Beli yang Ada, Sabar yang Tidak Ada
Beli yang Ada, Sabar yang Tidak Ada
Oleh: Ust.Deni Prasetio, SKM
Saya uda lama belanja di 212 mart. Dulu awalnya hanya ada Sodaqo kemudian bermunculan 212 mart dan minimarket lainnya. Awal belanja di Sodaqo sempet shock, biasa belanja di Carefour yang banyak itemnya kemudian ‘terpaksa’ belanja di Sodaqo dengan item terbatas. Terpaksa ? Iya karena gaji istri 400 ribu dibayar berupa voucher belanja. Dengan uang 400 ribu di carefour bisa dapet macem2. Namun uang segitu di Sodaqo cuma dapet beberapa macem. Bukan hanya saya yang bingung tapi yang lain juga sama. Mau beli apa ya di Sodaqo, coz item barangnya terbatas.
Di carefour saya biasa beli detergen Attack 1,8 kg, bisa buat sebulan. Di Sodaqo ukuran segitu gak ada. Adanya yang 0,7 kg atau paling besar 1,2 kg. Sabun mandi biasa pake Dettol putih, di Sodaqo gak pake milih yang ada diambil. Mie instan biasa beli Indomie goreng keriting, di Sodaqo cuma ada Indomie goreng. Yah begitulah awal2 shock belanja di Sodaqo. Namun lama2 saya dapat beradaptasi.
Awalnya voucher 400 ribu bisa habis dibelanjakan, kurang malah sehingga saya harus bayar pake uang cash. Belakangan ini vouchernya masih ada hingga akhir bulan, bukan karena saya mengurangi item tapi karena banyak barang yang tidak ada. Detergen Attack gak ada, sekarang saya pake detergen Daia. Sabun dettol gak ada, saya nunggu titipan dari UKM. Beberapa barang lain pun mengalami nasib serupa. Gak usah heran, minimarket muslim mengalami titik kritis. Perputaran barangnya lama sehingga pemasukan sedikit sementara pengeluaran tetap seperti listrik, SDM, dan sewa tempat harus dibayar tiap bulan.
Kaum muslimin cuma anget2 tai ayam ber-212. Awal didirikan semangat belanja, setelah beberapa bulan uda loyo. Orang Indonesia susah kalo diajak istiqomah.
Awal pembentukan koperasi 212 saya diajak jadi anggota dengan menanamkan modal 1juta, saya gak mau. Saya akan jadi customer aja yang memberikan keuntungan bukan jadi pemilik saham yang menerima keuntungan, kata saya. Sebab saya tau yang paling susah adalah membiasakan tiap bulan belanja daripada sekali seumur hidup jadi pemegang saham.
Amal yang susah pasti sedikit yang melaksanakannya. Dan benar saja, minimarket Islam sedang diambang kebangkrutan gara2 kekurangan customer. Bukan hanya minimarket, perusahaan besar seperti bank muamalat pun diambang bangkrut. Banyak kredit macet yang sudah melampaui ambang batas. Harus tambah modal kata BI biar aman.
Bank syariah yang beroperasi pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat. Keberadaannya bukan sekedar bisnis tapi sebagai izzah kaum muslimin. Alhamdulillah ada Ilham Habibie yang sudah siapkan dana 2 T untuk menyuntik modal ke bank Muamalat. Mungkin Ilham menjaga amal bapaknya, coz muamalat lahir dari peran serta Habibie saat jadi ketua ICMI.
Ilham lahir bukan dari rahim tarbiyah tapi punya ghirah Islam. Kita lahir dari rahim tarbiyah tapi kalo uda bicara pengorbanan harta berat banget. Padahal belanja di minimarket muslim bakal dapat barang sebagai substitusi dari uang yang kita berikan.
Tiba2 saya ingat hadits tentang mulkan jabariyah
Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).
Yang saya pahami dari hadits ini adalah saat Islam diatas yakni dimasa khilafah ala minhaji nubuwah maka kita bersama pemimpin tersebut. Tapi saat Islam dibawah yakni di masa mulkan jabariyah maka kita bersama dengan orang yang tertindas, tidak bersama pemimpin (menjadi oposisi). Jadi dimana posisi Islam maka itulah posisi kita.
Saat ini ekonomi Islam terpuruk maka kita berada didalamnya, menjadi pelaku ekonomi. Kalo yang nyungsep adalah bank syariah maka kita adalah nasabahnya. Kalo yang bangkrut adalah minimarket maka kita adalah customernya. Begitulah berislam, bukan mau enaknya aja. Pas agama dibully maka dia melepas baju Islam dan saat Islam diatas maka dia memakainya. Ini tak ubahnya seperti menteri yang ditusuk. Lagi jabat dia deskriditkan Islam, uda mau serah terima jabatan ngomongnya bagus2.
Saya hapal bener barang2 yang ada di 212 dan barang2 yang tidak ada. Kemarin senin belanja pake voucher, uda abis 150 ribu bingung apalagi yang mau dibelanjakan coz banyak barang kosong. Paling2 pekan depan balik lagi, petugasnya ampe hapal muka saya. Memang rumus belanja di 212 ada dua : beli yang ada dan sabar yang tidak ada.
Jikapun takdir menentukan 212 mart akan gulung tikar, tidak apa2 yang penting saya sudah jadi bagian disana. Dan saya bangga karenanya, apakah kalian juga bangga ?
Recent Comments