Sebagaimana Keadaan Kalian, Begitulah Keadaan Pemimpin Kalian!

Sebagaimana Keadaan Kalian, Begitulah Keadaan Pemimpin Kalian!
Bagikan

Sebagaimana Keadaan Kalian, Begitulah Keadaan Pemimpin Kalian!

Tidak ada seorang Mukmin pun yang menginginkan kekuasaan atas mereka dipegang oleh orang zalim atau fasiq. Semua pasti menginginkan punya pemimpin yang takut kepada Rabbnya, taat kepada rasul-Nya, sayang dan adil kepada rakyatnya.

Namun, keinginan sering tidak sesuai kenyataannya. Yang diharapkan pemimpin adil, yang hadir malah pemimpin zalim. Yang didambakan pemimpin yang mengayomi, yang muncul justru pemimpin culas dan licik.

Lalu, siapakah yang salah: rakyatnya atau pemimpinnya?

Terkait hal ini, sejarah Islam menampilkan ada banyak kisah inspiratif yang bisa menjadi bahan tafakur sekaligus penuntun jalan, sehingga gerak langkah kita terarah dan terjaga.

•┈┈•••❁ 1⃣

Seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra., “Wahai Amirul Mu’minîn! Apakah gerangan (yang terjadi kepada) Abu Bakar dan Umar radhiyallâhu anhuma, sehingga semua rakyat tunduk patuh pada keduanya?

Wilayah kekuasaan yang semula lebih sempit dari satu jengkal lalu meluas dalam kekuasaan mereka?

Lalu saat engkau dan Utsman menggantikan keduanya, rakyat tidak lagi tunduk dan patuh kepada kalian. Kekuasaan yang luas ini pun menjadi sempit buat kalian?”

Apa jawaban Ali? Dia berkata, “Karena, rakyat mereka berdua adalah orang-orang seperti aku dan Utsman. Adapun rakyatku sekarang adalah engkau dan orang-orang (yang kualitasnya) sepertimu.” (Syarah Riyadhush Shalihin, Ibnu Al-‘Utsaimin)

•┈┈•••❁ 2⃣

Ada satu masa dalam sejarah kaum Muslim, yang mana pemimpin mereka adalah sosok yang zalimnya kelewat batas. Sosok tersebut adalah Al-Hajjaj Yusuf Ats-Tsaqafi. Dia adalah seorang panglima perang Dinasti Umayyah sekaligus gubernur wilayah Kufah (Iraq).

Imam As-Suyuthi berkomentar tentang lelaki dari Bani Tsaqif ini:

“Abdul Malik bin Marwan telah memberikan kekuasaan kepadanya atas kaum Muslim dan para sahabat. Sehingga, dia membunuh, menyiksa, menghinakan dan memenjarakan mereka.

Tangannya telah membunuh para sahabat dan pemuka tabi’in dalam jumlah tak terhitung. Apalagi dari selain sahabat dan tabi’in (lebih banyak lagi).

Dia telah memenjarakan Sayyidina Anas (bin Malik) dan beberapa sahabat lainnya untuk menghinakan mereka …” (Tarikh Khulafa)

Terang saja, masyarakat menjadi sangat benci kepadanya. Bahkan, ada sebagian orang yang memprovokasi khalayak untuk melakukan pemberontakan. Namun uniknya, ada satu nasihat yang disampaikan oleh Al-Imam Hasan Al-Bashri.

Kepada orang-orang beliau mengatakan, “Al-Hajjaj adalah hukuman dari Allah atas (dosa-dosa) kalian yang belum pernah ada sebelumnya. Janganlah kalian merespons hukuman Allah ini dengan pedang (karena akan mendatangkan mudharat yang lebih besar)!

Namun, sambutlah hukuman ini dengan bertobat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya! Bertobatlah kalian, niscaya kalian akan terpelihara darinya!” (Thabaqât Ibnu Sa’ad, 7/164)

•┈┈•••❁ 3⃣

Ada pesan tersirat dari perkataan Imam Hasan Al-Bashri ini. Bahwa, naiknya Al-Hajjaj sebagai penguasa adalah sebentuk hukuman dari Allah Ta’ala atas dosa-dosa kaum Muslim.

Rakyat, dengan demikian, harus menyadari kesalahannya dan segera bertobat. Bukan menyambut buah dari dosanya dengan mengangkat pedang (atau melakukan tindakan anarkis).

Maka, benarlah apa yang dikatakan oleh Ka’ab Al-Ahbar ra.

“Sungguh pada setiap masa pasti ada raja atau pemimpin yang dijadikan oleh Allah sesuai dengan (keadaan) hati rakyatnya. Jika Allah Ta’ala menghendaki kebaikan untuk kaum tersebut, niscaya Dia akan mengutus yang melakukan perbaikan.

Namun, jika menghendaki kehancuran atas mereka, niscaya Allah akan mengutus mutrafa.” Ka’ab kemudian membaca surat Al-Isrâ’ (17) ayat ke-16. (Syu’abul Imân, No. 7389, Imam Al-Baihaqi)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: