Manajemen Risiko K3

Manajemen Risiko K3
Bagikan

Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Oleh: Muhyidin, SKM

Menurut OHS Body of Knowledge (2012), seorang profesional K3 perlu mengatur konsep ke dalam kerangka ilmu untuk memecahkan masalah. Kerangka keseluruhan yang digunakan untuk menyusun Kerangka Konsep Pengetahuan K3 adalah:

Pekerjaan berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia yang bekerja di organisasi. Organisasi adalah dipengaruhi oleh konteks sosial politik. Organisasi dapat dianggap sebagai sistem yang mungkin mengandung bahaya yang harus dikendalikan untuk meminimalkan risiko. Ini bisa dicapai dengan pemahaman model penyebab untuk keselamatan dan kesehatan kerja yang akan menghasilkan peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja orang di tempat kerja. Profesional K3 menerapkan praktik profesional untuk mempengaruhi organisasi menjadi tentang peningkatan ini.

Pemahaman tersebut dapat direpresentasikan dalam bagan di bawah ini:

Kerangka Konsep K3 Menurut OHS Body of Knowledge

Kerangka Konsep K3 Menurut OHS Body of Knowledge, 2012

Manajemen Risiko K3

Bahaya yang ada di dalam organisasi/tempat kerja harus bisa dikendalikan untuk meminimalisasi risiko dan meningkatkan peluang untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.  Adapun tahapan manajemen risiko yaitu:

1.Menentukan konteks

Hal pertama yang perlu dilakukan dalam membuat manajemen risiko yaitu kita harus menentukan konteksnya. Beberapa konsep dasar yang perlu dimasukkan yaitu konteks strategis, konteks organisasi, konteks manajemen risiko, menentukan kriteria evaluasi risiko dan mendefinisikan struktur.

Seperti halnya dalam persyaratan ISO 45001:2018 dan ISO 14001:2015, kedua standar tsb mewajibkan adanya persyaratan konteks organisasi yang terdapat dalam klausul 4.1. Organisasi harus menentukan isu internal dan eksternal yang relevan dan berpengaruh terhadap mereka, seperti pihak yang berkepentingan, kebutuhan dan harapan yang relevan dari pihak berkepentingan, pesaing, sosial, klien, budaya dan hukum. Manajemen risiko merupakan tahap awal untuk continous improvement.

Ruang lingkup manajemen risiko perlu ditentukan seperti menentukan wilayah tanggung jawab dan hubungan antara satu proyek dengan proyek lainnya di dalam organisasi. Kriteria risiko harus disesuaikan dengan jenis dan level risiko yang didasari kegiatan operasional, teknis, hukum dan kriteria lainnya. Selanjutnya aktivitas tersebut dipisahkan ke dalam elemen-elemen sebagai kerangka logis untuk menganalisis dalam penyusunan urutan risiko yang signifikan

2. Identifikasi risiko

Pada tahap ini risiko-risiko yang ada  diidentifikasi untuk kemudian dikelola, baik di dalam maupun di luar organisasi. Selanjutnya dibuat daftar risiko terhadap kejadian-kejadian apa saya yang dapat terjadi dan berdampak pada tiap elemen kegiatan. Gambaran permasalahan yang sedang dihadapi, besaran konsekuensi yang dapat terjadi merupakan variabel penting untuk menentukan level risiko yang ada.

Probabilitas bagaimana dan mengapa konsekuensi dapat terjadi perlu dijabarkan dalam tahap ini. Berbagai skenario  bagaimana proses terjadinya sebuah risiko, dugaan penyebab, termasuk faktor yang mempengaruhi munculnya risiko. Pada tahap ini kita dapat menggunakan checklist, flowcharts, diagram proses maupun hasil dari curah gagasan dari departemen terkait.

3. Analisis risiko

Gambaran identifikasi risiko yang didapat  kemudian dianalisis. Risiko yang signifikan diberikan prioritas dibandingkan risiko yang kecil. Pengendalian yang ada seperti SOP (standard operating procedure) dan sistem teknis dinilai kelebihan dan kekurangannya. Level risiko dihitung dari konsekuensi dan probabilitasnya dengan metode statistik atau melihat data sekunder dari lembaga internasional atau industri sejenis kemudian dibuat estimasinya dengan professional judgement.

Analisis risiko bisa dilakukan secara kualitatif, semi kuantitatif maupun kuantitatif.  Analisis kualitatif berupa skala deskriptif untuk menjelaskan potensi risiko yang diukur seperti risiko rendah, sedang atau tinggi. Pada analisis semi kuantitatif, hasil penilaian kualitatif kemudian diberi nilai. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan nilai numerik. Variabel probabilitas dan konsekuensi kemudian digabung untuk mendapatkan tingkat risiko yang ada. Analisis kuantitatif paling sensitif dibandingkan analisis semi kuantitatif dan analisis kualitatif.

4. Evaluasi risiko

Pada tahap ini risiko dievaluasi untuk membandingkan tingkat risiko yang sudah dibuat dengan kriteria standar yang digunakan. Hasil evaluasi risiko yaitu gambaran seberapa penting risiko yang ada, prioritas risiko yang perlu ditangani, dan kerugian yang mungkin terjadi.

5. Pengendalian / perlakuan risiko

Pada tahap pengendalian risiko mencakup identifikasi dan penilaian alternatif-alternatif pengendalian risiko, analisis pilihan yang ada, rencana pengendalian dan pelaksanaan pengendalian. Pilihan alternatif pengendalian risiko dinilai didasari seberapa besar risiko dapat dikurangi dan seberapa besar keuntungan/kesempatan yang ada dengan mempertimbangkan keberlangsungan operasi yang berlangsung dengan selamat.

Selanjutnya dibuat rencana persiapan pengendalian yang disusun dengan menentukan siapa yang bertanggung jawab, jadwal & waktu, alokasi anggaran, ukuran kinerja dan tempat

6. Pemantauan (monitoring) dan telaah ulang (review)

Pengendalian risiko yang sudah dibuat perlu dilakukan pemantauan secara rutin dan berkala untuk mengetahui efektivitas & perubahan yang bisa terjadi. Perubahan yang terjadi kemudian ditelaah ulang dan dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Tahap ini penting dilakukan untuk memastikan semua proses manajemen risiko berjalan dengan optimal.

7. Komunikasi dan konsultasi

Tahap komunikasi dan konsultasi ini dilakukan kepada pihak internal maupun eksternal termasuk dengan dialog dua arah untuk memastikan risiko yang ada dapat dipahami secara baik dan bagaimana mengendalikan risiko tersebut. Semua pihak perlu memiliki persepsi yang sama terhadap risiko tersebut. Komunikasi dari pimpinan perusahaan/organisasi kepada semua karyawan/kontraktor/stakeholder terkait perlu dilakukan secara periodik pada setiap tahapan / proses manajemen risiko.

Tahapan manajemen risiko digambarkan dalam Gambar di bawah ini.

Proses manajemen risiko (dimodifikasi dari AS/NZS 31000:2009)

Proses manajemen risiko (dimodifikasi dari AS/NZS 31000:2009)

 

Referensi:

  • OHS Body of Knowledge, (2012), Safety Institute of Australia Ltd, Tullamarine, Victoria, Australia

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: