Pemboikotan Ekonomi

Pemboikotan Ekonomi
Ilustrasi foto: tfamanasek.com
Bagikan

Pemboikotan Ekonomi

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Rasulullah saw dan kaum muslimin diboikot secara ekonomi selama tiga tahun. Di dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa mereka menderita kekurangan bahan makanan hingga mereka terpaksa harus makan dedauanan. As-Suhail menceritakan: Tiap ada kafilah datang ke Mekkah dari luar daerah, para sahabat nabi saw yang berada di luar kepungan datang ke pasar untuk membeli bahan makanan bagi keluarganya. Akan tetapi tidak dapat membeli apapun juga karena dirintangi oleh Abu Lahab yang selalu berteriak menghasut, “Hai para pedagang, naikkanlah harga setinggi-tingginya agar para pengikut Muhammad tidak mampu membeli apa-apa. “Teriakan Abu Lahab itu dituruti oleh para pedagang, dan mereka menaikkan harga barangnya berlipat ganda, sehingga kaum Muslim terpaksa pulang ke rumah dengan tangan kosong, tidak membawa apa-apa untuk makan anak-anaknya, yang kelaparan.

Orang yang pertama kali bergerak membatalkan perjanjian secara terang-terangan adalah Zuhair bin Umayah. Dia datang kepada orang-orang yang berkerumun di samping Ka’bah dan berkata kepada mereka, “wahai penduduk Mekkah , apakah kita bersenang-senang makan dan minum, sedangkan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Muththalib kita biarkan binasa, tidak bisa menjual dan membeli apa-apa? Demi Allah, aku tidak akan tinggal diam sebelum merobek-robek naskah yang dzalim itu. Kemudian empat orang lainnya mengucapkan perkataan yang sama.

Beberapa Ibrah

Dalam pemboikotan ini anda lihat kaum musyrik dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib ikut serta mengalami dan tidak rela membiarkan Rasulullah saw.

Kita tidak dapat berbicara panjang tentang kaum musyrik tersebut berikut  motivasi sikap dan pendirian mereka. Sesuatu yang mendorong mereka untuk mengambil sikap tersebut ialah semangat membela (hamiyyah) keluarga dan kerabat, di samping keengganan mereka menerima dan merasakan kehinaan seandainya mereka membiarkan Muhammad saw dibunuh dan disiksa oleh kaum musyrik Quraisy dari luar Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tanpa mempertimbangkan lagi faktor aqidah dan agama.

Dengan demikian mereka telah memadukan antara dua keinginan yang tertanam di dalam jiwa mereka :

Pertama, berpegang teguh kepada kemusyrikan dan menolak kebenaran yang di sampaikan oleh Muhammad saw kepada mereka.

Kedua, kepatuhan kepada fanatisme yang menimbulkan dorongan untuk membela kerabat dari penganiayaan orang luar, tanpa mempedulikan kebenaran atau kebatilan.

Akan halnya kaum Muslimin, terutama Rasulullah saw, maka mereka bersabar menghadapi penganiayaan tersebut karena mengikuti perintah Allah, mengutamakan kehidupan akherat ketimbang kehidupan dunia, dan karena rendahnya nilai dunia dalam pandangan mereka dibanding dengan ridha Allah. Inilah yang menarik untuk dibahas.

Mungkin anda akan mendengar tuduhan dari mush-musuh Islam, bahwa ‘ashabiyah (fanatisme kesukuan) Bani Hasyim dan Bani Muththalib memiliki peranan penting bagi dakwah Muhammad saw. Semangat inilah yang mengawal, menjaga dan melindungi Muhammad saw. Bukti yang paling nyata ialah sikap mereka terhadap kaum musyrik Quraisy dalam pemboikotan ini.

Tuduhan seperti ini tidak berasas sama sekali. Sangatlah wajar jika fanatisme jahiliyah Bani Hasyim dan Bani Muththalib mendorong mereka untuk membela kehidupan anak paman mereka yang sedang menghadapi ancaman dari orang luar.

Fanatisme jahiliyah dalam membangkitkan fanatisme kekeluargaan, tidak pernah memandang kepada masalah prinsip dan tidak pernah terpengaruhi oleh kebenaran atau kebatilan. Permasalahannya hanyalah menyangkut masalah ‘ashabiyah semata-mata.

Karena itu, kedua keinginan yang saling bertentangan tersebut dapat berhimpun pada diri keluarga Rasulullah saw yakni menolak dakwah Nabi saw dan membela diri dari ancaman seluruh kaum musyrik Quraisy.

Sungguhpun demikian, manfaat apakah yang diperoleh Nabi saw dari sikap solidaritas yang ditunjukkan oleh kerabatnya itu? Mereka telah dianiaya sebagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya. Terhadap pemboikotan yang kejam dan biadab ini.

Sesungguhnya pembelaan kaum kerabat Rasulullah saw kepadanya itu bukan pembelaan terhadap risalah dakwah yang dibawanya, tetapi pembelaan terhadap diri Rasulullah saw, dari ancaman orang asing. Jika kaum Musliin dapat memanfaatkan pembelaan ini sebagai salah satu sarana jihad melawan kaum kafir dan menghadapi tidu daya mereka, maka itu merupakan upaya yang perlu disyukuri dan jalan yang perlu diperhatikan.

Akan halnya Rasulullah saw bersama para sahabatnya, maka faktor apakah yang membuat mereka mampu menghadapi kesulitan yang menyesakan dada ini? Apakah yang mereka harapkan di balik ketegaran terhadap pemboikotan yang aniaya ini?

Dengan apakah pertanyaan ini akan dijawab oleh orang-orang yang menuduh risalah Muhammad saaw dan keimanan para sahabat kepadanya sebagai revolusi kiri melawan kanan, atau revolusi kaum tertindas melawan kaum borjuis ?

Kaum musyrik sebelumnya telah menawarkan kepada Rasulullah saw kekuasaan, kekayaan, dan kepemimpinan, dengan syarat beliau bersedia meninggalkan dakwah Islamiyah. Mengapa para sahabatnya tidak memprotes dan menekan Rasulullah saw jika memang tujuan perjuangan mereka hanya sekedar mengisi perut agar menerima tawaran Quraisy? Adakah sesuatu yang dicari oleh orang-orang revolusioner kiri selain dari kekuasaan dan harta kekayaan?

Rasulullah saw bersama para sahabatnya telah dikucilkan dalam suatu perkampungan yang terputus sama sekali. Segala bentuk kegiatan ekonomi dan sosial dengan mereka dihentikan, sampai mereka terpaksa harus makan dedaunan. Tetapi mereka tetap bersabar menghadapinya. Mereka tetap setia mendampingi Rasulullah saw. Seperti inikah sikap yang akan ditunjukkan oleh orang-orang yang berjuang hanya mencari sesuap nasi ?

Ketika hijrah ke Madinah Rasulullah saw dan para sahabatnya telah meninggalkan harta kekayaan, tanah dan segala harta benda menuju Madinah Munawwarah. Mereka telah melepaskan segala harta kekayaan yang menjadi buruan orang-orang tamak dan rakus. Mereka tidak mengharapkan imbalan dari keimanan mereka kepada Allah. Dunia dan kekuasaan telah lenyap sama sekali dari pertimbangan mereka. Adakah ini menjadi bukti bahwa dakwah Islam merupakan revolusi kiri yang hanya bertujuan mencari sesuap nasi ?

Untuk memperkuat tuduhan ini, mungkin mereka akan mengemukakan dua hal berikut

ini :

Pertama, bahwa jama’ah generasi pertama dari pasa sahabat Muhammad saw di Mekkah mayoritas terdiri dari kaum fakir, budak dan orang-orang tertindas. Ini menunjukkan bahwa dengan mengikuti Muhammad saw mereka akan bisa menyuarakan penindasan yang mereka alami. Di samping mereka dapat berharap akan terjadinya perbaikan taraf ekonomi di bawah naungan agama baru.

Kedua, bahwa sahabat tersebut tidak lama kemudian menaklukan dunia dan menikmati kekayaan. Ini merupakan bukti bahwa perjuangan Rasulullah saw bertujuan mencapai sasaran tersebut.

Jika anda perhatikan kedua dalil yang mereka kemukakan untuk memperkuat tuduhan tersebut, dapat anda ketahui betapa akal dan pola pikir mereka telah sedemikian rupa dikuasai oleh khayal dan hawa nafsu.

Memang mayoritas sahabat Rasulullah saaw terdiri dari kaum fakir dan budak. Tetapi hal ini tidak memiliki kaitan sama sekali dengan khayal tersebut. Sesungguhnya syariat yang menegakkan timbangan keadilan di antar manusia dan menghancurkan setiap kedzaliman, pasti akan diperangi dan ditentang oleh orang-orang yang dzalim dan para tiran. Karena syariat ini , bagi mereka lebih banyak menimbulkan ancaman ketimbang kemaslahatan. Sebaliknya akan diterima dengan mudah oleh setiap orang yang tertindas dan teraniaya, bahkan setiap orang yang tidak terlibat dalam praktek kedzaliman dan pemerasan. Karena syariat ini akan lebih banyak memberikan kemaslahatan kepada mereka ketimbang kerugian. Atau karena mereka, sekurang-kurangnya tidak memiliki masalah dengan orang lain yang membuat mereka merasa berat untuk menerimannya.

Semua orang yang berada di sekitar Rasulullah saw meyakini bahwa beliau beradaa dalam kebenaran, dan bahwa beliau adalah seorang Nabi dan Rasul Allah. Tetapi para pemimpin dan orang-orang yang haus kekuasaan tidak mau menerima dan berinteraksi dengan kebenaran, karena dihalangi oleh tabiat dan suasana mereka sendiri. Sementara orang-orang selain mereka tidak punya hambatan yang menghalangi mereka untuk menerima sesuatu yang diimani dan diyakininya. Dengan demikian, apakah hubungan antara hakekat yang dapat dipahami oleh setiap pengkaji Sirah ini dengan apa yang mereka tuduhkan ?

Mengenai tuduhan bahwa perjuangan dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah saw bertujuan menguasai sumber-sumber kekayaan dan pemerintahan, dengan dalih bahwa kaum Muslim telah berhasil memperoleh semau itu, maka tak ubahnya seperti orang yang berusaha mempertemukan antara timur dan barat.

Jika kaum Muslimin dlaam waktu singkat telah berhasil menaklukan negeri-negeri Romawi dan Persia setelah mereka secara baik melaksanakan Islam, maka apakah ini kemudian dapat dijadikan bukti bahwa mereka masuk Islam karena ambisi ingin merebut tahta Romawi dan Persia ?

Seandainya kaum Muslimin memeluk dan mengikuti Islam karena ingin memperoleh kenikmatan dunia, niscaya mereka tidak akan pernah berhasil sedikitpun memperoleh mu’jizat penaklukan tersebut.

Seandainya umar bin al-Khattab, ketika mempersiapkan tentara al-Qadisiyah dan melepas keberangkatan komandan pasukan Sa’d bin Abi Waqqash, bertujuan merebut harta kekayaan Kisra dan menduduki tahta kerajaannya, nisacaya Sa’ d bin Abi Waqqash akan kembali kepada Umar dengan membawa kegagalan dan kekecewaan. Tetapi karena mereka benar-benar berjihad semata ingin membela agama Allah, maka mereka berhasil menaklukkannya.

Seandainya mimpi yang menggoda kaum Muslmin pada peperangan al-Qadisiyah adlah keinginan mendapatkan harta kekayaan dan meregukk kenikmatan hidup duniawi, niscaya Rabi’i bin Amir tidak akan pernah memasuki istana Rustum yang berhamparan permadani mewah, seraya menikamkan tombaknya ke atas permadani dan berkata kepada Rustum, “Jika kamu masuk Islam, kami akan tinggalkan kamu, tanahmu dan harta kekayaanmu, “Begitulah ucapan orang yang datang untuk merebut kekuasaan, tanah dan harta kekayaan ?

Allah telah mengaruniakan segenap kemudahan dunia kepada mereka, karena mereka tidak pernah berpikir tentang kemegahan dunia. Pemikiran mereka sepenuhnya hanya tercurah pada upaya mewujudkan ridha Allah.

Seandainya jihad mereka bertujuan memperoleh kemegahan dunia, niscaya  mereka  tidak akan pernah mendapatkannya, walaupun cuman sedikit.

Persolaannya tidak lain adlah terlaksananya ketentuan yang mengatakan :

“Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu,  dan hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan merka orang-orang yang mewarisi (bumi).” QS al-Qashash : 5

Ketentuan Ilahi ini akan mudah dipahami oleh akal siapapun, selama akal tersebut bebas dari segala bentuk perbudakan kepada tujuan atau ambisi apa pun (selain ridha Allah).

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: