Manusia Itu Sesuai Agama Rajanya, Kebiasaan Pemimpinnya, dan Tindak Tanduk Penguasanya

Manusia Itu Sesuai Agama Rajanya, Kebiasaan Pemimpinnya, dan Tindak Tanduk Penguasanya
Bagikan

Manusia Itu Sesuai Agama Rajanya, Kebiasaan Pemimpinnya, dan Tindak Tanduk Penguasanya

Ternyata, obrolan di tengah sebuah kaum banyak dipengaruhi oleh kebiasaan dan tindak tanduk pemimpin di kalangan mereka. Saat dia adalah seorang pecinta amal saleh, pembicaraan kaumnya pun tidak akan jauh dari masalah amal saleh.

Demikian pula sebaliknya, manakala dia seorang penikmat dunia dan senang memperturutkan nafsu, pembicaraan kaumnya tidak jauh dari hal yang remeh temeh, berbau maksiat, atau sesuatu yang melalaikan.

Maka, manusia itu sesuai dengan agama rajanya, kebiasaan pemimpinnya, dan tindak tanduk penguasanya.

•┈┈•••❁ 1⃣

Pada masa sahabat, karena pemimpin mereka adalah manusia terbaik dalam beramal saleh, pembicaraan mereka pun banyak berkutat seputar amal kebaikan, majelis ilmu, apa yang dilakukan dan dikatakan Nabi ﷺ, seruan jihad, surga dan neraka, dan aneka kebaikan lainnya.

“Hari ini adakah wahyu yang turun? Bagaimana isinya? Apa yang diperintahkan Allah lewat wahyu tersebut?” Atau, “Apa yang disampaikan Nabi ﷺ setelah shalat tadi?”

Mereka bertanya bukan sekadar untuk kepo. Mereka bertanya karena ingin segera mendengar, menghafal dan mengamalkan apa yang Allah wahyukan kepada nabi-Nya, atau apa yang telah Rasulullah ﷺ ajarkan kepada sebagian dari mereka.

Sepasang suami istri sudah terbiasa berdiskusi tentang makanan apa yang akan dimasak untuk dibagikan, atau berapa orang tamu yang harus diundang dan disuguhi makanan.

Bahkan, bukan hal aneh manakala ada ayah dan anak “berantem” karena berebut jatah berperang di jalan Allah. Salah satunya terjadi kepada sahabat Khutsaimah bin Harits dan Sa’ad bin Khutsaimah, putranya.

Mereka melakukan undian untuk menentukan siapakah yang akan keluar untuk berjihad dan siapa yang tetap tinggal di rumah untuk menjaga kaum wanita. Ternyata, Sa’ad-lah yang keluar sebagai pemenang (Al-Ishabah, Ibnu Hajar).

•┈┈•••❁ 2⃣

Pada masa Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, seorang gubernur Bani Umayyah yang cerdas dan pemberani, akan tetapi sangat kejam dan bertangan besi, apabila orang-orang bertemu mereka akan saling bertanya:

“Siapa yang dibunuh tadi malam? Siapa yang dipukul tadi malam? Siapa yang mendapat giliran disalib, dipotong tangannya atau dijebloskan ke penjara?”

Hal ini wajar karena (nyaris) tidak ada hari berlalu tanpa adanya pukulan, siksaan dan darah alim ulama, atau mereka dianggap menentang keinginannya, yang tertumpah.

Simaklah apa yang dikatakan oleh Hisyam bin Hasan rahimahullâh, “Pernah ada yang mencoba menghitung orang yang telah dibunuh dengan cara pelan-pelan (oleh Al-Hajjaj bin Yusuf dan antek-anteknya). Angkanya mencapai 120.000 orang.” (Sunan At-Tirmidzi, 4:433)

•┈┈•••❁ 3⃣

Bagaimana saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintah? Manakala cicit Umar bin Khathab ini menjadi khalifah kaum Muslim, orang-orang yang bertemu satu sama lain, akan bertanya:

“Sudah berapa juz Al-Quran yang dihapal? Berapa hadits yang sudah dipelajari? Bagaimana Tahajudnya tadi malam?”

“Berapa kali shaum sunnah dalam sebulan? Seberapa banyak bersedekah, memberi makan dan membantu sesama?” Tema-tema seputar amal saleh, ilmu, adab, itulah yang mendominasi pembicaraan orang-orang.

Mengapa? Karena, Umar bin Abdul Aziz adalah seorang raja yang sangat mencintai ulama dan ilmu pengetahuan, sangat gemar beribadah, hidup dalam kezuhudan, dan memerintah dengan sepenuh keadilan. 

Seperti itulah, perilaku manusia sesuai dengan agama rajanya, kebiasaan pemimpinnya, dan tindak tanduk penguasanya. Baik agama rajanya, lurus akhlak pemimpinnya, adil lagi bijak sikap penguasa dan para pembesarnya, akan baik, beradab dan tenang pula rakyatnya.

Bagaimana dengan zaman kita sekarang?

Disarikan dari Yuhkâ Anna (Terjemah: Aku Ingat Dirimu saat Aku Lupa Tuhanku) karya Dr. Anwar Wardah, dan sumber lainnya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: