Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A

Abu-Bakar-Ash-Shiddiq
Ilustrasi foto: wikipedia.org
Bagikan

Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Setelah Rasulullah Saw. wafat, kaum muslimin berkumpul di Tsaqifan Bani Sa’idah. Mereka bermusyawarah untuk menentukan orang yang diharapkan dapat menggantikan Rasulullah Saw., memimpin kaum muslimin dan mengurusi perkara mereka. Setelah musyawarah, seluruh kaum muslimin sepakat menunjuk imam shalat mereka di saat Rasulullah Saw. sakit, kepercayaan beliau yang tertua, dan teman setianya di gua, Abu Bakar ra., sebagai khalifah. Ali ra. pun ikut menyepakatinya. la terlambat membaiat Abu Bakar, semata-mata karena perselisihan yang terjadi antara Abu Bakar ra. dengan Fatimah ra., menyangkut warisan Fatimah dari Rasulullah Saw.

Hal-hal Penting yang Dilakukan Abu Bakar Selama Menjabat Khalifah

Pertama, menyiapkan dan menjalankan misi pasukan Usamah.

Setelah tongkat kepemimpinan umat Islam diserahkan kepada Abu Bakar, ia tidak merasa tenang sampai melepaskan pasukan Usamah yang untuk sementara bermukim di sebuah tempat di dekat Madinah, yaitu Dzu Khasyab. ltu dilakukan setelah Usamah mendengar kabar Rasulullah Saw. sakit keras.

Abu Bakar ra. tidak mengindahkan pendapat yang lebih menginginkan pasukan itu dibekukan, karena ada beberapa orang murtad di dalamnya. Juga tidak peduli dengan pendapat yang menginginkan Usamah diganti sebagai panglima.

Abu Bakar ra. keluar dengan berjalan kaki untuk melepas pasukan di bawah pimpinan Usamah. Ketika itu, Usamah bermaksud turun dari hewan tunggangannya, agar Abu Bakar yang naik. Namun, Abu Bakar berkata, “Demi Allah, kamu tidak boleh turun, dan aku tidak akan naik (berkendara).” Abu Bakar mewasiatkan kepada mereka agar tidak berkhianat, tidak menyalahi janji, tidak menyelewengkan harta rampasan, tidak mencincang tubuh manusia, tidak membunuh anak-anak, perempuan, atau orang tua, tidak membakar dan tidak memotong pepohonan, dan tidak menyembelih domba atau unta kecuali untuk dimakan. Beliau juga berkata kepada mereka, “Jika kalian melewati suatu kaum yang sedang melaksanakan ibadah di pura-pura, biarkanlah mereka beserta apa yang dilakukannya.”

Kemudian Al-Ashiddiq ra. berkata kepada Usamah, “Jika engkau mengizinkan, aku ingin Umar memiliki kedudukan di sisiku, sehingga aku bisa meminta pendapatnya dalam mengurusi urusan-urusan kaum muslimin.” Usamah menjawab, “Terserah padamu.”

Usamah pun berangkat. Tidaklah Usamah melewati suatu kabilah yang di dalamnya tersebar kemurtadan, kecuali ia mengembalikannya (ke dalam Islam). Rasa takut meliputi hati-hati mereka. Mereka juga yakin bahwa sekiranya kaum muslimin tidak memiliki kekuatan, mereka tidak akan keluar menuju Romawi di saat seperti ini bersama pasukan sebanyak ini. Dan, Usamah beserta pasukannya juga tidak akan sampai ke negeri Romawi, di mana ayahnya telah dibunuh. Usamah menggempur dan Allah menolong mereka, hingga mereka pun kembali membawa kemenangan yang gemilang.

Kedua, menyiapkan pasukan untuk memerangi orang-orang murtad dan yang tidak mau membayar zakat.

Abu Bakar membentuk sepuluh pasukan. Setiap pasukan diperintahkan menuju arah tertentu. Abu Bakar sendiri memimpin pasukan yang menuju ke Dzil Qissah. Namun, Ali ra. terus membujuknya agar Abu Bakar kembali dan tidak ikut berperang. Ali berkata kepada Abu Bakar yang sedang memegangi tali kekang tunggangannya, “Wahai Khalifah, aku ingin sampaikan kepadamu seperti yang disampaikan Rasulullah Saw. pada Perang Uhud; ‘Masukkan pedangmu dan senangkan kami dengan dirimu.”‘ Abu Bakar pun kembali dan menyerahkan tongkat panglima pasukan kepada yang lain.

Allah Swt. memenangkan kaum muslimin. Jejaring kemurtadan pun terputus. Islam tersebar ke seluruh Jazirah Arab. Dan, kabilah-kabilah pun tunduk menunaikan zakat.

