Kedermawanan Dibalik Khamr dan Perjudian

Kedermawanan Dibalik Khamr dan Perjudian
Ilustrasi foto: id.quora.com
Bagikan

Kedermawanan Dibalik Khamr dan Perjudian

Tahukah Anda mengapa pada masa jahiliyah, pohon anggur biasa disebut al-karam yang bermakna kedermawanan. Adapun khamar (miras) yang terbuat anggur dinamakan bintul karam atau putri kedermawanan?

 

Di antara sekian banyak keburukan orang-orang Arab jahiliyah (pra Islam), tersimpan sejumlah kebaikan. Salah satu yang sangat menonjol adalah sikap dermawan. Bahkan, bagi mereka kedermawanan adalah kehormatan. Adapun sifat kikir adalah aib yang tidak termaafkan.

Adalah satu kelaziman manakala ada tamu yang datang ke rumahnya pada musim dingin yang membeku, di tengah kelaparan yang menimpa, bahkan dalam kondisi tidak memiliki apa-apa selain seekor unta betina sebagai harta yang tersisa.

Karena getaran kemurahan hati yang menggema di dada, menjadikan mereka tidak ragu untuk mempersembahkan hidangan istimewa buat sang tamu, lantas disembelihlah unta satu-satunya tersebut.

 

Agar bisa memberi dan berbagi, mereka pun rela melakukan hal-hal yang dianggap tercela. Dua di antaranya adalah minum khamr dan berjudi. Yang mana, kedua hal ini akhirnya menjadi budaya di tengah masyarakat.

Apa hubungan antara minum kharm dan judi dengan kedermawanan? Syeikh Al-Mubarakfury menjelaskan bahwa orang-orang jahiliyah biasa berbangga diri saat meminum khamr (miras).

Kebanggaan ini bukan pada saat meminum khamr-nya, melainkan karena saat itulah momen paling mudah untuk menunjukkan pemborosan. Yang mana, hal ini dianggap sebagai bentuk kedermawanan.

Bukanlah pada saat sedang mabuk orang menjadi lupa diri? Sehingga, dia bisa dengan mudahnya membagi-bagikan harta kepada siapapun yang ditemuinya.

Karena hal ini pula, pada masa jahiliyah pohon anggur biasa disebut al-karam yang berarti kedermawanan. Adapun khamr yang terbuat dari buah anggur biasa disebut bintul karam atau putri kedermawanan.

 

Bagaimana dengan perjudian? Lagi-lagi motivasi kedermawanan sebagai pemicunya. Berjudi ketika itu menjadi sarana untuk mencapai kedermawanan.

Keuntungan yang didapat dari berjudi mereka gunakan untuk bersedekah, menjamu tamu dan memberi makan orang-orang miskin.

Semakin besar keuntungan yang didapat dari perjudian, semakin besar nominal yang akan didermakan. Semakin banyak pula orang yang mendapatkan bagian.

Itulah mengapa, pada saat turun surat Al-Baqarah (2) ayat 219, Al-Quran tidak menggunakan redaksi yang mengingkari manfaat minum khamr dan berjudi. Redaksi yang digunakan Al-Quran adalah sebagaimana berikut:

 

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ

 

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya’ …”

 

Setelah Islam datang, sifat kedermawanan dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari diatur sedemikian rupa, sehingga lebih membawa kemaslahatan bagi dunia dan akhirat mereka.

 

📝 … Disarikan dari Ar-Rahîq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah), karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: