Meraih Aneka Bonus Pahala Saat Berbuka (Mutiara Nasihat dari Para Ulama)

Bagikan

Meraih Aneka Bonus Pahala Saat Berbuka (Mutiara Nasihat dari Para Ulama)

Tiada yang bisa mengalahkan bulan Ramadhan dalam hal keberkahan dan limpahan pahala, termasuk atas setiap detail dari amal saleh yang kita lakukan. Satu di antara adalah pada momen berbuka puasa.

Pada waktu spesial ini, Allah Ta’ala bukan sekadar memberikan kebahagiaan bagi orang-orang yang shaum. Dia pun menyiapkan beragam keutamaan dan bonus pahala bagi mereka yang mau mengambilnya.

Berikut ini sejumlah kalam ulama terkait hal tersebut.

Menyegerakan Diri untuk Berbuka

Menyegerakan berbuka puasa termasuk bagian sunnah Rasulullah ﷺ. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Apa hikmat dari menyegarakan berbuka? Satu di antaranya adalah menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, serta kaum ahli bid’ah. Syeikh Abdul Ḥamid Asy-Syirwani mengatakan bahwa:

“…  (di dalamnya ada hikmah, yaitu) berupa menyelisihi orang-orang Yahudi, Nasrani, kalangan mubtadi’ah (ahli bid’ah), seperti Syi’ah yang menunda berbuka sampai tampaknya bintang.” (Ḥawāsyī Asy-Syirwānī, 4:39)

Namun demikian, menurut Ibnu Qasim Al-Ghazzi, bersegera dalam berbuka ini pun hanya boleh dilakukan dengan landasan keyakinan (tanpa keraguan) bahwa waktu berbuka sudah tiba. (Fatḥul Qarīb, hlm. 103)

Makruhnya Menunda Buka Puasa

Menunda berbuka bukan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Hukumnya adalah makruh, yaitu manakala disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena disengaja. Kedua, menganggapnya sebagai keutamaan atau ada fadhilah di dalamnya.

Adapun jika penundaan dilakukan bukan karena dua hal tersebut, seseorang tidak mengapa untuk menundanya. Hanya saja, hal tersebut tidak dianjurkan kecuali dalam kondisi darurat.

Pendapat akan hal ini disampaikan oleh Al-Imam Taqiyyuddin Al-Hishni dalam Kifāyatul Akhyār (hlm. 281). “Dimakruhkan menunda buka puasa, jika dia sengaja untuk itu dan memandang seakan menunda puasa itu ada keutamaan di dalamnya.”

Memperhatikan Prioritas Menu Berbuka

Rasulullah ﷺ memberi kita panduan tentang urutan menu makanan pembuka yang bisa dikonsumsi saat berbuka. Anas bin Malik ra. mengatakan:

“Rasulullah ﷺ biasa berbuka dengan menyantap beberapa butir ruthab sebelum beliau shalat. Apabila tidak mendapati ruthab, beliau akan menyantap tamr. Lalu, kalau tidak ada kurma tamr, maka beliau akan meminum beberapa teguk air.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Terkait prioritas menu pembuka dalam berbuka puasa, dengan mengacu pada hadits Nabi ﷺ sementara ulama menyebutkan urutan-urutannya, antara lain:

01. Ruthab atau kurma yang baru matang sebelum mengering sehingga teksturnya masih basah.

02. Tamr atau kurma yang sudah matang atau sudah kering. Jenis kurma tamr inilah yang umum dijual di Indonesia.

03. Busr atau kurma muda yang belum matang, hampir matang.

04. Air Putih atau air bening. Yang mana, air Zamzam lebih utama, terlebih saat kita berada di Al-Haramain. Jika tidak ada, minumlah air putih biasa.

05. Ḥulwun atau makanan atau minuman manis yang tidak diolah dengan api (alami), semisal buah-buahan. Adapun yang lebih utama adalah (1) daging, lalu (2) susu, lalu (3) madu.

06. Ḥalwā’ atau makanan dan minuman manis yang diolah dengan api (buatan), semisal kolak, kue, cokelat, gorengan yang manis, dan sejenisnya. (Ḥāsyiyah I’ānah Ath-Thālibīn, 2:478)

Mengkonsumsi Kurma dalam Jumlah Ganjil

Dalam Ḥāsyiyah Al-Jamal ‘Ala Syarḥil Minhāj, 2:328, Syeikh Sulaiman Al-Jamal menuliskan:

“(Disunnahkan berbuka puasa dengan tamr), termasuk kurma Ajwa. Adapun untuk mendapatkan kesunnahan (ahlus-sunnah) bisa dengan mengonsumsi satu buah kurma saja. Adapun minimal sempurnanya adalah 3, 5 … dan seterusnya sesuai urutan ganjil.”

Berbuka Sebentar, Lalu Tunaikan Shalat Maghrib

Saat berbuka kita diperbolehkan untuk langsung makan besar. Akan tetapi, yang lebih utama adalah berbuka secukupnya, lalu bersegera untuk menunaikan shalat Maghrib.

Syaikh Dr. Mushthafa Dib Al-Bugha mengatakan, “Hal yang afḍhal adalah berbuka puasa dengan beberapa kurma atau sedikit air putih, kemudian menunaikan shalat Maghrib. Adapun setelah itu boleh makan lagi jika mau.” (At-Tadzhīb, hlm. 104)

Disarikan dari Fikih Berbuka Puasa, Perspektif Mazhab Asy-Syafi’i (Sabilun Nashr).

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: