Hijrah Pertama Dalam Islam

Hijrah Pertama Dalam Islam
Ilustrasi foto: qolbunhadi.com
Bagikan

Hijrah Pertama Dalam Islam

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Ketika Nabi saw melihat keganasan kaum musyrik kian hari kian bertambah keras, sedang beliau tidak dapat memberikan perlindungan kepada kaum Muslim, maka beliau berkata agar mereka hijrah ke negeri Habasyiah, yang memiliki seorang raja yang adil. Di bawah kekuasaannya tidak seorang pun boleh dianiaya.

Maka berangkatlah kaum Muslimin ke negeri Habasyiah demi menghindari fitnah, dan lari menuju Allah dengan membawa agama mereka. Hijrah ini merupakan hijrah partama dalam Islam. Ada 80 orang lebih berkumpul di Habasyiah.

Peristiwa ini pun diketahui kaum Quraisy. Mereka lalu mengutus Abdulah bin Abi Rabi’ah dan Amr bin Ash (sebelum masuk Islam) menemui Najasyi dengan membawa berbagai macam hadiah dengan harapan agar kaum Muslimin dikembalikan kepada kaum musyrik Mekkah.

Ternyata Najasyi menolak untuk menyerahkan kaum Muslimin. Lalu kaum Muslimin dan kedua utusan tersebut dihadapkan kepada Najasyi. Raja Najasyi menanyakan agama apa yang membuatmu meninggalkan agama kedua utusan tersebut. Dan kamu tidak masuk ke dalam agamaku dan agama lainnya ?

Ja’far bin Abi Thalib , selaku juru bicara kaum Muslimin, menjawab,“ Baginda raja , kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah, menyembah berhala, makan bangkai, berbuat kejahatan, memutuskan hubungan persaudaraan, berlaku buruk terhadap tetangga dan yangkuat menindas yang lemah. Kemudian Allah mengutus seorang Rasul kepada kami, Ia memerintahkan kami supaya berbicara benar, menunaikan amanat, memelihara persaudaraan, berlaku baik terhadap tetangga, menjauhkan diri dari segala perbuatan haram dan pertumpahan darah, melarang kami berbuat jahat, berdusta dan makan harta milik anak yatim. Ia memerintahkan kami supaya shalat dan berpuasa. Karena itulah kami dimusuhi oleh masyarakat kami. Mereka menganiaya dan menyiksa kami, memaksa kami supaya meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala. Ketika mereka menindas dan memperlakukan kami dengan sewenang-wenang, dan merintangi kami menjalankan agama kami, kami terpaksa pergi ke negeri baginda. Kami tidak menemukan pilihan lain kecuali baginda, dan kami berharap tidak akan diperlakukan sewenang-wenang di negeri baginda.“

Najasyi bertanya,“ Apakah kamu dapat menunjukkan kepada kami sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah saw dari Allah?“

Ja’far menjawab;“Ya.“ Ja’far membacakan surat Maryam hingga berlinanglah air mata Najasyi.

Kemudian Najasyi menoleh kepada kedua orang utusan kaum musyrik Quraisy seraya berkata ,“ Silahkan kalian berangkat pulang, Demi Allah mereka tidak akan kuserahkan kepada kalian.”

Mendengar berita tentang masuk Islamnya penduduk Mekkah, kaum muslimin di Habasyiah segera kembali ke Mekkah, hingga ketika sudah hampir masuk ke kota Mekkah, mereka baru mengetahui bahwa berita tersebut tidak benar. Karena itu, tidak seorang pun dari mereka yang masuk ke Mekkah, kecuali dengan perlindungan (dari salah seorang tokoh Quraisy) atau dengan sembunyi- sembunyi. Mereka seluruhnya berjumlah tiga puluh orang. Di antara mereka yang masuk ke Mekkah dengen perlindungan ialah Ustman bin Mazh’un ia masuk dengan jaminan perlindungan dari al-Walid bin al-Mughira, dan Abu Salamah dengan jaminan perlindungan Abu Thalib.

Beberapa Ibrah

Dari peristiwa hijrah ke Habasyiah ini dapat kita catat tiga pelajaran :

Pertama :

Berpegang teguh dengan agama dan menegakkan sendi-sendinya merupakan landasan dan sumber bagi setiap kekuatan. Juga merupakan pagar untuk melindungi setiap hak, baik berupa harta , tanah, kebebasan atau kehormatan. Siapkan diri kita dengan segala potensi yang ada baik harta, jiwa, raga dan kehormatan sehingga apabila diperlukan ia siap mengorbankan segala sesuatu di jalannya.

Apabila agama sudah terkikis atau terkalahkan , maka tidak ada lagi artinya negeri, tanah air dan harta kekayaan. Bahkan tanpa keberadaan agama dalam kehidupan , kehancuran akan segera melanda segala sesuatunya. Bahkan akan kembali lebih kuat dari sebelumnya, karena dikawal oleh pagar kedermawanan, kekuatan dan kesadaran.

Mungkin anda akan melihat suatu bangsa yang secara material berdiri dalam puncak kemajuannya, padahal sistem sosial dan akhlakna tidak benar. Maka sesungguhnya bangsa ini sdang berjalan dengan cepat menuju kehancurannya. Mungkin anda tidak dapat melihat dan merasakan „perjalanan yang cepat“ ini, karena pendeknya umur manusia dibandingkan dengan umur sejarah dan generasi. Perjalanan seperti ini hanya bisa dilihat oleh „mata sejarah“ yang tidak pernah tidur, bukan oleh mata manusia yan picik dan terbatas.

Mungkin juga anda akan melihat suatu bangsa yang tidak pernah segan-segan mengorbankan segala kekuatan aterialnya demi mempertahankan aqidah yang benar dan membangun sistem sosial yang sehat, tetapi tidak lama kemudian bangsa pemilik aqidah yang benar dan sistem sosial yang sehat ini berhasil mengembalikan negerinya yang hilang dan harta kekayaannya yang dirampok, bahkan kekuatannya kembali jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Anda tidak akan mendapatkan gambaran yang benar tentang alam, manusia dan kehidupan, kecuali di dalam aqidah islam yang menjadi agama Allah bagi para hamba-Nya di dunia. Demikian pula anda tidak akan mendapatkan sistem sosial yang adil dan benar, kecuali dalam sistem Islam. Pengorbanan inilah yang akan menjamin keselamatan harta, negeri dan kehidupan kaum Muslimin.

Karena itulah prinsip hijrah ini disyariatkandi dalam Islam. Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya berhijrah dan meninggalkan Mekkah setelah menyaksikan

penyiksaan yang dilancarkan kaum musyrik terhadap para sahabatnya, dan karena khawatir akan terjadinya fitnah pada keimanan mereka.

Hijrah ini sendiri merupakan salah satu bentuk siksaan dan penderitaan demi mempertahankan agama. Ia bukan tindakan menghindari ganggugan dan menari kesenangan , tetapi merupakan penderitaan lain di balik penantian akan datangnya kemenangan dan pertolongan Allah.

Karena itu, negeri mana saja yang lebih memungkinkan berdakwah kepadanya adalah lebih patut dijadikan tempat tinggal .

Wajib (berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang Muslim tidak dapat melaksanakan syiar-syiar Islam, seperti shalat, puasa, adzan, haji dan lain sebagainya di negeri tersebut. Boleh (berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang Muslim menghadapi bala’ (cobaan) yang menyulitkannya di negeri tersebut. Dalam kondisi seperti ini ia boleh keluar darinya menuju negeri Islam yang lain.

Kedua,

Adanya titik persamaan antara prinsip Nabi Muhammad saw dan Isa as . Ia seorang yang mukhlis dan jujur dalam kenasraniannya. Salah satu bukti keikhlasannya adalah , bahwa dia tidak mengikuti ajaran yang menyimpang, dan tidak berpihak kepada orang yang aqidahnya berbeda dengan ajaran Injil dan apa yang dibawa oleh Isa as.

Hal ini membuktikan kepada kita bahwa semua Nabi membawa aqidah yang sama. Perselisihan di antara ahli Kitab terjadi sebagaimana dijelaskan Allah, setelah mereka mendapatkan pengetahuan karena kedengkian yang ada pada diri mereka.

Ketiga,

Kaum Muslimin bila perlu boleh meminta perlindungan kepada non-muslim,

Tindakan ini dibenarkan selama perlindungan tersebut tidak membahayakan dakwah Islam, atau mengubah sebagian hukum atau menghalangi nahi munkar. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka seorang Muslim tidak dibenarkan meminta perlindungan kepada non-muslim. Sebagai dalil ialah sikap Rasulullah saw ketika diminta tidak mengecam tuhan-tuhan kaum musyrik maka ketika itu Rasulullah saw menyatakan diri keluar dari perlindungan pamannya dan menolak untuk mendiamkan sesuatu yang harus dijelaskan untuk ummat manusia.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: