Perhatikan Darimana Dia Mengambil Agamanya

Perhatikan Darimana Dia Mengambil Agamanya
Ilustrasi foto: sindonews.com
Bagikan

Perhatikan Darimana Dia Mengambil Agamanya

Oleh: Ust.Deni Prasetio, SKM

Sejak dahulu kaum muslimin sangat memperhatikan darimana dia mengambil agamanya (berguru). Coz tidak semua ustadz layak dijadikan guru. Imam besar Ahlus sunnah dari generasi Tabi’in, Muhammad bin Sirin berkata, “Sesungguhnya ilmu agama (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan membimbingmu meraih ketakwaan kapada Allâh), maka telitilah dari siapa kamu mengambil (ilmu) agamamu.”

Adanya ilmu musthalah hadits (ilmu yang menjadi alat untuk mengetahui kondisi seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan dari sisi diterima atau ditolak) memberi gambaran bahwa tidak semua periwayat hadits bisa diambil ucapannya. Ada orang yang rajin ibadah tapi hapalannya sering tertukar maka haditsnya ditolak. Ada orang yang tidak beradab atau perilakunya tidak sesuai sunnah maka haditsnya pun tertolak.

Imam ‘Abdurrahman bin Yahya al-Mu’allimi berkata, “Dulunya para Ulama (Ahlus sunnah) sangat ketat dan teliti dalam menyeleksi para rawi (guru dalam periwayatan hadits). Salah seorang Ulama Salaf, yaitu al-Hasan bin Shalih bin Hayy (rawi hadits yang terpercaya dari generasi Atba’ut tabi’in) berkata, ‘Dulu jika kami ingin mendengar (mengambil riwayat) hadits dari seorang guru, maka kami akan bertanya (dengan teliti) tentang keadaannya, sampai-sampai ada yang bertanya, ‘Apakah kalian ingin menikahkannya?”

Begitulah Islam sangat memperhatikan kejernihan sumbernya. Belajar agama itu jangan sembarangan karena hasilnya jadi serampangan. Belajar itu kepada guru yang mengamalkan ajaran agama sebagaimana yang dilakukan oleh para salaf.

Imam Ibrahim bin Yazid an-Nakha’i berkata, “Dulu para Ulama Salaf ketika datang kepada seorang (guru) untuk menimba ilmu agama, maka mereka meneliti (terlebih dahulu) bagaimana shalatnya, (pengamalannya terhadap) sunnah Rasûlullâh ﷺ dan penampilannya, kemudian barulah mereka mengambil ilmu darinya.”

Belajar agama itu berarti melihat adab guru, mereguk akhlaknya, dan mengambil ucapannya. Jangan ambil ilmu sholat dari orang yang melalaikan sholat, ilmumu gak akan berkah. Dulu Hasan Basri pernah diminta khutbah dengan tema membebaskan budak. Pekan demi pekan berlalu tapi sang imam tak kunjung khutbah dengan tema tersebut. Hingga suatu saat beliau baru khutbah dengan tema yang diminta.

Ditanyalah oleh orang kenapa butuh waktu lama hingga permintaan itu dipenuhi. Sekaliber imam tentu bukan karena gak punya materi. Sang imam menjawab “Lama saya mencari budak untuk dibebaskan dan baru ketemu beberapa hari kemarin”.

Itulah sang guru. Hanya akan bicara jika sudah melaksanakannya.

Guru itu bukan sekedar ngomong sampaiin materi. Yang kayak gini google juga bisa. Guru itu digugu dan ditiru. Gimana mau ditiru kalo tak ada perilaku yang dipraktekkannya.

Kemudian datanglah satu masa dimana kita hidup didalamnya. Jaman dimana orang lebh banyak ngomong dengan sedikit action. Orang yang tak lebih berharga dari sebatang rokok yang punya tagline : talk less do more. Miris memang. Ada orang yang semangat bicara kerusakan yang dibuat oleh 9 naga atas negeri ini sambil ngisep rokok. Mau jatuhin 9 naga ? berhenti ngerokok, bikin Djarum dan Sampoerna bangkrut. Ini ngomong kebangkitan ekonomi umat tapi masih memberi keuntungan kepada 9 naga. Bullshit lah orang kayak gini, omongannya jangan didengerin. Google masih lebih mulia dari dia. Kalian ketik kata rokok di google maka yang keluar pertama adalah bahaya rokok bagi kesehatan.

Kebangkitan Islam tidak akan dibawa oleh orang2 yang masih menyumbangkan duitnya kepada 9 naga. Walau mereka teriak2 dijalanan dan walau keberadaannya bikin macet jalanan. Mereka ibarat buih, banyak tapi tak berpengaruh. Biar banyak yang bully 9 naga, para taipan tetap tersenyum selama pundi2nya diisi oleh umat Islam.

Itu sebabnya Hasan Al Banna membuat karakteristik dai dan menyeleksi tingkatan kader dengan muwashofat. Coz hanya orang2 pilihan yang bisa mewujudkan kebangkitan Islam.

Ironisnya ada penceramah yang bicara kebangkitan Islam tapi tak pernah belanja di 212. Bicara kebangkitan Islam tapi mengeluarkan uangnya serampangan, tak diliat ketangan siapa rupiahnya jatuh. Saya kalo tau ada ustadz gak belanja di 212 gak bakal mau dengerin ceramahnya. Mending nanya di google aja yang lebih ‘alim dari dia.

Sekarang ini tak ada yang lebih ‘alim dari google. Kalian tanya apa aja dia tau. Kalo belajar hanya sekedar tau mending belajar ama google. Tapi kalo belajar untuk mendapatkan adab, akhlak, atau mencari berkah maka google tak mampu. Lha kalo ucapan seorang ustadz tak sesuai dengan perilakunya selain ilmu apalagi yang bisa diambil darinya ?

Yang mahal sekarang adalah adab. Ilmu bisa kita dapat asal punya kuota. Di yutub bertebaran ceramah2 agama tapi tak ada adab disana karena adab harus dipetik langsung dari sumbernya.

Di musholla saya ada pengajian tiap Selasa malam. Ngajinya baca ratibul athos. Saya selalu hadir nyari berkah dan ajang berdoa. Abis ngaji ada ceramah, yang ceramah masih muda seumuran ama Eri. Ilmunya masih nanggung, masih harus banyak baca. Kalo dia terjemahin kitab gak masalah, yang jadi masalah saat dia jelasin. Bukannya memperjelas malah bikin muter2, banyak salahnya menurut saya. Dua tahun lalu uda saya usulin distop aja. Cukup ngaji baca ratibul athos gak usah pake ceramah. Tapi usulan saya gak ditanggepin.

Belakangan ini ada kajian Riyadhus Shalihin tiap Sabtu pagi bada Subuh, yang ngisi penceramah ini. Uda sebulan lebih pengajiannya berjalan dan selama itu dia selalu masbuk sholat Subuh di musholla. Qo bisa masbuk sih ? Rumahnya di kampung melayu kalo ke Condet pagi buta paling lama 15 menit. Adzan Subuh jam 4.05, ada jeda 12 menit plus sholat zikir 10 menit. Jadi selesai sholat jam 4.27. Perkiraan saya dia bangun jam 3.50, mandi 10 menit trus jalan sampe musholla jam 4.15-4.20

Hmm… kajian tentang akhlak, yang ngisi orang yang tak beradab kepada Tuhan. Jelas dia gak sholat tahajud, subuh di Condet aja ketinggalan. Dulu saya ke Iqro yang jaraknya lebih jauh berangkat jam 3 kalo gak ada motor, jam 3.30 ato 3.45 kalo pake motor. Gak pernah saya telat kecuali sekali dua kali itupun telat dapet takbiratul ihram pertama bukan masbuk.

Penceramah kayak gini mendingan saya tinggal nyuci baju. Iya hari Sabtu adalah hari mencuci bagi saya setelah 3 hari baju menumpuk. Maka kalo kalian perhatikan jika ada materi di hari Sabtu selalu saya posting diatas jam 7, gak pernah sebelumnya. Perhatiin gak, gak pernah ya… ? itu karena kalian tak peduli dengan kondisi yang menyertai. Dulu Arief pernah saya tanya kenapa akun FB nya ilang. Arief kaget karena saya lah orang pertama yang menanyakan ini. Kemarin Sigit saya tanya gimana keadaannya, qo uda jarang komen ternyata bapaknya baru meninggal.

Perhatikan keadaan yang menyertaimu maka engkau akan selamat. Perhatikan sebagaimana Zulqarnain memperhatikan setiap langkah perjalanannya di penjuru dunia. Pada akhir surat al Kahfi Allah kisahkan perhatian besar Zulqarnain kepada manusia yang ditemuinya bahkan kepada kaum yang sulit berkomunikasi. Disitulah dunia akhirnya mengenal Zulqarnain sebagai The Great Alexander. Dan mulailah perhatianmu ini dari kepada siapa engkau mengambil agama (belajar) agar dirimu menjadi unsur dari kebangkitan umat.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: