Anakku Cerebral Palsy

Anakku Cerebral Palsy
Ilustrasi foto: scarymommy.com
Bagikan

Anakku Cerebral Palsy

Oleh: Yoga Budhi Santoso

Tanggal 7 Oktober 2010 adalah hari yang sangat membahagiakan bagi kami. Hari Itu Alloh karuniakan untuk kami seorang putri yang kami namai Taqiya Shadida, sebuah nama yang telah jauh kami persiapkan untuknya. Alhamdulillah, Alloh lancarkan persalinannya dan Taqiya lahir dengan kondisi yang sempurna. Hari kedua setelah persalinan, Istri dan Taqiya sudah diizinkan pulang, dan Dokter menyarankan tiga hari kemudian untuk kontrol lagi.

Merasa Kondisi Taqiya yang baik, saya sebagai ayah merasa sangat senang dan tenang, namun jadi “agak” abai terhadap saran dokter untuk kontrol lagi setelah tiga hari. Sebetulnya saya bukan benar-benar abai, saya berencana, nanti aja kontrolnya sekalian cek perkembangan dengan seorang Konsultan Syaraf Anak di tempat saya bekerja. Waktu itu saya bekerja di sebuah klinik tumbuh kembang anak dan part time di rumah sakit. Sayangnya dokter tersebut sedang keluar Negeri, jadi saya belum bisa membawa Taqiya untuk cek ke dokter. Saya berpikir karena kondisi Taqiya baik-baik saja, tidak mengapa ditunda konsulnya sampai dokternya pulang.

Ketika di rumah Taqiya terlihat seperti bayi yang anteng, ia jarang menangis dan lebih banyak tidur. Saya tidak sadar jika ini salah satu gejala jika Bilirubin anak mulai tinggi. Memang di hari ke lima Taqiya terlihat mulai agak kuning badannya, namun saya tetap abai. Sampai ketika tepat di hari Aqikahnya, istri menelepon saya yang ketika itu saya sedang bekerja di rumah sakit. Istri menyampaikan kalau Taqiya semakin banyak tidur dan matanya kuning sekali. Saya segera meminta istri untuk ke kelinik terdekat. Di klinik tersebut Taqiya dicek kadar bilirubinya, ternyata hasil tes membuat kami terkejut, karena sudah berada di angka 24,58.

Klinik tersebut menyarankan agar Taqiya dirawat di Rumah Sakit yang memiliki alat sinar UV yang bisa menyinari tubuh anak dari atas dan bawah, karena kadar bilirubinnya sudah sangat tinggi. Kami berusaha menghubungi rumah sakit besar yang lebih dekat ke rumah, namun sayangnya alat tersebut tidak ada. Alhamdulillah, ternyata di rumah sakit tempat saya bekerja ada alat tersebut, sehingga sorenya kami berangkat naik ambulan dari klinik menunju Rumah Sakit.

Sampai di sana Taqiya segera dibawa ke ruang perinatology untuk disinar, semua bajunya di buka dan matanya di tutup. Setelah itu saya dan istri diajak berbicara oleh dokter anak, Beliau menyarankan agar Taqiya segera diupayakan untuk transfusi ganti, hal ini dilakukan agar jangan sampai anak kejang, karena kadar bilirubin yang sudah sangat tinggi. Sayangnya waktu itu, Taqiya sudah “puput” atau sisa talipusarnya sudah lepas, sehingga transfusi harus dilakukan lewat operasi vena. Namun, karena sudah cukup malam, dokter menyarankan besok saja hal itu dilakukan. 

Malam itu saya dan istri merasa sangat sedih, galau, dan saya merasa sangat-sangat bersalah atas kelalaian saya. Kami hanya bisa berdoa semoaga Alloh menurunkan segera kadar bilirubinnya. Kami pun mencoba mehubungi orang tua kami, saudara dan teman, untuk sekedar meminta doa, Kami tidak tahu dari mulut siapa doa itu diijabah dan kami berharap ada salah satu orang yang doanya yang makbul.

Paginya, sebelum rencana transfusi ganti Taqiya cek  bilirubin ulang, dan MasyaAlloh, Alhamdulillah, kadar bilirubin Taqiya sudah turun di angka 13, sehingga transfusi ganti tidak perlu dilakukan. Hari-hari berikutya Alhamdulillah Kondisi Taqiya semakin membaik, dan setelah hari ke tiga Taqiya diizinkan untuk pulang.

Setelah beberapa hari di rumah, Istri memilih untuk menghabiskan cuti melahirkan di rumah orang tua di Garut Selatan. Kurang lebih 2 bulan lebih Taqiya dan istri tinggal di sana. Selama istri di Garut, saya berusaha melungkan untuk pulang 1 minggu atau 2 minggu sekali. Setiap pulang ke garut ada satu hal yang rutin saya lakukan, yaitu mengukur lingkar kepala Taqiya. Hal ini saya lakukan karena, saya pernah dengar jika darah maksimal bisa mengangut kadar bilirubin 20 dan jika lebih maka akan mengendap di otak dan dapat mengambat pertumbuhan otak atau bahkan mengakibatkan cedera otak. Taqiya waktu itu kadar bilirubinya 24,58, sehingga ada ia punya faktor sisiko untuk jadi cerebral palsy (CP). Dari minggu ke minggu saya agak hawatir, karena jika dilihat dari grafik perkembangan otaknya, Lingkar kepala Taqiya yang awalnya ada di posisi garis normal tengah, nampak makin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan otaknya tidak secepat pertambahan umunya dan itu membuat saya makin hawatir.

Setelah masa cuti melahirkan habis, saya menjemput istri dan Taqiya untuk pulang ke Bandung. Hal pertama yang saya pikirkan adalah segera membawa Taqiya untuk konsultasi ke kosultan syaraf anak. Setelah membuat janji, akhirnya saya bisa membawa Taqiya untuk diperiksa, dan dokter waktu itu mediagnosis Taqya mengalami cerebral palsy. Ternyata waktu itu di umur 3 bulan leher Taqiya sudah spastis/kaku. Ketika dianggkat badannya dari posisi telentang, lehernya tegak, dan saat ditengkurepkan Taqiya tidak bisa menoleh ke sebalah kiri karena lehernya sudah mulai kaku.

Dokter menyarankan agar dilakukan CT-Scan dan tes Bera, untuk memastikan apakah Taqiya hanya CP atau disertai gangguan lainnya. Saya pun segera melakuka hal yang disarankan dokter, karena saya tahu anak dengan CP seringkali disertai gangguan penyerta lainya, bisa gangguan pendengaran, gangguan pengelihatan, keterbelakangan mental/diabilitas intelektual, epilepsi dan yang lainnya. Saya berpikir semakin dini diketahui hambatan lainnya maka kemuninkan Taqiya untuk mendapatkan intervensi yang tepat dan segera dapat dilakukan.

Alhamdulillah Hasil Tes Bera menujukkan pendengarannya baik, namun hasil CT Scan, membuat saya benar-benar shock. Hasil CT Scan memberikan kesimpulan Taqiya mengalami pengecilan volume otak dan penutupan ubun-ubun lebih dini. Sontak hal ini membuat saya dan istri sangat bersedih, terlebih ketika dijelaskan oleh dokter anak bahwa rongga untuk otak Taqiya berkembang sudah sangat kecil. Langsung tebayang di kepala saya, mungkin Taqiya dengan volume otaknya yang kecil, kedepan akan mengalami keterbelakangan mental.

Hari-hari awal Taqiya didiagnosa CP adalah hari-hari yang menyedihkan, campur aduk antara perasaan merasa bersalah dan cemas akan kondisi Taqiya ke depan. Hampir jika ada orang yang bertanya kondisi Taqiya, kami sulit menahan kesedihan dan menitikan airmata.

Sampai di suatu titik, akhirnya Saya berkata pada Istri, “Yang.., kita cukupkan sedih dan nangis-nangisnya seminggu aja, kedepan kita syukuri aja setiap perkembangan Taqiya”. Ikhlas dan meperbanyak doa akhirnya membuat kami lebih tenang. Saya saat itu sangat percaya bahwa Alloh yang maha besar yang sanggup menahan dua lempengan bumi agar tidak bergeser, pasti mampu menahan dua lempeng tulang tengkorak kepala agar tidak segera menutup, dan berdoa walaupun lingkar kepalanya kecil semoga Alloh memberikan isinya banyak, dan saya yakin itu mudah bagi Alloh.

Saya sangat sadar, anak-anak dengan CP memerlukan terapi yang sangat intensif dan membutuhkan biaya yang besar, sedangakan di tahun pertama pernikahan Saya dan Istri masih belum benar-benar kuat secara finansial. Kami masih tinggal di kontrakan kecil dan keuangan difokuskan untuk saya menyelesaikan kuliah. Pilihan saya ada dua: 1) Keluar uang  banyak atau 2) waktu banyak. Saat itu saya berpikir, Jika saya santai saat sekarang maka saya akan sibuk selamanya, karena Ketika Taqiya tidak berkembang baik, maka badannya semakin besar, dan mungkin tidak bisa jalan dan kita orang tuanya semakin tua dan lemah, pasti kedepan akan sangat sulit jika kami tidak benar-benar besunguh-sungguh dalam menangi Taqiya.

Akhirnya kami putuskan memilih keluar waktu banyak, sehingga saya dan istri berunding untuk menentukan siapa diantara kita yang keluar kerja. Akhirnya kami memutuskan, saya yang keluar kerja, karena waktu itu saya bekerja di dua tempat, sehingga masih bisa part time di rumah sakit. Petimbangan lainnya adalah bahwa saya sudah biasa menangani anak berkembutuhan khusus. Alhamdulillah dengan begitu Taqiya bisa intensif terapi, 3-5 kali seminggu fisio terapi di rumah sakit, dan saya bisa mengulang 3-5 kali sehari di rumah.

Perjuangan untuk makan.

Bagian yang petama spastis pada Taqiya adalah lehernya, dan ini berpengaruh pada keterampilan Taqiya dalam menelan. Akhirnya saya berkonsultasi dengan terapis wicara untuk mengetahui teknik untuk mengajari Taqiya menelan. Ternyata Taqiya harus dibantu ditekan panggkal lidah agar bisa menelan. Tentusaja setiap kegiatan makan menjadi kegiatan yang mengharukan. Saat saya meyuapi Taqiya, Taqiya pasti menangis dan Nampak kesakitan, dan tidak hanya itu tapi tidak jarang istri pun menangis karena tidak tega melihat ayahnya “memaksa” taqiya untuk menelan. Berat, namun tetap harus dilakukan.  

Tidak fokus di motorik saja.

Saya sering mengamati para orang tua yang memiliki anak dengan CP, mereka fokus di motorik. Banyak yang berpikir yang penting bisa duduk dulu, bisa jalan, Padahal anak kita perlu stimulasi di semua aspek perkembangannya. Terlebih waktu itu Taqiya memiliki potensi untuk keterbelakangan mental, karena pengecilan volume otaknya. Saya memutar pikiran, bagimana agar di umur Taqiya yang baru sekitar 4 bulan dengan kondisi motorik yang terhambat, Taqiya tetap terstimulasi aspek lainya terutama aspek kognitifnya. Alahamdulillah Alloh memunculkan ide di kepala saya, intinya adalah setiap saya bersama Taqiya saya harus membuat Taqiya berpikir, dengan memberikan problem solving sederhana walau umurnya masih 4 bulan dan perkembangan motoriknya belum baik. Saya melakukan berbagai hal untuk “mejaili” Taqiya agar ia berpikir, mulai dengan memasang gigitan bayi dekat mata agar dia tidak nyaman dan ingin memindahkannya, mengikat tangan Taqiya dengan memasang jepit jemuran di ujung bajunya agar ia berpikir bagimana cara melepaskannya, memasukan bola ke dalam baju, menutupnya wajahnya dengan kain, dll. Intinya saya ingin Taqiya sering menggunakan otaknya untuk berpikir. Ketika dia nangis karena tidak nyaman, sebetulnya dia sedang berusaha menggunakan otaknya untuk berpikir bagimana menghilangkan sesuatu yang membutanya tidak nyamam tersebut. Tidak hanya itu Saya pun memperbanyak pengalaman sensori pada Taqiya, agar kulitnya merasakan berbagai tekstur yang menjadi informasi bagi otaknya. Saya sering menunjukkan kartu gambar dan menyebutkannya, entah masuk atau tidak, yang dipikiran saya hanya ingin berusaha memberikan sebanyak mungkin informasi dan berharap berharap ada yang bisa ia terima.

(Baca juga: Abyan, Pejuang Cerebral Palsy Cilik (Bag.1))

Setelah 4 bulan fisio terapi intensif di rumah sakit dan diulang di rumah, Alhamdulillah Taqiya akhirnya kemampuan motoriknya berkembanga cepat, demikian juga lingkar kepalanya mengali perkembangan.  Ketika umur 8 Bulan keterampilan motoriknya hampir setara dengan anak lain diusianya. Namun dalam aspek bahasa masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Akhirnya Ketika Taqiya mulai bisa duduk saya mulai mengajar Taqiya dengan metode ABA dan saya lakukan sendiri. Saya memilih ABA, karena ABA sangat terstruktur dan terukur, kita bisa dengan mudah menentukan seberapa berkembang anak kita jika dibandingkan dengan sebelum diinterfensi. Alhamdulillah setelah saya menjalankan pembelajaran dengan metode ABA, perkembangan bahasa reseptifnya mulai berkembang cepat, Taqiya bisa mengelopokkan benda, mulai paham instruksi, bisa menunjuk anggota tubuh dengan benar walau ia belum bisa bicara satu patah katapun.

Walau Taqiya sudah mulai paham, namun Istri tetap cemas karena Taqiya tidak juga kunjung bisa berbicara di saat anak lain diusianya sudah bisa bicara. Namun, Alhamdulillah setelah umur Taqiya hampir dua tahun, Taqiya tiba-tiba bisa bicara, Taqiya lansung bisa bicara dengan jelas dan sangat banyak perbendaharaan kosa katanya. Hampir semua objek di kartu gambar, gambar-gambar benda di buku yang sering saya tunjukkan, Taqiya hafal semuanya, bahkan ia sudah bisa hafal 12 warna. Kami sangat bersyurkur dengan perkembangan Taqiya saat itu. Saat umur Taqiya, 4 tahun saya datang ke psikolog untuk lakukan psikotes pada Taqiya. Alhamdulillah ternyata hasilnya sangat tinggi, IQ Taqiya 139. Jauh di luar bayangan saya saat ia masih bayi dan didiagnosis CP dengan pernah mengalami pengecilan otak.

Alhamdulillah sekarang Taqiya sudah sekolah di kelas 4 SD, dan prestasinya cukup baik.

“Anak kita tidak akan diminta pertanggungjawaban ketika mereka tidak juga menunjukkan perkembangan ketika diajarkan, tapi kita orang tua akan diminta pertanggungjawaban diharapan Alloh ketika tidak mengajarkan mereka”

Ikhlas-Doa-Ikhtiar maksimal dan syukuri setiap sedikit apapun perkembangannya, mudah-mudahan itu bisa memudahkan kita para orang tua untuk lebih tenang dan bahagia bersama anak-anak berkebutuhan khusus kita.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: