Belajar dari Sejarah Wabah di Masa Silam

Belajar dari Sejarah Wabah di Masa Silam
Ilustrasi foto: indonews.id
Bagikan

Belajar dari Sejarah Wabah di Masa Silam

Oleh: Ust.Muhammad Abduh Tuasikal (dikutip dari buku Ramadhan dan Hari Raya Saat Corona, 2020)

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menceritakan dalam Badzlu Al-Maa’uun fii Fadhli Ath-Thaa’uun (hlm. 329), “Aku coba ceritakan, telah terjadi di masa kami ketika terjadi wabah ath-tha’un di Kairo pada 27 Rabiul Akhir 833 Hijriyah. Awalnya baru jatuh korban meninggal di bawah empat puluh. Kemudian orang-orang pada keluar menuju tanah lapang pada 4 Jumadal Ula, setelah sebelumnya orang-orang diajak untuk berpuasa tiga hari sebagaimana dilakukan untuk shalat istisqa’ (shalat minta hujan).

Mereka semua berkumpul, mereka berdoa, kemudian mereka berdiri, dalam durasi satu jam lalu mereka pulang. Setelah acara itu selesai, berubahlah korban yang meninggal dunia menjadi 1.000 orang di Kairo setiap hari. Kemudian jumlah yang jatuh korban pun terus bertambah.”Sebelumnya Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah mengatakan, “Adapun kumpul-kumpul (untuk mengatasi wabah) sebagaimana
dilakukan, maka seperti itu termasuk bid’ah.

Hal ini pernah terjadi saat wabah ath-tha’un yang begitu dahsyat pada tahun 749 Hijriyah di Damaskus. Aku membacanya dalam Juz Al-Munbijy setelah ia mengingkari pada orang yang mengumpulkan khalayak ramai di suatu tempat. Di situ mereka berdoa, mereka berteriak keras. Ini terjadi pada tahun 764 H, ketika itu juga tersebar wabah ath-tha’un di Damaskus. Ada yang menyebutkan bahwa hal itu terjadi pada tahun 749 H, di mana orang-orang keluar ke tanah lapang, masa jumlah banyak ketika itu keluar di negeri tersebut, lantas mereka beristighatsah (minta dihilangkan bala). Ternyata setelah itu wabah tadi makin menyebar dan makin jatuh banyak korban, padahal sebelumnya korban tidak begitu banyak.”

Pelajaran penting:
• segala sesuatu berdasarkan ilmu, bukan berdasarkan semangat.
• kadang maslahat kemanusiaan lebih didahulukan dari maslahat keagamaan.
• harusnya yang ditimbang-timbang dalam ibadah adalah kaidah:
بِ الَمصَاِلِ دَرْأُ الَمفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَ جَلْ
“Menolak mafsadah didahulukan daripada mencari kemaslahatan”.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: