan kepada agama ini untuk bisa mempersatukan barisan mereka dan mengakhiri perselisihan yang berkepanjangan sesama mereka sendiri.

Hal ini termasuk sesuatu yang telah dilakukan Allah untuk Rasul-Nya, sebagaimana dikatakan Ibnul-Qayyim di dalam Zadu’ul-Ma’ad. Sehingga dengan demikian dia telah dipersiapkan untuk hijrah ke Madinah, karena Allah menghendaki Madinah sebagai tempat bertolaknya penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.

Ketiga :

Masuk Islamnya penduduk Madinah. Bagaimana gambaran keislaman mereka? Apa batas-batas tanggung jawab yang dipikulkan Islam kepada mereka?

Keimanan tidak hanya dari ucapan syahadat, tetapi merupakan ketetapan hati dan pengakuan lisan, kemudian dilanjutkan dengan janji setia (baiat) kepada Rasulullah saw utnuk membina akhlak mereka dengan akhlak dan prinsip-prinsip Islam, tidak akan menyekutukan Allah dengan apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak akan berdusta untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakang mereka, dan tidak akan bermaksiat kepada Rasulullah saw dalam hal kebaikan dan yang diperintahkan.

Inilah rambu-rambu terpenting dari masyarakat Islam yang akan ditegakkan Rasulullah saw. Tugas Rasulullah saw bukan hanya mengajarkan dua kalimat syahadat, kemudian membiarkan mereka mengucapkan dengan lisan, tetapi mereka melakukan penyimpangan dan kerusakan. Memang benar bahwa seseorang akan memperoleh status Muslim manakala sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan membenarkan segala kewajiban. Tetapi itu karena pengakuan terhadap keesaan Allah dan risalah Muhammad saaw, merupakan kunci dan sarana untuk menegakkan masyarakat Islam, merealisasikan sistem-sistem dan prinsip-prinsipnya, dan menjadikan kedaulatan dalam segala hal milik Allah semata. Setiap keimanan terhadap keesaan Allah dan risalah Muhammad harus dibarengi dengan keimanan kepada kedaulatan Allah dan keharusan mengikuti syariat dan undang-undang-Nya.

Namun anehnya ada sebagian orang, karena terpengaruh dan terbius oleh sistem dan perundang-undangan manusia, yang tidak mau secara terus terang menolak Islam, tetapi mereka berusaha melakukan tawar-menawar dengna Allah , Pencipta alam semesta.

Tawar-menawar yang mereka lakukan ialah dengan membeda-bedakan beberapa aspek kehdiuapn . Sebagian mereka serahkan kepada Islam, tetapi sebagian yang lain mereka atur sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya sendiri.

Seandainya para Thagut yang menolak risalah para Rasul itu memahami “alternatif aneh“ ini niscaya mereka tidak akan segan-segan menerima Islam. Karena menurut alternatif aneh ini, mereka tidak dituntut untuk melepaskan kedaulatan dan kewenangan mereka dalam membuat aturan dan undang-undang kehidupan. Tetapi ternyata mereka cukup mengerti bahwa agama ini (Islam) mewajibkan mereka agar menyerahkan sepenuhnya undang-undang dan sistem kehidupan mereka kepada Allah semata. Oleh sebab itulah mereka menentang Allah dan Rasul-nya . Terasa berat bagi mereka untuk mengumumkan ketundukkan mereka kepada dakwah Allah.

Untuk menjelaskan hakekat ini dan memperingatkan orang yang memahami Islam hanya sebagai ucapan dan ritual saja Allah berfirman dalam surat An Nisa: 60.

Hanya saja, dalam baiat ini tidak terdapat butir tentang jihad, karena pada waktu itu jihad dan qital belum disyariatkan. Oleh sebab itu pembaiatan Rasulullah saw kepada dua belas orang tersebut tidak menyebutkan masalah jihad. Inilah yang dimaksudkanoleh para perawi Sirah bahwa baiat ini seperti baiat kaum wanita.

Keempat :

Rasulullah saw wajib berdakwah kepada agama Allah kepada semua manusia.

Tetapi bagaimana halnya dengan orang-orang yang memeluk Islam, dan apa kaitan mereka dengan tugas dakwah ini?

Jawabannya, terhadap pertanyaan ini terdapat pada penugasan Rasulullah saw, kepada Mush’ab bin ‘Umair supaya menyertai kedua belas orang tersebut ke Madinah untuk mengajak penduduk Madinah masuk Islam, dan mengajarkan bacaan al-Quran, hukum-hukum Islam dan cara melaksanakan shalat kepada mereka.

Sesampainya di Madinah, Mush’ab bin Umair mengajak penduduk Madinah masuk Islam, membacakan al- Quran kepada mereka dan mengajarkan hukum-hukum Allah. Dalam menunaikan tugas dakwahnya, tidak jarang ia menghadapi ancaman pembunuhan. Tetapi setiap kali menghadapi ancaman pembunuhan, ia selalu membacakan ayat-ayat al-Quran dan huukm-hukum Islam kepada orang yang mengancamnya, sehingga dengan serta -merta orang tersebut melepaskan pedangnya dan menyatakan diri masuk Islam. Maka tersebarlah Islam di semua rumah penduduk Madinah dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Islam menjadi pokok pembicaraan di antara penduduknya.

Tahukah anda siapakah Mush’ab bin ‘Umair ini?

Dia adalah putra Mekkah yang hidup dalam kemegahan dan kemewahan Arab. Tetapi setelah masuk Islam semua kemewahan dan kesenangan itu ia tinggalkan demi menunaikan tugas dakwah Islam dan mengikuti peirntah Rasulullah saw dengan menanggung beban penderitaan yang berat, sampai akhirnya mati syahid pada perang Uhud. Bahkan ketika syahidnya aia hanya mengenakan selembar kain yang tidak cukup untuk mengkafankannya. Ketika hal ini disampaikan kepada Rasulullah saw beliau menangis karena mengenang kemegahan dan kemewahan yang pernah direguknya pada awal kehidupannya. kemudian Rasulullah saw bersabda:

“Tutuplah kain itu di atas kepalanya , dan tutuplah kedua kakinya dengan pelepah.“

Tugas dakwah Islam bukan hanya tugas para Nabi dan Rasul saja. Juga bukan hanya tugas para Khalifah dan ulama yang datang sesudahnya. Tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hakekat Islam itu sendiri. Tidak ada alasan bagi setiap Muslim untuk tidak melaksanakannya. Sebab hakekat dakwah Islam iala amar ma’ruf nahi munkar, yang hal itu mencakup semua pengertian, jihad dalam Islam. Dan anda tentu cukup mengetahui bahwa jihad adalah salah satu kewajiban islam di atas pundak setiap Muslim.

Dari sini dapat diketahui bahwa dalam masarakat Islam tidak ada yang dinamakan Rijalu’Din (petugas agama) yang ditujukan kepada pihak tertentu dari kaum Muslim. Sebab, setiap orang yang telah memeluk Islam ebrarti telah berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya  untuk berjihat menegakkan agama (Islam), baik lelaki ataupun wanita, orang yang berpengetahuan ataupun yang bodoh. Seluruh kaum Muslim adalah prajurit bagi agama Islam. Allah telah membeli jiwa dan harta mereka dengan harga surga.

Ini tentu tidak ada kaitannya dengan spesialisasi para ulama dalam melakukan kajian, ijtihad dan penjelasan hukum-hukum Islam kepada kaum Muslim berdasarkan nash-nash syariat Islam.

Baiat ‘Aqabah Kedua

Pada musim haji berikutnya, Mush’ab bin ‘Umair kembali ke Mekkah dengan membawa sejumlah besar kaum Muslim Madinah. Mereka berangkat dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik yang pergi haji.

Di saat Barra’ masih berbicara dengan Rasulullah saw Abu al-Haritsam bin Taihan menukas dan berkat, “Wahai Rasulullah saw, kami terikat oleh suatu perjanjian dengan orang-orang Yahudi, dan perjanjian itu akan kami putuskan! Kalau semuanya itu telah kami lakukan, kemudian Allah meemnangkan engkau (dari kaum musyrik), apakah engkau akan kembali lagi kepada kaummu dan meninggalkan kami? “Mendengar itu Rasulullah sw tersenyum kemudian berkata: “Darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku, aku darimu dan kamu dariku. Aku akan berperang melawan siapa saja yang memerangimu, dan aku akan berdamai dengan siapa saja yang berdamai denganmu.”

Tetapi Rasulullah saw menjawab:

“kita belum diperintahkan untuk itu, tetapi kembalilah kamu ke tempat perkemahanmu.”

Kemudian kami kembali ke tempat-tempat tidur kami, lalu tidur hingga pagi. Ketika kami bangun di pagi hari, tiba-tiba sejumlah orang-orang Quraisy datang kepada kami seraya berkata ,“Wahai kaum Khazraj , kami mendengar bahwa kamu telah menemui Muhammad saw dan mengajaknya perdi dari kami, dan kamu juga telah berbaiat kepadanya untuk melancarkan peperangan terhadap kami.”

Ketika itu beberapa orang musyrik yang datang dari Madinah bersama kami menyatakan kesaksian mereka dengan sumpah, bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy itu tidak benar, dan mereka tidak mengetahui hal itu. Orang-orang musyrik dari Madinah itu tidak berdusta, mereka benar-benar tidak tahu duduk persoalannya yang sebenarnya. Mendengar kesaksian itu, kami merasa heran dan saling beradu pandang.

Setelah rombongan meninggalkan Mina, barulah orang-orang Quraisy mengetahui perkara yang sebenarnnya. Kemudian mereka mengejar dan mencari kami.

Ibnu Hisyam berkata: “baitul Harbi (baiat untuk berperang) ini dilakukan tepat ketika Allah mengijinkan Rasul-Nya untuk melakukan peperangan. baiat ini berisi beberapa persyaraatan selain persyaratan yang disebutkan di dalam baiat ‘Aqabah pertama. Baiat ‘Aqabah pertama isinya sama dengan baiat kaum wanita, karena ketika itu Allah belum mengijinkan beliau berperang.

Ayat yang pertama kali turun mengijinkan perang kepada Rasulullah saw ialah firman Allah dalam Surat Al-Hajj : 39 – 40.

Beberapa Ibrah

Ba’iat ‘Aqabah keduaini secara prinsip sama dengan baiat Aqabah pertama, karena masing-masing dari keduanya merupakan pernyataan masuk Islam di hadapan Rasulullah saw, dan perjanjian untuk taat, mengikhlaskan agama kepada Allah, dan patuh kepada perintah- perintah Rasul-Nya.

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa baiat Aqabah pertama merupakan baiat sementara, menyangkut beberapa masalah (butir) saja, sebagaimana baiat kaum wanita sesudah itu.

Sedangkan baiat kedua merupakan landasan sebelum hijrah, tentang prinsip yang disyariatkan setelah hijrah ke Madinah. Terutama mengenai masalah jihad dan membela dakwah dengan kekuatan. Kendatipun hukum ini belum disyariatkan Allah di Mekkah, tetapi sudah diisyaratkan kepada Rasulullah saw bahwa hukum tersebut sebentar lagi akan disyariatkan.

Sebab Nabi saw mengambil baiat jihad dari peduduk Madinah hanya karena mempertimbangkan masa depan, ketika beliau nanti berhijrah dan tinggal di tengah-tengah mereka di Madinah.

Tapi mengapa jihad dengan kekuatan dan qital baru disyariatkan pada masa tersebut?

Ini karena beberapa hikmah di antaranya:

  1. Tepat sekali jika dilakukan pengenalan tentang Islam, seruan kepadanya, pembeberan argumentasi-argumentasinya, dan penjelasan terhadp segala kemusykilan, sebelum diwajibkan qital. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan tahapan-tahapan awal dalam jihad. Karena itu, pelaksanaannya merupakan fardhu kifayah, di mana kaum Muslimin sama- sama bertanggung jawab terhadapnya.
  2. Adalah rahmat Allah kepada hambah-Nya bahwa Allah tidak mewajibkan qital kecuali setelah adanya Darul-islam yang dapt dijadikan tempat berlindung dan mempertahankan diri. Dan dalam kaitan ini Madinah adalah Darul Islam yang pertama.

Penjelasan umum tentang jihad dan Pensyariatannya

Karena pembahasan ini akan membawa kita kepada pembicaraan mengenai jihad dan qital, maka di sini perlu kami jelaskan pandangan yang benar tentang jihad dan tahapan- tahapannya.

Pembicaraan yang menyangkut jihad merupakan salah satu hal yang dijadikan peluang oleh musuh-musuh Islam untuk mencampur-adukan antara kebenaran dan kebatilan dan menari-cari kelemahan agama Islam yang agung dan hanis ini.

Anda tidak perlu heran jika melihat musuh-musuh Islam menaruh perhatian demikian besar terhadap masalah jihad ini. Sebab jihad merupakan salah satu rukun Islam yang paling ditakuti oleh musuh-musuh Allah. Mereka menyadari, jika semangat jihad ini bangkit di dalam dada kaum Muslimin dan memiliki pengaruh pada kehidupan mereka, kapan dan dimana saja berada, niscaya tidak akan ada satu kekuatan pun yang sanggup mengalahkannya. Karena itu untuk menghentikan penyebaran Islam pertama sekali harus dimulai dari titik tolak ini.

Sebelumnya kami ingin menjelaskan pengertian jihad, sasaran dan tahapan-tahapanyna di dalam Islam. Kemudian menjelaskan kesalahan-kesalahan pemahaman menyangkut jihad dan pembagian-pembagiannya yang dibuat oleh orang secara keliru.

Arti jihad ialah mengerahkan segala upaya untuk meninggikan kalimat Allah dan menegakkan masyarakat Islam. Mengerahkan upaya dengan jalan qital hanya merupakan slah satu bagiannya. Sedangkan tujuannya ialah menegakkan masyarakat Islam dan mendirikan negara Islam yang benar.

Tahapan-tahapannya : Pertama :

jihad pada masa awal Islam berupa dakwah secara damai disertai kesiapan menghadapi berbagai tribulasi dan cobaan berat. Kemudian bersamaan dengan permulaan hijrah disyariatkan perang defensif yaitu membalas kekuatan dengan keuatan yang serupa. Setelah itu disyariatkan qital (perang) terhadap setiap orang yang menghalangi penegakkan masyarakat Islam. Bagi orang-orang atheis, penembah berhala dan musyrik, tidak ada pilihan lain kecuali harus menerima Islam, karena tidak mungkin akan terjadi keselarasan antara mereka dan masyarakat Islam yang sehat. Akan halnya ahli Kitab, maka dibolehkan tunduk kepada masyarakat Islam dan tinggal bersama kaum Muslimin dengan syarat bersedia membayar jizyah kepada negara. Jizyah ini sama dengan zakat yang dibayar oleh kaum Muslimin.

Pada tahapan akhir inilah hukum jihad dalam Islam ditetapkan secara final dan tuntas. Dan hal ini menjadi kewajiban kaum Muslimin pada setiap masa manakala mereka memiliki kekautan dan persiapan yang memadai untuk melakukannya. Menyangkut tahapan ini Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu iut, dan hendaklah emreka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang- orang yang bertaqwa.“ QS At-Taubah : 123

Tentang tahapan ini pula Rasulullah saw menyatakan :

“Aku diperintah memerangi manusia sampai mereka mengucapkan La ilaha ilallah.  Barang siapa telah mengucapkannya, maka harta dan jiwanya terpelihara dariku, kecuali karena haknya (hak Islam). Kemudian urusannya terserah kepada Allah (HR Bukhari dan Muslim )

Dari sini disimpulkan bahwa pembgian jihad di jalan Allah kepada oerang defensif dan perang ofensiv tidaklah tepat. Sebab disyariatkannya jihad bukan karena faktor defence (mempertahankan diri) atau offence (penyerangan9 itu sendiri. Tetapi jihad itu disyariatkan karena kebutuhan penegakkan masyarakat Islam kepada sistem dan prinsip-prinsip Islam. Dengan demikian, tidak perlu lagi jihad sebagai indakan defensiv atau ofensiv.

Adapaun perang defensiv yang disyariatkan ialah seperti orang Muslim yang mempertahankan hartanya, kehormatannya, tanah atau kehidupannya. Bentuk perang ini tidak ada hubungannya dengan istilah jihad dalam fiqih Islam. Tindakkan ini dalam  fiqih  Islam disebut qitalu’sh Shail (pertarungan). Masalah ini di dalam buku-buku fiqihdi bahas secara khusus dalam satu bab tersendiri. Tetapi oleh para penulis sekarang hal ini sering disamakan dengan jihad yang sedang kita bahas dalam buku ini.

Itulah ringkasan pengertian jihad, sasaran dan tahapan-tahapannya dalam syariat Islam

Tentang kesalahan-kesalahan yang sengaja dimasukkan ke dalam pengertian jihad ini tertuang dalam dua pandangan yang secara lahiriah saling bertentangan, tetapis ebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menghapuskan syariat jihad.

Pandangan pertama menyatakan bahwa Islam tidak tersebar melalui pedang, tetapi nabi saw dan para sahabatnya menggunakan tindakan pemaksaan. Karena itu penebaran Islam mereka lakukan dengan paksaan dan tekanan bukan dengan persuasi dan pemikiran.

Sebaliknya, pandangan kedua menyatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan cinta. Jihad tidak disyariatkan kecuali untuk membalas serangan. Para penganut Islam tidak akan berperang kecuali jika mereka dipaksa melakukannya dan dimulai oleh orang lain.

Kendatipun dua pandangan ini saling bertentangan, seperti kami sebutkan di atas , tetapi para perancang ghazwul fikri menggunakan kedua pandangan tersebut untuk satu sasaran. Berikut ini penjelasannya:

Pertama-tama mereka mengisukan bahwa Islam adlah agama kekerasan dankebencian terhadap orang lain. Kemudian mereka menunggu hasil isu yang dilontarkan dan reaksi penolakkan dari kaum Muslim.

Setelah kaum Muslim memberikan reaksi penolakan terhadap isu tersebut, muncullah orang- orang yang berpura-pura membela Islam menolak tuduhan tersebut dengan mengatakan: Sesungguhnya Islam tidak seperti yang mereka katakan, sebagai agama pedang dan kekerasan. Sebaliknya Islam adalah agama perdamaian dan cinta. Jihad tidak disyariatkan kecuali untuk menolak serangan. Para penganut Islam tidak digalakkan untuk berperang, selama masih ada jalan perdamaian.

Pembelaan ini mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim yang tidak memahami jeratan yang sedang dipasang. Berangkat dari semangat membela Islam, akhriyna mereka mendukung sepenuhnya “pembelaan“ tersebut dengan mengemukakan dalil demi dalil, bahwa Islam memang benar seperti yang mereka katakan : Agama perdamaian dan kasih  sayang. Kaum Muslimin tidak akan berperang kecuali jika mereka diserang.

Orang-orang awam dari kaum Muslim ini tidak memahami bahwa itulah hasil yang diharapkan. Kesimpulan itulah yang menjadi sasaran utama dari kedua pihak yang melontarkan kebatilan tersebut.

Melalui berbagai pengantar dan sarana yang sudah dikaji, seara cermat, mereka ingin menghapuskan fikrah jihad dari pikiran kaum Muslimin dan mematikan semangat perjuangan dari dada mereka.

Sebagai bukti, kami sebutkan pernyataan seorang orientalis Inggris yang sangat terkenal, Anderson, yang dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zahili dalam kitabnya Atsarul-Harbi fil Fiqih Islami :

“Orang-orang barat terutama Inggris, takut akan munculnya pemikiran jihad di kalangan kaum Muslimin yang akan mempersatukan mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya. Karena itu orang-orang barat selalu berusaha menghapuskan pemikiran jihad ini.

Maha benar Allah yang berfirman tentang orang-orang yang tidak memiliki keimanan:

“Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamyna (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, memandang kepadamu seperti pandangan orang pingsan, karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.“ QS Muhammad : 20

Pada hari jum’at sore tnaggal 3 Juni 1960, saya ( Dr. Wahbah az -Zahili) bertemu dengan seorang orientalis Inggris, Anderson. Saya tanyakan pendapatnya tentang masalah ini (jihad), maka jawabnya, “Sesungguhnya jihad ini tidak wajib, berdasarkan kepada kaidah: Hukum akan berubah mengikuti perubahan jaman. Jihad sudah tidak sesuai dengan situasi internasinal sekarnag, karena keterlibatan kaum Muslim dengan organisasi-organisasi dan perjanjian-perjanjian internasional. Di samping karena jihad merupakan sarana untuk memaksan orang masuk Islam, sedangkan suasana kebebasan dan kemajuan pemikiran manusia tidak dapat menerima pemikiran yang dipaksakan dengan kekuatan.

Kembali kepada masalah baiat Aqabah kedua. Karena sesuatu yang dinginkan Allah, maka kahirnya kaum musyrik Mekkah mengetahui berita baiat ini dan apa yang telah disepakati antara Rasulullah saw dan kaum Muslim di Madinah.

Barangkali, hikmahnya ialah utuk mempersiapkan sebab-sebab jihrah Nabi saw ke madinah. Akan kita ketahui bahwa berita yang didengar oleh kaum musyrik ini sangat besar pengaruhnya terhadp kesepakatan mereka untuk membunuh dan menghabisi Rasulullah saw.

Betapapun baiat Aqabah kedua merupakan pengantar bagi hijrah Rasulullah saw ke Madinah.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: