The Power of Emak-Emak
The Beginning From The Power of Emak-Emak
Oleh: Ust.Deni Prasetio, SKM
“Istri ane beberapa kali ke Raudhah gak ngomong ke ane, bang” curhatan Agus ke saya. Ini gak bener, kalian para istri harus tau dan camkan baik2 pernyataan ini :
Tugas terbesar seorang istri adalah mendidik anak
Tugas terberat seorang istri adalah taat kepada suami
Siti Winarni, Hani Nurhandayani, Inayati Syamani, Nursalamah, Titik Haryanti, Sita Nurbaiti, Eka Sukawati, Nurhalita Dini, Feranita, dan Lina Sari, bentar diinget2 dulu siapa lagi yang pernah ketemu muka ama saya di kampus. Irma, Eni, Rahma, Lela, Rina, Nurlela, Ratih, Novi, Karmilia, dan emak2 yang pernah komen. Hapalkan baik2 dua kalimat diatas !
Tugas terbesar istri bukan mengandung dan menyusui karena sapi, kambing, kuda dan kucing juga bisa. Sesuatu yang bisa dikerjakan oleh mahluk lain maka tiada istimewanya. Sesuatu itu menjadi istimewa jika hanya bisa dikerjakan oleh orang2 pilihan. Itu sebabnya jihad menjadi mulia karena hanya orang2 tertentu yang mampu melakukannya. Dan sholat tahajud menjadi utama karena hanya orang2 sholih yang melakukannya. Fahimtum ?
Tugas terberat istri bukan kerja membantu ekonomi keluarga sebagai wanita karir karena wanita kafir, wanita fajir, dan wanita sekuler juga bisa. Tugas terberat istri juga bukan melayani syahwat suami disaat lelah dan cape setelah kerja seharian. Karena (maaf) urusan angkat pantat pelacur juga bisa. Tapi taat kepada suami hanya bisa dilakukan oleh seorang mukminat nan sholihah.
Taat kepada suami ibarat ke Surabaya lewat tol transJawa. Mudah, cepat, dan gak bakal nyasar tinggal lurus aja. Para istri yang mau masuk surga lewat jalan tol silakan taat pada suami. Tapi yang menyibukkan diri dengan pengajian, kegiatan2 sosial, dan ibadah, itu berarti kalian ambil jalan pantura. Pilihan ada ditangan kalian.
Dalam kasus Agus yang salah adalah istrinya. Untuk itu Agus harus meminta maaf kepada istrinya. Lho, gak kebalik bang ? Gak qo bener. Kenapa Agus yang harus minta maaf bukan istrinya ? Nah… kalian para suami perhatikan pernyataan ini :
Jika terjadi perselisihan rumah tangga maka suami harus minta maaf lebih dulu kepada istri.
Jika istri bersalah maka suami pertama kali yang harus minta maaf.
Jika suasana hati istri sedang tidak enak maka suami yang harus minta maaf.
Muliakan istrimu niscaya dia akan memuliakanmu. Orang mulia gak mungkin salah karena itu minta maaflah kepadanya, dengan begini rumah tanggamu awet. Kenapa harus suami yang minta maaf ? karena akal istrimu separuh. Tak mungkin dia diminta menalar sebuah permasalahan apalagi yang rumit.
Laki-laki memiliki akal sempurna sehingga harus mengalah. Disamping itu sikap mengalah ini adalah bagian dari kelembutan laki2 kepada wanita yang diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Kaum wanita mungkin tidak akan selamanya lurus dalam suatu keadaan. Karenanya, hendaknya para lelaki menyesuaikan diri agar kehidupan rumah tangga bisa harmonis. Demikian penjelasan Syekh Salim bin Id Hilali dalam Syarah Riyadhush Shalihin.
Jadi kalo Nursalam telat dateng ke kondangan hingga kehabisan makanan gara2 Yuni istrinya dandan kelamaan maka Nursalam harus minta maaf ke istrinya. “Maaf ya dek, kita terlambat sehingga gak dapet apa2”.
Kalo Trie Khaerunnisa sedih gak bisa beli tas di onlen karena sebelumnya uda beli sepatu 2 pasang maka Arief harus minta maaf ke istrinya. “Maaf ya dik belum bisa kasi uang banyak untuk beli tas”.
Istri itu jangan kalian salahkan secara langsung apalagi frontal. Justru dengan suami minta maaf maka istri sadar dengan kesalahannya.
Emang kalo dipikir2 berumah tangga aneh juga. Suami yang dihormati dan disegani oleh orang lain, dihadapan istri seakan2 gak ada nilainya. Jangankan kita, Umar bin Khathab amirul mukminin penguasa negara2 Arab & Mesir, disegani oleh kawan dan lawan. Namun saat dimarahi istrinya beliau diem aja. Kisah ini ada dalam Tanbih al Ghafilin, cuma saya curiga kisah ini fiktif belaka. Tapi gak pa2 yang penting kita ambil ibrohnya, yakni the power of emak2.
Abu Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin mengkisahkan, suatu ketika ada seseorang yang hendak bertamu kepada rumah Umar bin Khattab untuk mengadukan perihal istrinya. Saat di depan pintu rumahnya, ia mendengar Ummu Kulsum istri Umar bin Khattab menceramahi bahkan memarahi dirinya, tapi ia hanya terdiam saja tanpa membalas apapun dengan kata-kata. Mendengar kejadian ini, ia memutuskan untuk pulang. Setelah sesaat kemudian, Umar mengetahui orang tadi, Ia lantas memanggilnya dan bertanya:
“Tujuan kamu kesini untuk apa?”
Orang tadi menjawab, ”Aku sebetulnya ingin berkonsultasi tentang urusan istriku, tapi mendengar kejadian tadi, akhirnya aku putuskan untuk pulang.”
Umar lantas menjelaskan sikapnya yang hanya terdiam tatkala dimarahi sang istri. Lantas ia menjelaskan alasannya:
ﺃﻭﻟﻬﺎ: ﻫﻲ ﺳﺘﺮ ﺑﻴﻨﻲ ﻭﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎﺭ، ﻓﻴﺴﻜﻦ ﺑﻬﺎ ﻗﻠﺒﻲ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺮاﻡ
Pertama, seorang Istri merupakan penjaga diriku dari api neraka, Maka hatiku selalu tenang terjaga dari hal-hal haram misalnya dari perzinaan.
ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﺃﻧﻬﺎ ﺧﺎﺯﻧﺔ ﻟﻲ ﺇﺫا ﺧﺮﺟﺖ ﻣﻦ ﻣﻨﺰﻟﻲ ﻭﺗﻜﻮﻥ ﺣﺎﻓﻈﺔ ﻟﻤﺎﻟﻲ
Kedua, Seorang istri selalu menjaga hartaku tatkala aku sedang keluar dari rumah.
ﻭاﻟﺜﺎﻟﺚ: ﺃﻧﻬﺎ ﻗﺼﺎﺭﺓ ﻟﻲ ﺗﻐﺴﻞ ﺛﻴﺎﺑﻲ
Ketiga, Istri sebagai orang yang selalu mencuci bajuku.
ﻭاﻟﺮاﺑﻊ: ﺃﻧﻬﺎ ﻇﺌﺮ ﻟﻮﻟﺪه
Keempat, Ia selalu merawat anak-anakku.
ﻭاﻟﺨﺎﻣﺲ: ﺃﻧﻬﺎ ﺧﺒﺎﺯﺓ ﻭﻃﺒﺎﺧﺔ ﻟﻲ
Kelima, istri selalu menyiapkan roti dan memasak untukku.
Mendengar penjelasan Umar ini, orang tadi langsung memahami bahwa menghadapi seorang istri harus lebih banyak mendengar keluh kesahnya, tak ada gunanya menanggapi istri yang sedang emosi. Itulah sifat terpuji sang Khalifah, tegas dalam bertugas, serta santun dengan keluarga. Yang jadi khalifah aja dimarahi istri diem, jangan yang baru calon sekda merasa rendah dimarahi istri dan jangan yang jadi manager merasa hina diomeli istri.
Sekda, manager, asmen itu adanya di kantor sedang di rumah hanya ada suami, istri, dan anak. Unik ya berumah tangga seperti ini ? yaah begitulah membina rumah tangga bukan berjalan di garis linear/lurus tapi zigzag penuh dengan keajaiban.
Recent Comments