Dinasti Politik dan Politik K3

Dinasti Politik dan Politik K3
Daftar Isi
Oleh: Muhyidin, SKM
Dinasti Politik
Akhir-akhir ini ramai orang membicarakan tentang dinasti politik. KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengumumkan bahwa Pilkada serentak akan dilaksanakan di akhir tahun 2020, di tengah kondisi pandemi Covid-19 (corona virus disease 2019). Yang paling banyak dibicarakan yaitu terkait pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, sebagai calon Walikota Solo dan pencalonan mantu Presiden, Bobby Nasution, sebagai calon Walikota Medan di Pilkada 2020 ini. Selain itu, Putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Siti Nur Azizah, dikabarkan juga akan maju sebagai calaon Wali Kota Tangerang.
Yang menjadi perhatian publik diantaranya yaitu Presiden memanggil Wakil Walikota Solo sekaligus bakal calon Walikota yang tidak jadi, Ahmad Purnomo, ke Istana untuk membicarakan Pilkada Solo. Bahkan Purnomo dijanjikan Presiden untuk jabatan komisaris BUMN dan janji lainnya jika mendukung putra Presiden di Pilkada nanti.
Dinasti politik sebetulnya tidak hanya terjadi saat ini saja. Di era mantan Presiden Soeharto hingga era SBY, praktek ini pun terjadi. Dimana anggota keluarga Presiden atau pejabat lainnya dijadikan Menteri, Ketua DPR, Ketua Fraksi DPR, Anggota Dewan, Kepala Daerah, dan sebagainya.
Salahkah praktek dinasti politik tersebut? Adakah peraturan perundangan yang dilanggar?
Secara hukum, praktek dinasti politik ini mungkin tidak ada yang dilanggar. Mereka mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Sehingga walaupun putra Presiden atau pejabat lainnya, prosedur hukum tetap wajib ditaati. Mulai dari tahap pencalonan (untuk calon kepala daerah dan anggota dewan), kampanye, sosialisasi, pemilihan hingga pelantikan.
Namun secara etika politik, publik menilai hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan. Ada potensi penyalahgunaan kekuasaan, penyelewengan anggaran, dan lain sebagainya.
Dampak Positif & Negatif Dinasti Politik
Dinasti politik ternyata memiliki dampak positifnya, tidak melulu sisi negatif saja. Dampak positifnya yaitu masyarakat sudah mengenal figur dan rekam jejak keluarga calon Presiden, Kepala Daerah atau Anggota Dewan tersebut. Jika rekam jejak politik keluarganya bagus, maka sang calon tersebut memiliki modal politik yang sangat besar. Biasanya dinasti politik diterapkan untuk sistem kerajaan.
Mengutip dari situs Mahkamah Konstusi RI, dinasti politik memiliki dampak negatif diantaranya:
- Partai hanya sebagai mesin politik semata sehingga tidak ada target lain kecuali kekuasaan. Munculnya calon instan yang tidak melalui proses kaderisasi.
- Tertutupnya kesempatan masyarakat, walaupun kader handal dan berkualitas, untuk berkompetisi. Kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit dan pengusaha. Hal ini menimbulkan orang yang tidak kompeten memegang kekuasaan.
- Sulit mewujudkan cita-cita demokrasi menuju pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance)
Politik K3
Menurut teori klasik Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Politik tidak hanya berkaitan dengan pemerintahan dan negara ataupun kekuasaan saja.
Dalam aspek K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) kita juga harus berpolitik. Tentu dalam artian yang positif. Sebagai profesional K3 baik itu yang namanya Safety Officer, Petugas K3, Ahli K3 Umum, Ahli K3 Spesialis (Kimia, Kebakaran, Listrik, dll), Higiene Industri (HIMU, HIMA, HIU) dsb maka kita perlu menerapkan politik K3.
Tujuan politik K3 yaitu mewujudkan kebaikan bersama. Kebaikan bersama yaitu agar semua karyawan, kontraktor, pengunjung dan setiap orang yang berada di tempat kerja tetap sehat dan selamat. Cara mencapainya tentu ada seninya. Sebagaimana definisi ilmu K3 yang diartikan sebagai ilmu dan seni dalam mengelola bahaya di tempat kerja yang berpotensi menurunkan derajat kesehatan dan kesejahteraan pekerja (Alli et al, 2008).
Politik K3 memerlukan seni dalam menerapkan K3 di tempat kerja, terutama yang bekerja di lapangan. Tiap tempat kerja memiliki karakteristik tersendiri. Disitulah seorang profesional K3 harus pandai dalam menerapkan keilmuannya. Beda manajemen, beda kebijakan. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Contoh Politik K3
1. Menemukan pelanggaran K3 di lapangan
Seorang profesional K3 yang baik harus sering inspeksi ke lapangan. Kerjanya idak hanya di meja saja. Jika menemukan pelanggaran K3, misalnya ada pekerja yang tidak menggunakan APD (alat pelindung diri) jangan langsung memarahi pekerja tersebut. Apalagi sampai adu mulut bahkan sampai berkelahi secara fisik.
Ketika anda menemukan pelanggaran, tegur baik-baik pekerja tersebut. Tanyakan kenapa mereka tidak menggunakan APD. Apakah mereka tidak tahu karena pekerja baru? Bisa juga APD-nya rusak atau tidak nyaman. Misalnya kacamatanya sudah buram, sehingga pekerja enggan memakainya.
Jika perlu, diskusikan dengan supervisor/penyelia di lapangan tentang temuan tersebut. Diskusikan bersama solusi dari permasalahan yang ada. Apabila tidak tercapai titik temu atau kesepahaman, eskalasi isu tersebut ke atasan anda dan atasan dari supervisor lapangan tersebut.
Perlu diingat bahwa yang namanya K3, perlu komitmen dari manajemen. Masalah yang tidak terselesaikan anda bawa ke level manajemen atau atasan anda. Mintalah dukungan mereka. Sampaikan argumentasi dan alasan anda dengan baik.
Jangan pula ketika anda ke lapangan, menemukan pelanggaran K3 kemudian hanya memfotonya saja. Tiba-tiba laporannya sudah kemana-mana. Tanpa ada komunikasi dengan pekerja & supervisor di lapangan.
Anda bukan polisi lalu lintas yang langsung menindak pelanggar kendaraan bermotor yang tidak menggunakan helm saat menaiki sepeda motor. Tugas anda bukan mencari kesalahan orang. Tugas utama anda adalah melakukan edukasi, memberikan informasi dan komunikasi K3 ke pekerja di lapangan.
Pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan hanya satu atau dua kali saja. Tetapi perlu dilakukan berulang. Libatkanlah pekerja & supervisor di lapangan. Ketika disampaikan dengan baik, insya Allah mereka akan menuruti apa yang anda katakan. Mereka akan mentaati aturan K3 secara baik, tanpa ada paksaan dan dengan kesadaran mereka sendiri.
(Baca juga: Normalisasi Deviasi dalam Aspek K3)
2. Alokasi anggaran K3
Bagi profesional K3 yang memiliki posisi leader/pimpinan, anda pun harus punya jiwa seni dalam berpolitik K3 ini. Apalagi bagi yang sudah menjadi Ahli K3 Umum atau Ahli K3 Spesialis dan sudah punya SKP (surat keputusan penunjukan). Anda juga berperan sebagai wakil pemerintah di perusahaan anda bekerja.
Saat rapat alokasi anggaran K3, sampaikanlah persyaratan perundangan yang wajib dilakukan oleh perusahaan sehingga perlu anggaran yang cukup untuk mengimplementasikannya di lapangan. Misalnya untuk pengukuran lingkungan kerja (industrial hygiene monitoring) yang perlu dilakukan setiap tahun. Maka buatlah anggarannya untuk kegiatan tersebut karena bersifat wajib.
Rencanakan kebutuhan alokasi anggaran K3 dengan baik. Untuk kegiatan rutin, non rutin ataupun jika terjadi situasi darurat. Yang namanya K3 yang baik itu perlu anggaran yang cukup. Kenapa biaya K3 mahal? Perlu diingat bahwa jika kita tidak menerapkan K3 maka biaya/cost yang akan dikeluarkan oleh perusahaan akan jauh lebih mahal lagi.
Jika terjadi kecelakaan, maka berapa banyak biaya yang harus ditanggung. Turunnya produktifitas dan moral pekerja. Belum lagi jika izin perusahaan dicabut maka akan terganggu operasional perusahaan. Atau jika terjadi kematian kerja, pihak kepolisian dan dinas terkait akan terlibat. Bisa jadi pimpinan perusahaan akan menjadi tersangka, bayar denda atau bahkan hukuman penjara. Malah lebih runyam bukan?
3. Komunikasi K3
Sampaikanlah walau satu ayat. Ayat dalam peraturan perundangan yang berisi persyaratan K3 perlu anda komunikasikan secara rutin. Lakukanlah rapat harian misalnya toolbox meeting sebelum bekerja. Sampaikan pesan K3 saat rapat harian tersebut. Tidak usah banyak-banyak. Fokus saja salah satu topik dan diskusikan bersama dengan pekerja & supervisor di lapangan.
Sampaikan juga lesson learnt (pelajaran yang dipetik) dari kejadian insiden, nearmiss, atau hasil observasi bahaya di tempat anda. Anda juga bisa menyampaikan kejadian lesson learnt tersebut dari tempat lain yang bisa jadi kondisi hampir sama dengan di tempat anda.
Komunikasi K3 bisa dilakukan secara verbal maupun tulisan. Secara verbal bisa dilakukan saat rapat, townhall (pertemuan besar), toolbox meeting, maupun diskusi langsung saat di lapangan. Komunikasi non verbal melalui tulisan bisa melalui surat elektronik (email), spanduk/banner, papan peringatan, rambu lalu lintas, bahkan melalui media sosial seperti grup Whatsapp (WA), Facebook dan lain sebagainya.
Lakukan komunikasi 2 arah. Anda bisa memancing pertanyaan kepada audiens/pekerja. Buatlah suasana agar pendapat/saran/masukan dari pekerja dapat disampaikan dengan baik tanpa ada rasa takut. Diskusikan, catat, cari solusinya. Jika tidak dapat diselesaikan, sampaikan pada level yang lebih tinggi agar permasalahan tersebut tidak berlarut dan bisa dicarikan solusinya segera.
Jadi sebagai profesional K3, lakukanlah politik K3 dengan ilmu dan seni yang anda miliki agar semua pekerja sehat dan selamat dan tidak ada kecelakaan di tempat kerja anda.
Referensi:
- www.matamatapolitik.com/dinasti-politik-dan-candu-kekuasaan-dari-masa-ke-masa-listicle/
- https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11428
- https://www.merdeka.com/politik/dipanggil-jokowi-ke-istana-purnomo-diberitahu-pdip-pilih-gibran-di-solo.html
- https://radarsolo.jawapos.com/read/2020/07/17/204684/relakan-rekomendasi-ke-gibran-ini-yang-dijanjikan-jokowi-ke-purnomo
- https://www.fkm.ui.ac.id/tentang-kami/departemen/keselamatan-dan-kesehatan-kerja/#:~:text=Ilmu%20Keselamatan%20dan%20Kesehatan%20Kerja,kesehatan%20dan%20kesejahteraan%20pekerja4.
- Alli, BO (2008), Fundamental principles of Occupational Health and Safety, 2nd edition, ILO, Geneva
Recent Comments