Biografi Sahabat Zubair bin Awwam

Biografi Zubair bin Awwam – Penunggang Kuda yang Hebat
Ilustrasi foto: fatihsyuhud.net
Bagikan

Al Zubair Ibn Awwam – Penunggang Kuda yang Hebat

(Dikutip dari: Muhammad Raji Hasan Kinas. 2012. Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Penerbit Zaman: Jakarta, 930-937)

Al-Zubair ibn Awwam seorang sahabat dari suku Quraisy keturunan Bani Asad. Ayahnya al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad. Ibunya adalah Shafiyah bint Abdul Muthalib, paman Rasulullah. Dengan begitu, Zubair ibn Awwam adalah putra paman Rasulullah sekaligus putra saudara Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah. Ibunya kerap menyapa Zubair dengan panggilan Abu al-Thahir—merujuk pada saudara sang ibu, al-Zubair ibn Abdul Muthalib. Panggilan lainnya adalah

Abu Abdullah—Abdullah adalah putranya dari Asma bint Abu Bakr al-Shiddiq. Istrinya itu sendiri digelari “Pemilik Dua Ikat Pinggang”—karena ia pernah membawakan bekal dan makanan untuk Nabi saw. dan Abu Bakr dalam perjalanan hijrah mereka dengan menyobek ikat pinggangnya menjadi dua. Zubair masuk Islam di masa-masa awal dakwah Nabi saw., setelah Abu Bakr al-Shiddiq. Ada yang bilang, ia adalah orang keempat atau kelima dari kelompok orang yang pertama memeluk Islam.

Zubair, yang saat masuk Islam sewaktu anak-anak, pernah disiksa oleh pamannya sendiri dengan cara dikurung di sebuah ruangan, kakinya diikat, dan kemudian pamannya itu membuat perapian hingga kepulan asap membuatnya sesak. Pamannya itu tak suka Zubair mengikuti agama Muhammad. Tetapi Zubair kukuh dalain keyakinaiinya. la mengatakan bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan Islam selama-lamanya.

Tidak hanya Zubair, kaum muslim Iain pun mendapat siksaan dan tekanan dari kaum Quraisy. Ketika siksaan orang Quraisy kepada kaum muslim semakin menjadi-jadi, Rasulullah mengizinkan mereka berhijrah ke Abisinia dan melanjutkan dakwah Islam di negeri itu yang rajanya tidak menganiaya siapa pun. Zubair termasuk dalam rombongan Muhajirin pertama ke Abisinia. Di negeri itu mereka hidup nyaman dan bahagia. Mereka dapat menjalankan ibadah dengan tenang tanpa gangguan dari siapa pun. Raja Najasi berlaku adil dan tidak membeda-bedakan perlakuan kepada semua rakyatnya, termasuk kepada para pencari suaka dari Makkah. Di negeri itu kaum muslim menata kehidupan baru yang baik dan damai.

Ummu Salamah menuturkan, “Muncul seorang laki-laki Abisinia yang memimpin pemberontakan untuk menggulingkan Raja Najasi. Tentu saja kami merasa sedih dan khawatir. Kami takut pemberontak itu menang dan berhasil membunuh Raja Najasi sehingga kami berada di bawah kekuasaan seorang yang zalim dan memperlakukan kami dengan buruk.”

Raja Najasi membawa pasukannya untuk memadamkan pemberontakan. Hanya saja, kami tidak mengetahui jalannya peperangan karena terhalang oleh sungai Nil yang lebar. Mengetahui kejadian ini, salah seorang sahabat Rasulullah saw. berkata, “Siapakah (di antara kalian) yang bersedia mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dan memberitahukannya kepada kita?”

Zubair ibn Awam menjawab, “Biar aku saja.”

Mereka kaget dan serentak berkata, “Kau?”

Zubair ibn Awam adalah sahabar yang paling muda di antara kaum Muhajirin Abisinia. Mereka meniupkan ghirbah (wadah air dari kulir) dan mengikatkannya di dada Zubair. Kemudian Zubair berenang ke repi sungai Nil tempat berlangsungnya peperangan.

Kami berdoa kepada Allah agar Raja Najasi memenangkan peperangan dan menghancurkan musuhnya. Dalam keadaan seperti itu kami yakin apa yang harus terjadi pasti terjadi. Setelah cukup lama menunggu, Zubair datang tergesa-gesa, kemudian berkata, “Bergembiralah karena Raja Najasi menang. Allah telah menghancurkan musuhnya dan mengokohkan kekuasaan atas negerinya.”

Kami sungguh bergembira saat itu. Raja Najasi kembali memerintah negeri Abisinia dengan aman. Kami hidup tenteram dalam lindungannya sampai kami kembali pulang menghadap Rasulullah saw. ketika beliau masih berada di Makkah.”

Abu Said al-Asyuj meriwayatkan dari al-Nadhar alias Abu Abdurrahman ibn Manshur al-Inziy dari Uqbah ibn Alqamah al-Yasykuri dari Ali ibn Abu Thalib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Thalhah dan Zubair bertetanggan di surga.”

Zubair termasuk dalam kelompok enam, delapan, dan sepuluh orang. Kelompok enam adalah enam sahabat yang ditunjuk oleh Khalifah Umar untuk merundingkan siapa orang yang layak meneruskan kekhalifahan setelahnya, kelompok delapan adalah ahabat yang paling pertama memeluk Islam, dan kelompok sepuluh adalah sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga. Tentu saja itu keuntungan dan kemuliaan yang sangat berharga bagi Abu Abdullah.

Setelah Muhajirin Abisinia kembali ke Makkah, Zubair menikah dengan Asma bint al-Shiddiq, dan tak lama kemudian kaum muslim hijrah ke Yatsrib. Zubair ikut serta dalam rombongan Muhajirin Yatsrib bersama Asma yang saat itu sedang mengandung Abdullah.

Zubair dikenal sebagai penunggang kiida yang sangat hebat. la berada di barisan depan para pemberani. Dialah orang pertama yang menghuniis pedang dalam Islam. Dia pernah mendengar bisikan setan—sebagaimana diceritakan dalam Hilyat al-Aiiliyd—yang menyebutkan bahwa Rasuluilah diculik sehingga Zubair langsung keluar sembari mengancam khalayak dengan pedangnya. Padahal saat itu Nabi saw. sedang berada di sebuah bukit di pinggiran Makkah. Saat mendengar kabar itu Nabi saw. bergegas menemuinya dan berkata, “Apa yang terjadi padamu, Zubair.”

Zubair menjawab, “Aku mendengar kabar bahwa Paduka diculik.” Maka, Nabi menenangkannya seraya berdoa untuknya dan pedangnya.

Dan, di Makkah, Rasuluilah mempersaudarakan Zubair dengan Abdullah ibn Mas’ud, sementara di Madinah saudaranya dari kalangan Anshar adalah Salmah ibn Salamah ibn Waqsy.

Ibn al-Atsir’ meriwayatkan dari Abu Yasir Abdul Wahab ibn Abu Hibbah dengan sanad yang tersambung kepada Abdullah ibn Ahmad dari ayahnya dari Zakariya ibn Adi dari Ali ibn Mashar Hisyam ibn Urwah dari bapaknya dari Marwan bahwa suatu ketika Utsman terserang mimisan sehingga ia terlambat berhaji, dia pun berwasiat, lalu masuklah seorang Quraiys dan berkata, “Carilah pengganti.”

Utsman berkata, “Apakah mereka berkata seperti itu?”

“Ya”

Utsman kembali bertanya, “Siapakah yang layak menjadi pengganti?” Laki-laki terdiam. Lalu masuk laki-laki lain, dan berlangsung percakapan seperti yang pertama, tetapi kali ini Utsman menyebut sebuah nama: “bagaimana dengan Zubair ibn Awwam ? ”

Lelaki itu berkata, “Baiklah.”

Utsman berkata, “Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sejauh yang kutahu, ia adalah orang yang sangat baik dan sangat mencintai Rasulullah.” Zubair menuturkan bahwa di hari pengepungan Bani Quraizhah, Rasulullah saw. bersumpah dengan menggunakan frasa yang menghimpun diriku dengan orangtua beliau, “Demi ayahku dan demi ibuku.”

Ali ibn Abu Thalib r.a. mengutip ucapan Rasulullah saw., “Setiap nabi memiliki penolong, dan penolongku adalah Zubair ibn Awwam.”

Zubair bersama kaum muslim ikut dalam Perang Badar, dan dalam peperangan itu ia mengenakan surban kuning. Ada yang mengatakan bahwa ketika itu malaikat turun dalam rupa Zubair. Dalam peperangan iru kaum muslim dikagetkan oleh kemunculan seorang penunggang kuda Quraisy yang berperang gagah berani. Prajurit itu mengenakan baju zirah yang menutup sekujur tubuhnya, kecuali dua lubang kecil untuk melihat. Beberapa kaum muslim mencoba menjatuhkannya tetapi tidak berhasil. Maka, Zubair bangkit dan menyiapkan tombaknya lalu mendekati penunggang kuda itu dan ia lemparkan tombaknya persis di antara dua lubang pada pelindung kepala prajurit itu hingga ia jatuh tersungkur. Ternyata orang yang mengenakan baju zirah itu adalah Ubaidah ibn Sa‘d ibn al-Ash, seorang Quraisy. Satu persatu beberapa orang Quraisy lain jatuh menyusur tanah seperti Ubaidah sehingga akhirnya pasukan musyrik mundur dari medan perang.

Ziibair mengikuti semua peristiwa penting bersama Rasulullah. la ikut serta dalam Perang Uhud, Khandaq, Perjanjian Hudaibiah, dan juga Perang Khaibar. Dalam perang Khaibar, Zubair menjaruhkan seorang penunggang kuda Yahudi yang bernama Yasiron saudara Marhab. Setelah penaklukan Makkah, Zubair ikut serta dalam Perang Hunain bersama pasukan Muslim lain, dan kemudian mereka bertolak ke Taif.

Dalam hadis riwayat Ibn Abbas dikarakan bahwa suatu ketika bukit Hira berguncang mengagetkan orang yang ada di atasnya. Maka, Rasulullah bersabda, “Tenanglah, karena di atas sini ada Nabi, orang tepercaya, dan syahid.”

Ketika itu, Nabi saw. berada di atas bukit bersama Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman, Sa‘d, dan Said ibn Zaid.

Ketika turun firman Allah surah al-Takatsur ayat delapan, Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu), Zubair berkata, “Wahai Rasulullah, nikmat apakah yang kelak akan dipertanyakan kepada kami, adakah itu kurma dan air?”

Nabi saw. bersabda, “Semua itu pasti akan dipertanyakan.”

Suatu waktu Zubair bepergian bersama Rasulullah. Saat beliau beristirahat sejanak, Zubair menjaganya. Saat beliau terbangun, dan berkata kepada Zubair, “Wahai Abu Abdullah, apakah kamu tidak beranjak dari tempatmu?”

“Tidak. Demi ayah, ibu, dan engkau, wahai Rasulullah.”

Nabi saw. bersabda, “Bersamaku Jibril mengucapkan salam kepadamu. Dia bilang bahwa aku bersamamu pada hari kiamat, dan aku juga akan menjagamu dari keburukan neraka.”

Beberapa kali Zubair membawa putranya Abdullah menuju medan perang agar ia tumbuh menjadi lelaki pejuang. Zubair sangat menyayangi putranya dan ingin agar ia tumbuh menjadi miijahid yang mencinrai Allah dan Rasul-Nya. la juga dikenal sangat dermawan. la punya 1.000 orang pembanru yang memberikan hasil perkebunan untuk Zubair. Tidak sedirham pun yang masuk ke rumahnya. Semuanya disedekahkan demi kepentingan Allah dan Rasul-Nya.

Urwah ibn Zubair menuturkan bahwa Aisyah r.a. berujar kepadanya: “Ayahmu termasuk orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Bagi orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.

Setelah Rasulullah saw. wafat, kemuliaan dan keistimewaan Zubair mendapat tempat tersendiiri di hari para sahabat utama. Sebagai contoh, ketika Amr ibn al-Ash memimpin pasukan untuk menaklukkan Mesir, ia mengajukan permohonan agar Khalifah Umar mengirimkan tambahan pasukan. Khalifah memenuhi permohonannya dan mengirimkan sepucuk surat, “Aku telah kirimkan kepadamu empat ribu prajurit, bersama empat orang pemimpin yang masing-masing setara dengan seribu pasukan.” Umar r.a. Keempat orang itu adalah Zubair ibn Awwam, Ubadah ibn Shamit, Miqdad ibn Aswad, dan Maslamah ibn Makhlad. Tentu saja itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi keempat sahabat itu. Seperti itulah Khalifah Umar memuliakan para sahabatnya, termasuk Zubair ibn Awwam.

Ibn al -Atsir menuturkan dalam Asad al Ghabah bahwa Zubair ikut serta dalam Perang Jamal untuk memerangi Ali. Dalam sebuah suatu kesempatan, Ali memanggilnya, dan Zubair segera menghadap seorang diri. Ali berkata kepada Zubair, “Masih ingatkah kau ketika kita bersama Rasulullah? Beliau melihat kepadaku, beliau tertawa, dan engkau pun tertawa. Saat itu kau berkata: ‘Ibn Abu Thalib tidak meninggalkan candaannya.’ Rasulullah lain bersabda, ‘Bukan gurauan, kelak kau akan memeranginya, dan kau bertindak aniaya terhadapnya.’ Znbair pun ingat peristiwa itu sehingga ia keluar dari peperangan, dan berhenti di lembah al-Siba, lalu mendirikan shalat. Ketika itu, datanglah Ibn Junnuz yang kemudian membunuhnya.

Sambil membawa pedang milik Zubair, Ibn Jurmuz datang menghadap Ali, tetapi Ali malah berkata, “Sampaikan kepada orang yang membunuh Ibn Shafiyah (Zubair) ancaman neraka. Zubair terbunuh pada hari Kamis 10 Jumadil Ula, tahun 36 Hijrah. Ada pendapar yang mengatakan bahwa Ibn Jurmuz meminta izin untuk menemui Ali, tetapi Ali tidak mau bertemu. Ali mengatakan, “Aku tidak memberinya izin, dan kabarkan kepadanya bahwa ia akan mendapatkan neraka.”

Ibn Jurmuz sendiri bercerita, “Aku mendatangi Ali sambil membawa kepala Zubair dengan harapan ia akan bangga. Tapi, saat aku datang ia malah menyampaikan ancaman neraka kepadaku. Sungguh sebuah kabar dan hadiah yang sangat mengenaskan.”

Sebagian mengatakan bahwa ketika Ibn Jurmuz mendengar ucapan Ali, ia langsung beranjak pergi dan membunuh dirinya sendiri. Dengan begitu, ia benar-benar mendapat kerugian di dunia dan akhirat.

Perang Jamal yang melibatkan Ali dan Zubair dalam posisi berhadapan membuat Asma bint Abu Bakr, istri Zubair, sangat berduka, karena keduanya termasuk di antara sepuluh sahabat yang dijamin surga. Semoga Allah memberi rahmat kepada Zubair ibn Awwam dan juga Asma. Semoga Allah memberi keduanya sebaik-baik ganjaran.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: