Meraih Berkahnya Ilmu
Meraih Berkahnya Ilmu
Oleh: Ustadzah Rochma Yulika
Keberkahan adalah hal yang utama dari segala sesuatu dalam kehidupan ini. Karena keberkahan bermakna luas yakni ditambahkannya banyak kebaikan apa saja untuk kita. Imam Ghazali mengungkapkan bahwa berkah adalah bertambahnya kebaikan pada diri seseorang, dan Kebaikan itu tetap terus berlangsung selama orang tersebut hidup.
Berkaitan dengan dunia pendidikan ada hal yang cukup memprihatinkan yakni akhlak generasi yang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Banyak hal yang perlu dievaluasi bersama karena pendidikan akhlak menjadi tugas bersama. Bukan hanya guru sebagai ujung tombak pendidikan namun keterpaduan antara sekolah, rumah dan lingkungan sekitar sangat punya pengaruh dalam pembentukan akhlak generasi.
Alih-alih peradaban yang mana dunia dikuasai oleh digitalisasi arus informasi sangat deras mampu diserap oleh semua kalangan juga usia. Hal ini punya dampak yang kurang bagus di satu sisi walau di sisi lain ada banyak manfaatnya.
Berkahnya ilmu adalah hal yang urgen dan menjadi perhatian bersama. Akhir-akhir ini banyak kita dapati berita bahwa guru dilaporkan oleh muridnya, wali muridnya bahkan ada yang tak segan sampai melukai guru hingga guru pun kehilangan nyawanya.
Beberapa berita tragis di dasa warsa terakhir ini, sering kita jumpai murid yang berperilaku tidak pantas terhadap gurunya. Membentak, berkata kasar, meledek, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan sedikit dari perilaku buruk murid pada guru. Perlakuan senena-mena tersebut menjadi hal yang tidak mengagetkan lagi. Padahal, kesuksesan dalam menuntut ilmu tergantung dari ridha seorang guru. Maka, memuliakan guru menjadi poin penting yang perlu diperhatikan para penuntut ilmu juga para walinya.
Menghormati guru sama halnya dengan memuliakan Ilmu. Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Aku adalah hamba bagi siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu huruf; jika mau ia boleh menjualku, dan jika mau ia membebaskanku”. Ungkapan indah dari sayyidina Ali tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa seorang guru yang tak ternilai harganya. Tanpa adanya guru, kita akan hidup dengan kebodohan dan kegelapan.
Seorang murid tidak akan mendapat berkah dari ilmu serta mengambil manfaat kecuali dengan memberikan penghormatan kepada para guru. Terlebih jika seorang guru tersakiti oleh muridnya, maka murid akan terhalang mendapatkan keberkahan ilmu
Dalam sebuah sya’ir dikatakan:
Sesungguhnya guru dan dokter itu, keduanya.
Tidak akan memberikan nasihat jika tak dihormati.
Tahanlah sakitmu jika kamu kasar terhadap dokter.
Dan nikmatilah kebodohanmu jika kamu kasar terhadap gurumu
Hal ini senada dengan kisah seorang ulama yang bernama Syekh Abdul Qadir Jaelani. Ada seseorang yang tidak suka dengan beliau.
Orang tersebut berusaha mengintip rumah Syekh Abdul Qadir melalui sebuah lubang untuk mengetahui aktivitasnya.
Kala itu ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan makan daging ayam kesukaannya. Ia makan bersama seorang muridnya. Lantas ia memakan separuh dan menyisihkan sisanya untuk muridnya.
Orang yang tidak suka tersebut kemudian menyusun rencana buruknya. Dia lalu mendatangi bapak salah satu murid yang sedang makan Syekh Abdul Qadir tersebut.
Lelaki itu menjelaskan bahwa anaknya diperlakukan seperti hamba sahaya dan seperti kucing oleh gurunya, Syekh Abdul Qadir.
Maka datanglah ayah murid itu ke rumah Syekh Abdul Qadir. Lalu bertanya tentang peristiwa tersebut kepada Syekh Abdul Qadir. Tanpa konfirmasi Sang ayah tu meminta anaknya kembali dan akan membawanya pulang serta mencarikan sekolah yang lebih baik menurutnya. Baginya perlakukan Syekh Abdul Qadir tersebut tidak pantas.
Dalam perjalanan pulang Sang Ayah sembari mengklarifikasi peristiwa tersebut kepada anaknya. Ternyata jawaban anaknya tidak sesuai dengan apa yang dia dengan dari lelaki yang tidak suka dengan Syekh Abdul Qadir tadi. Sang anak menjelaskan bahwa Sang Guru berbagi dan sebagai seorang murid ibarat anak yang mendahulukan gurunya serta mencari berkah dari guru tersebut.
Sang Ayah menyesali kecerobohan sikapnya. Tapi semua sudah terlanjur. Bukan hanya itu, ternyata ilmu yang dimiliki anaknya sangat banyak dan nampak keerdasannya semakin terasah.
Setelah menyadari kesalahannya Sang Ayah berniat untuk mengembalikan anaknya kepada gurunya yakni Syekh Abdul Qadir.
Apa yang terjadi ketika ayah dan anak kembali ke tempat Syekh Abdul Qadir? Jawaban beliau sangat mengejutkan.
”Bukan aku tidak mau menerima anak itu kembali, tapi Allah sudah menutup futuh (terbuka)-nya untuk mendapat ilmu disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru,” jelas Syekh Abdul Qadir.
Bagai disambar petir di siang hari, muka wajah ayah tersebut nampak malu dan penuh penyesalan. Tapi sesal kemudian tiada guna.
Maka hendaknya kita sebagai orang tua, harus mampu menjaga adab anak-anak dan diri sendiri terhadap seorang guru yang sedang mendidik anak-anak mereka. Jangan sampai gara-gara adab orang tua buruk, sedangkan adab anak sudah baik, maka si anak menjadi murid yang ilmunya tidak berkah.
Pendidikan itu keteladanan. Baiknya anak tak cukup dengan nasihat lisan kita tapi ketaqwaan sebagai orang tua yang butuh senantiasa diperbaiki.
Bagaimana orang tua senantiasa memohon pertolongan Nya, meminta diberikan petunjuk dalam mendidik anak-anak mereka.
Ada nasihat luar biasa yang disampaikan oleh Syekh Said Ibnu Mussayyab, beliau berkata, “Setiap ingat anakku Aku tambah rakaat shalatku.” Masya Allah sungguh segala sesuatu muaranya adalah Allah. Tanpa pertolongan Nya kita tak mampu berbuat apa-apa walau sekedar memberi nasihat yang baik kepada anak-anak kita.
Selain itu keteladanan dan akhlak yang baik dari kita para orang tua seharusnya terus diperbaiki. Hal ini termaktub dalam firman Nya yakni surat An Nisa ayat 9. “Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).”
Ketaqwaan menjadi hal utama dan nasihat yang baik mengiringinya.
Ada nasihat yang luar biasa dari salah satu ulama, “satu prasangka buruk saja kepada gurumu, maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu kepadamu.” Astaghfirullah.
Semoga kita menjadi orang tua yang mampu menjaga taqwa, berakhlak mulia sehingga mampu menjaga adab kepada gurunya hingga dari kebaikan itu akan menjadi washilah atau jalan kita semua dicintai Allah SWT. Semoga keberkahan dan keridlaan Nya senantiasa terlimpah pada kita semua dan anak-anak kita menjadi generasi mulia.
Recent Comments