Ketiga, Abu Bakar menyiapkan pasukan Khalid ke Iraq dan mengutus Al Mutsanna ibn Haritsah Al-Syaibani.

Dalam kesempatan itu, mereka berhasil menaklukkan banyak negara dan kembali membawa kemenangan yang gemilang.

Keempat, Abu Bakar berencana menyerang negara-negara Romawi.

Abu Bakar mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk bermusyawarah. Para sahabat mendukung rencana tersebut. Dalam musyawarah itu ia menoleh kepada Ali dan bertanya, “Bagaimana pendapatmu, wahai Abul Hasan?” Ali menjawab, “Aku melihat engkau benar-benar orang yang diberkati, cerdas, dan insya Allah akan ditolong.” Abu Bakar senang mendengar jawaban itu. Dadanya jadi la pang. la pun mengumpulkan umat Islam. Di hadapan mereka ia menyampaikan nasihat dan memotivasi untuk berjihad. Selain itu, ia juga mengirimkan surat kepada para gubernur, memerintahkan mereka hadir. Sehingga berkumpullah kaum muslimin dalam jumlah yang besar, para kabifah-kabilah turut hadir berbondong-bondong.

Abu Bakar membagi pasukan dan menetapkan seorang komandan pada setiap rombongan. Selanjutnya, mereka menuju Syam secara berturut-turut. la juga menunjuk Abu Ubaidah bin AI-Jarrah sebagai panglima besar mereka. Setiap kali komandan akan berangkat, dialah yang melepas dan menasihati agar senantiasa bertakwa kepada Allah, setia dalam bersahabat, mendirikan shafat berjamaah tepat pada waktunya, terus berupaya mensalehkan diri sendiri agar Allah Swt. mensalehkan orang banyak padanya, memuliakan utusan musuh jika datang kepada mereka, dan berusaha mempersingkat jangka waktu kedatangan para utusan agar kembali tanpa mengetahui strategi dan k~kuatan kaum muslimin.

Perjalanan ke Romawi

Kaum muslimin bertolak menuju Romawi. Setibanya di Yarmuk, mereka berkumpul. Dari perkumpulan itu diputuskanlah untuk mengutus seseorang kepada Abu Bakar guna menyampaikan berita tentang jumlah pasukan Romawi yang sangat banyak. Maka, Abu Bakar ra. mengirim surat kepada Khalid bin Walid di lrak, memerintahkannya segera berangkat ke Syam, sekaligus membawa separuh dari jumlah pasukan yang berjaga di perbatasan lrak untuk membantu pasukan Abu Ubaidah. Sementara itu, pasukan yang tersisa di lrak dikomandani AI-Mutsanna bin Haritsah. Abu Bakar juga memerintahkan kepada Khalid bin Walid agar memimpin pasukan yang telah siap di Syam hingga sampai di Romawi.

Bersama kaum musfimin, Khalid bertolak menuju Syam. la juga menufis surat buat Abu Ubaidah. Dalam suratnya Khalid menulis: “Amma ba’d, aku memohon kepada Allah Swt. untuk diriku dan dirimu. Rasa aman saat berlangsungnya hari yang menakutkan serta lindungan di dunia dari segala bentuk keburukan. Telah sampai kepadaku surat Khalifah Rasulullah yang memerintahkan aku datang ke Syam dan bergabung dengan pasukan yang ada di sana. la juga memerintahkanku menjadi panglima perang. Demi Allah, aku tidak pernah meminta itu darinya, tidak pula menginginkannya. Silakan tetap dalam posisimu seperti sebelumnya, kami tidak akan menyalahi dan menyefisihi perintahmu, dan tidak pula memutuskan suatu perkara tanpa dirimu.” Setelah membaca surat Khalid, Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah memberkatimu melalui arahan Khalifah Rasulullah Saw. Semoga Allah senantiasa menghidupkan Khalid dengan apa yang telah diperbuatnya. “Abu Bakar AI-Shiddiq juga mengirim surat kepada Abu Ubaidah. Dalam surat itu ia menulis: “Amma ba’d, aku telah menunjuk Khalid sebagai panglima perang dalam melawan musuh di Syam. Maka, janganlah engkau menyelisihinya. Dengarkan dan taatilah dia, wahai saudaraku. Aku tidak mengutusnya kepadamu karena ia lebih baik di sisiku, tetapi aku menilai ia memiliki ketangkasan dalam berperang di medan yang sulit. Allah selalu menginginkan kebaikan dan keselamatan bagi kita semua dan bagi dirimu.”

Pertemuan Pasukan Muslim & Romawi

Pasukan Muslim dan pasukan Romawi bertemu. Pertempuran sengit tak terhindarkan. Perang tersebut berlangsung selama beberapa waktu, dan kemenangan berpihak pada kaum muslimin. Korban terbunuh di pihak Romawi sangat banyak, sulit dihitung, demikian pula dengan jumlah tawanan mereka.

Ketika peperangan masih berlangsung, Khalid bin Walid menerima sepucuk surat. Surat tersebut mengabarkan bahwa Abu Bakar telah wafat, dan Umar pun dibaiat sebagai khalifah berikutnya. Surat tersebut memerintahkan Khalid melepaskan jabatannya. Dan, selanjutnya panglima perang diserahkan kembali kepada Abu Ubaidah. Namun, Khalid merahasiakan berita tersebut agar pasukan Muslim tetap bersatu. Ketika berita itu sampai kepada Abu Ubaidah, ia juga merahasiakan berita tersebut dan tidak memberitahukan kepada siapa pun, dengan alasan yang sama.

Wafatnya Abu Bakar ra.

Abu Bakar ra. wafat pada tahun ke-13 Hijriah, malam Selasa, tanggal 23 Jumada AI-Tsaniyah dalam usia 63 tahun. la menjabat khalifah selama dua tahun, tiga bulan, dan tiga hari. Jasadnya dimakamkan di rumah Aisyah, di samping makam Rasulullah Saw.

Pelimpahan Khilafah kepada Umar ra.

Beberapa saat sebelum wafat, Abu Bakar ra. bermusyawarah dengan sejumlah pemuka sahabat Rasulullah Saw. yang berkompeten. Di situ ia memberikan pandangannya. Mereka sepakat, setelah Abu Bakar meninggal, jabatan khalifah berikutnya diserahkan kepada Umar bin Khaththab ra. Dengan begitu, Abu Bakar merupakan orang pertama yang melimpahkan jabatan khalifah kepada seseorang. Dan, Umar pun dilantik berdasarkan kesepakatan tersebut.

Ada baiknya jika kita memberikan sedikit penjelasan tentang hal ini:

AI-Thabari, lbnu Al-jauzi, dan lbnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra. khawatir kaum muslimin berselisih setelah kepergiannya. Khawatir mereka tidak mencapai kata sepakat satu sama lain. Maka, ketika sakitnya semakin parah, Abu Bakar mengundang mereka untuk menentukan khalifah sepeninggalnya. la ingin permasalahan ini sefesai ketika dirinya masih hidup, dan hasilnya pun diketahui olehnya.

Namun, pada waktu yang sangat singkat itu, kaum muslimi.n belum memiliki kata sepakat soal orang yang akan menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah setelah kepergiannya. Mereka tetap menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada Abu Bakar. Mereka berkata kepada Abu Bakar, “Pendapat kami adalah pendapatmu.” Maka, sejak itu pula Abu Bakar meminta pendapat dan pandangan sejumlah pemuka sahabat, satu per satu. Melihat mereka lebih cenderung kepada Umar, ia pun keluar menuju khalayak dan memberi tahu mereka bahwa dirinya tidak memiliki kekuatan lagi untuk menyeleksi orang terbaik yang akan memimpin mereka setelah kepergiannya. Pun bahwa dirinya telah mencalonkan Umar sebagai khalifah mereka.” Maka, mereka pun menjawab, “Kami dengar dan kami taat.”

Dasar Penunjukan Umar sebagai Khalifah

Terkadang sebagian orang mengira, pengangkatan khalifah dengan cara seperti ini mirip dengan hanya memilih satu orang, jauh dari prinsip syura (musyawarah) yang seharusnya menjadi pegangan ahl alhill wa alaqd (eksekutif dan legislatif) kaum muslimin.

Akan tetapi, jika diperhatikan lebih dalam, kita akan melihat inti dari system tersebut dibangun atas dasar musyawarah oleh ahl al-hill wa al-aqd (eksekutif dan legislatif). Abu Bakar tidak menunjuk orang tertentu, kecuali setelah meminta pendapat dari para pemuka sahabat. Mereka semua lebih cenderung menilai Umar yang lebih pantas menduduki jabatan tersebut. Selain itu, penunjukan Umar bukanlah keputusan yang bersifat final dan mengikat, kecuali setelah Abu Bakar berpidato di hadapan para sahabat dan menanyai mereka. Mereka semua menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Artinya, pengangkatan itu tidak dilakukan, kecuali setelah kaum muslimin sepakat bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar adalah sah dan tidak bertentangan dengan syariat. Maka, semua itu termasuk dalil ijma’ terkait dengan sahnya suatu kepemimpinan yang dilakukan melalui perjanjian dan proses penunjukan, tentunya dengan syarat sesuai syariat yang menjadi pegangan bersama.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: