Khutbah Jumat: Toleransi di Hari Raya Agama Lain

Khutbah Jumat TOLERANSI DI HARI RAYA AGAMA LAIN
Ilustrasi foto: suaramuhammadiyah.id
Bagikan

Khutbah Jumat: TOLERANSI DI HARI RAYA AGAMA LAIN

Oleh:Ust.Abdullah Haidir, Lc

Kaum muslimin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Taala. Jauh sebelum istilah toleransi antara umat beragama didengungkan dan ramai dibicarakan, sejak awal ajaran Islam sudah mengajarkan nilai-nilai yang menjadi prinsip toleransi antara umat beragama, yaitu Tidak menghalangi keyakinan orang yang beragama lain dan tidak memaksa mereka untuk pindah keyakinan ke dalam agama kita dan kemudian tidak menyakiti dan mengganggu mereka semata karena agamanya.

Allah Taala berfirman,

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam) (QS. Al-Baqarah: 256).

Di ayat lain Allah berfirman:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Maka, apabila seorang muslim memahami agamanya dengan baik dan utuh lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, hal itu akan menjadikannya sebagai muslim yang toleran terhadap saudara-saudara kita yang belainan agama.

Termasuk dalam hal menyikapi hari raya agama lain. Maka sikap yang benar sesuai syariat Islama adalah tidak melarang mereka merayakan hari raya mereka, tidak mengganggu dan menyakiti mereka merayakan hari rayanya di tempat-tempat ibadah mereka atau di tempat-tempat yang telah ditentukan.

Karena itu, tidaklah dibenarkan, bahkan layak dikecam, dengan alasan apapun, menghalangi dan mengganggu orang yang beragama lain merayakan hari rayanya, apalagi jika sampai menimbulkan kerusakan dan korban nyawa. Itu adalah perbuatan yang layak dikutuk.

Kaum muslimin jamaah shalat Jumat selain Allah.

Namun di sisi lain, yang patut diingatkan adalah bahwa ajara Islam yang mengajarkan kita untuk bersikap baik, tidak mengganggu dan menyakiti orang yang beragama lain di hari rayanya, juga adalah ajaran yang mengajarkan kita untuk menjaga jatidiri dan identitas muslim sebaik-baiknya serta tidak mencampur adukkan masalah akidah dan ibadah. Dalam hal ini, wujudnya adalah tidak ikut serta dalam pelaksanaan hari raya mereka. Karena hari raya suatu agama adalah perkara yang sangat spesial dan khusus bagi agama itu sendiri.

Rasulullah saw bersbada pada hari raya Islam,

إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا (رواه البخاري ومسلم)

“Setiap kaum ada Idnya, dan ini adalah Id kita.” (HR. Ibnu Majah)

Maka dilarang bagi seorang muslim melakukan tasyabuh (menyerupai) pada perkara yang khusus dan special bagi suatu agama, apakah dalam bentuk sikap, penampilan, pakaian, gerakan, dll. Sebagaimana sabda Rasulullah saw

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَومٍ فَهُوَ مِنْهُم (رواه أبو داود)

Siapa yang menyerupai mereka, maka dia bagian dari mereka (HR. Abu Daud)

Para ulama mengatakan bahwa hadits ini merupakan peringatan untuk tidak menyerupai orang-orang kafir atau ahli maksiat terkait perkara-perkara yang bersifat khusus sebagai identitas mereka. Karena itu, jika menyerupai mereka yang berlainan agama terkait dengan perkara-perkara khusus mereka, dilarang dalam Islam, apalagi jika ikut serta dalam perayaan agama mereka yang didalamnya terdapat ritual keagamaan mereka dan berbagai keyakinan yang menyertainya.

Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan, ketika datang ke Madinah mendapatkan penduduk Madinah bergembira ria di dua hari yang mereka anggap sebagai hari raya mereka. Maka beliau bersabda.

إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُم بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر

Allah sudah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari kedua hari tersebut; Idul Adha dan Idul Fitri. (HR. Abu Daud)

Karena itu Majlis Ulama Indonesia (MUI) sejak jauh-jauh hari dalam fatwanya yang dikeluarkan pertahun 1401 H/1981 M telah tegas menyatakan haram ikut serta menghadiri upacara natal dan menganjurkan untuk tidak terjerumus dalam perkara syubhat dengan tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Ini bukanlah sikap intoleran atau tidak bertoleransi. Karena toleransi berlaku pada sikap baik dalam perkara-perkara yang bersifat duniawi. Adapun jika berkaitan dengan keyakinan, ibadah dan perkara yang menjadi ciri khas mereka, maka kita memiliki pedoman yang jelas dan tegas; Lakum diinukum waliyadiin (bagi kalian agama kalian, dan bagiku adalah agamaku)

Surat Al-Kafirun yang mengandung ayat di atas diturunkan sebagai jawaban dari tawaran orang kafir Quraisy kepada Rasulullah saw untuk melakukan ibadah secara bergantian, sekali waktu mereka ikut beribadah seperti orang beriman, sekali waktu orang beribadah ikut cara mereka. Maka Allah turunkan surat Al-Kafirun yang sangat kita hafal tersebut sebagai bantahan bahwa soal ibadah dan keyakinan maka hendaklah memegang prinsip dan pengamalan sendiri. Tidak boleh dicampuradukkan.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Demikianlah Islam mengajarkan sebuah ajaran yang agung namun penuh keseimbangan. Yaitu bagaimana kita sebagai muslim memiliki akidah yang kuat, ibadah yang benar, identitas dan jatidiri yang jelas, namun tetap memberikan penghormatan kepada mereka yang berlainan agama, tidak menyakiti dan mengganggu mereka.

Jangan sampai keimanan dan ketaatan, kita dijadikan alasan untuk menyakiti dan mengganggu umat beragama lain. Tapi jangan sampai juga, tuntutan toleransi membuat kita luntur dalam akidah, rusak dalam ibadah serta kehilangan identitas dan jatidiri. Semoga Allah kuatkan iman islam kita dan berikan kita kemampuan untuk berakhlak mulia dan berlaku baik kepada siapapun termasuk kepada mereka yang berlainan agama.

بارك الله لي وليكم في القرآن العظيم

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: