Ketika Biduk Bergoyang-Goyang

Ketika biduk bergoyang-goyang
Ilustrasi foto: mummyfromtheheart.com
Bagikan

Ketika Biduk Bergoyang-Goyang

Oleh: Ust.Deni Prasetio, SKM

Namun, ombak tak selamanya tenang. Ada kalanya badai datang menerpa. Tak jarang badai menghantam terus menerus tiada henti seakan2 tak ada masa tenang. Berumah tangga tak selamanya tenang sering kali diwarnai konflik dan ada kalanya sampai memuncak. Beberapa orang mengalami konflik sedari awal berumah tangga.

Ada teman istri pacaran 9 tahun dari SMP sampe kuliah, menikah hanya bertahan 9 bulan. Romantisme pernikahan hanya beberapa hari selebihnya perang Bharatayudha.

Agama punya satu resep untuk situasi seperti ini : SABAR.

Jangan saat badai sedang besar penumpangnya mengambil jalan pintas. Jangan mentang2 bisa berenang langsung terjun ke laut. Padahal kita tau berenang di saat laut tenang beda dengan berenang disaat laut bergejolak. Alhasil dari yang terjun banyak yang tenggelam.

Ketika rumah tangga berada dalam puncak krisis jangan buru2 ambil jalan pintas : cerai. Cooling down dulu atau bahasa agamanya pisah ranjang tapi masih satu rumah. Belum selesai juga minta mediasi dari pihak ketiga. Tak bisa selesai juga baru ceraikan dengan talak satu yang memiliki masa iddah. Selama proses ini suami istri masih satu atap. Mungkin saja ditengah masa iddah istri bermake up  ala artis. Biasanya pake kosmetik VIVA, tau2 dia pake SK-II. Tiap hari dipake dalam sebulan wajahnya berubah. Suami kepincut lagi, tanpa bak bik bu langsung menggaulinya. Masalah selesai.

Tapi jika sihir SK-II tak berhasil maka setelah 3 kali haidh jatuhlah talak.

Talak dalam pengertian berpisah terjadi saat kondisi tenang yakni setelah masa iddah. Kira2 3 bulan adalah waktu yang cukup bagi suami istri untuk memikirkan segalanya. Ego turun, emosi reda, yang tinggal adalah keperluan anak dan masa depannya. Jangan sampai talak jatuh saat ego tinggi dan emosi masih memuncak. Ini seperti nyebur di tengah badai. Dia pikir dia bisa berenang ternyata tenggelam.

Adalah Syaikh Abdullah bin Bayyah, seorang ulama sepuh dengan usia lebih dari 80 tahun. Beliau berdakwah di salah satu tv dengan mengisi rubrik konsultasi atau tanya jawab.

Suatu hari ada seorang wanita dari Aljazair menelpon untuk meminta fatwa kepada beliau. Setelah mengucap salam wanita berbicara panjang,” Wahai Syaikh, aku adalah seorang wanita dari Aljazair muslimah mukminah dan taat kepada perintah Allah. Akan tetapi, suami sebaliknya. Dia gemar meminum alkohol dan senantiasa pulang larut malam.

Suatu hari ia pulang dalam keadaan mabuk berat. Dia mendapatiku sedang membaca alquran. Serta merta ia mendekatiku, merampas mushaf, menyobek lalu melemparkannya ke dalam kamar mandi. Apakah fatwamu untuk hal ini? Masihkah aku pantas hidup bersamanya? Atau aku harus berpisah dengannya?

Syaikh tidak menjawab, bahkan balik bertanya,”Apakah engkau memiliki anak?”

“Ya, 5 orang.”

“Apakah kau memiliki keluarga?”

“Iya, tapi jauh. Mereka di desa dan aku di kota.”

“Apakah engkau sudah memiliki besan?”

“Belum, anak-anak masih kecil semua.”

“Jika demikian keadaanmu, jangan menggugat cerai, jangan bertengkar dengan dia, dan bersabarlah.”

“Ya syaikh bagaimana aku harus bersabar dan mengapa engkau berfatwa demikian?”

“Wahai putriku, apa pandanganmu jika kau tinggalkan dia ? Seorang yang suka mabuk dan merobek mushaf alquran. Lalu akan menjadi 6 (maksudnya akan ada 6 orang pemabuk) karena 5 anak yang bersamanya sedangkan dia yang mendidik (anak2 tersebut). Maka bercerai bukanlah solusi. Maka bersabarlah dan ketahuilah bahwa saat ini engkau adalah jembatan penyelamat untuk anak-anakmu. Terakhir yang kuminta padamu, shalatlah malam dan doakan suamimu agar mendapat hidayah.”

“InsyaAllah.”

Berlalulah hari, bulan, hingga setahun. Syaikh Abdullah bin Bayyah menerima telepon dari wanita tersebut di stasiun TV yang sama.

“Assalamualaikum wahai syaikh.”

“Wa’alaikum salam, silahkan.”

“Apakah engkau tidak mengenaliku lagi syaikh?”

“Aku tidak mengenalmu.”

“Aku adalah wanita Aljazair yang setahun lalu menghubungimu, suamiku pecandu alkohol.”

“O..iya aku ingat! Ada kabar gembira wahai putriku?”

“Demi Allah wahai syaikh, suamiku sudah berbeda. Sekarang dialah yang membuka pintu masjid di waktu subuh dan dia pula yang melantunkan adzan. Dia juga rajin tahajjud, membaca alquran, menjaga shalat fardhu dan juga shalat rawatib. Sungguh, Allah telah memberinya hidayah. Semoga Allah memberkahimu ya syaikh!”

Lalu perempuan ini menangis tersedu-sedu karena bahagia.

Ini true story disekitar kita. Ada akhwat FKM menikah punya 5 anak. Juni lalu dia memilih cerai dari suaminya dengan alasan KDRT, trauma fisik dan psikis dari awal nikah (kalo alasan ini saya belum tau kebenarannya, ini baru katanya saja). Plus suaminya taadud dan ngajak istri kedua tinggal satu atap bersamanya.

Saya ingatkan agar imajinasi kalian tidak liar sehingga menghukumi sang suami melebihi yang tidak kita ketahui. Perihal mengumpulkan istri pertama dan kedua dalam satu atap bukanlah sebuah kezhaliman. Yang ingin saya sampaikan adalah ketika akhwat FKM ini memilih cerai dengan membawa 2 anak yang masih kecil, dia pengangguran. Ortunya bukan orang kaya. Lalu bagaimana dia menghidupi kedua anaknya ? Usia sudah 40 tahun, pengalaman kerja tak ada, mo jadi staf khusus gak ada relasi lalu bagaimana dia makan sehari2. Sudah pasti mengandalkan bantuan dari ortu. Ortu yang sudah dibuat capek mengasuhnya saat kecil sekarang dibuat capek lagi memikirkan nasib cucu2nya.

Lalu kalo kondisinya seperti ini Salah siapa ? kalo kalian jawab Salah suaminya atau akhwat FKM ini maka nyata sekali tsaqofah kalian masih minim, masih harus banyak membaca. Hanya orang sekaliber Feri si dosen yang tau Salah siapa. Eitdah… emak2 pasti pade bingung ama nih paragraf. Yang tau bakal senyum2, yang gak ngerti bakal baca ulang walau tetep gak paham. Gak akan saya perjelas agar kalian tau bahwa perceraian itu membingungkan dan bikin kita gak paham.

Intinya adalah jika bidukmu bergoyang goyang maka bersabarlah dan berdoalah sebelum nasi jadi bubur. Ini obat mujarab. Biarkan doamu bekerja menyelesaikan masalahmu.

Kenapa rumah tangga perempuan dari Aljazair itu selamat ? Karena dia mengikuti nasehat orang ‘alim. Mau rumah tangga kalian selamat ? Ikuti nasehat orang paling ‘alim sejagat raya ini :

Janganlah seorang mukmin laki-laki memarahi seorang mukminat. Jika ia merasa tidak senang terhadap satu perangainya, maka ada perangai lain yang dia sukai. (HR Muslim)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: