Tafsir Surat At Tahrim Ayat 1-5

Tafsir Surat At Tahrim Ayat 1-5
Ilustrasi foto: google.com
Bagikan

Tafsir Surat At Tahrim Ayat 1-5

Gambaran Umum Surat At Tahrim

Surah At-Tahrim merupakan surah yang penting bagi kita yang telah berumah tangga, terutama bagi mereka yang berpoligami. Karena surah ini juga berkaitan dengan interaksi komunikasi seseorang dalam berumah tangga. Yaitu bahwasanya bagaimanapun kehidupan rumah tangga seseorang, pasti ada yang namanya problematika rumah tangga. Dalam rumah tangga tetap ada yang namanya kecemburuan ataupun keributan kecil. Hanya saja rumah tangga yang baik adalah rumah tangga yang problematikanya hanya datang sesekali dan tidak sering.

Adapun jika ada rumah tangga yang dalam setiap pekan atau bahkan hari terdapat problematika antara suami istri, maka kita katakan bahwa rumah tangga tersebut tidak sehat. Ketahuilah bahwa orang yang paling bahagia adalah orang yang bahagia di rumahnya. Boleh seseorang bahagia di luar, akan tetapi jika dia tidak menemukan kebahagiaan dalam rumahnya, maka sejatinya dia tidak bahagia. Maka ketika seseorang menyadari bahwa dia tidak bahagia dalam kehidupan rumah tangganya, maka dia harus merubah pola interaksi komunikasi antara dia dengan pasangannya, dan bekerja sama dalam meraih kebahagiaan.

Maka ada tiga tema utama dalam surat At-Tahrim yang menggambarkan kondisi riil kehidupan manusia, yaitu:
1.Kehidupan keluarga nabi Muhammad saw beserta riak-gelombangnya (ayat 1-5).
2.Kehidupan keluarga orang mukmin secara umum (ayat 6-9).
3.Kehidupan keluarga para nabi terdahulu yaitu keluarga nabi Nuh dan nabi Luth sebagai contoh buruk serta kehidupan Maryam dan Asiyah sebagai contoh baik (ayat 10-12).
Semuanya bertujuan menjadi cermin agar manusia mengambil pelajaran dari setiap masalah sebagai proses pendewasaan.

Asbabun Nuzul Surat At Tahrim 1-5

Ada 2 riwayat terkait sebab turunnya (asbabun nuzul) surat At Tahrim ayat 1-5 ini. RIwayat pertama dari Aisyah r.a dan riwayat kedua dari Ibnu ‘Abbas r.a.

Dari Aisyah ra bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bermalam dan minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, maka aku dan Hafsah sepakat bahwa siapa saja di antara kami berdua yang nantinya diinapi oleh Nabi harus berkata kepada beliau, “Aku mencium bau magafir (getah pohon tertentu yang rasanya mirip madu namun baunya sangat menyengat) darimu; apakah engkau habis memakannya?”. Benar saja, ketika Nabi menginap di rumah salah satu dari mereka berdua, ia pun mengatakan hal itu. Beliau menjawab, “Tidak. Aku baru saja minum madu di rumah Zainab binti Jahsy. Kalau begitu, aku selamanya tidak akan mengulangi (meminumnya) lagi. ‟Berkaitan dengan hal ini turunlah ayat, “yaayyuhan-nabiyyu lima tuharrimu maa ahallallahu laka” …hingga firman-Nya, “in tatuba ilallah” yakni ‘Aba…di azwajihi hadisa‟—yakni ucapan beliau, “Tidak. Aku baru saja minum madu.” Maka setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Hafshah untuk tidak memberitahukan hal ini kepada ‘Aisyah, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ingin ‘Aisyah marah atau cemburu. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal demikian kepada Hafshah, maka turunlah surah At-Tahrim ini sebagai teguran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengharamkan madu untuk dirinya.

Dalam suatu periwayatan Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
“Saya bertanya kepada ‘Umar bin al-Khaththab tentang siapa kedua perempuan itu? Ia berkata, ‘Aisyah dan Hafsah. Dia mengawali cerita tentang Ummu Ibrahim (Mariyah) al-Qibthiyyah yang digauli Nabi صلى الله عليه وسلم di rumah Hafsah pada hari (giliran)nya, lalu Hafsah mengetahuinya. Hafsah lalu berkata, ‘Wahai Nabi Allah, engkau telah memperlakukan saya dengan perlakuan yang tidak engkau lakukan kepada istri-istrimu yang lain pada hari saya, rumah saya, dan di atas tempat tidur saya. Nabi berkata, ‘Senangkah engkau bila saya mengharamkannya dengan tidak menggaulinya lagi? Ia menjawab, ‘Baik, haramkan dia! Nabi lalu berkata, ‘Janganlah engkau katakan hal ini kepada siapa pun. Tetapi Hafsah mengatakannya kepada ‘Aisyah. Kemudian Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi saw, lalu menurunkan ayat: “ya ayyuhan-nabiyyu lima tuharrimu” dan seterusnya.

Berusaha Membahagiakan Pasangan, Belajar dari Dinamika Keluarga Nabi Muhammad SAW

Keutuhan keluarga menjadi syarat utama ketenangan jiwa anggota keluarganya. Keutuhan keluarga bukan datang sendiri, namun harus diupayakan dan dipelihara. Rumah tangga yang harmonis bukan berarti rumah yang tidak pernah ada konflik. Namun cara menghadapi dan menyelesaikan konflik itu yang menjadi kunci keharmonisan sebuah keluarga.

Rumah tangga yang kokoh akan melindungi para penghuninya dari godaan maksiat. Keluarga yang kokoh akan menjadi sumber energy besar yang menjalar ke seluruh anggotanya sehingga mereka dapat menggali potensinya untuk meraih prestasi besar dan amal-amal utama untuk kebaikan umat.

Sebaliknya rumah tangga yang rapuh akan menjadi sumber masalah dan melemahkan potensi penghuninya, menguras seluruh energinya sehingga menimbulkan kerusakan yang bisa menjalar menjadi kerusakan masyarakat. Karena keluarga adalah inti dari masyarakat dan Negara. Keluarga yang rapuh akan menyebabkan masyarakat yang sakit dan melemahkan sendi-sendi Negara.

Peran dan kerjasama suami istri menjadi tulang punggung dalam membentuk keluarga yang kokoh. Maka para suami harus menjadi contoh teladan dalam memimpin keluarganya mengarungi bahtera kehidupan. Demikian juga peran istri sangatlah penting. Pepatah Arab mengatakan wanita adalah tiang Negara, apabila baik wanitanya baiklah negaranya, apabila rusak wanita, maka kehidupan rumah tangga Nabi saw menjadi contoh sampai hari kiamat. Maka Nabi saw tidak mungkin menyimpan sendiri masalah rumah tangganya karena Allah menghendaki pelajaran bagi segenap manusia hingga akhir zaman. Inilah sistem langit yang diturunkan ke bumi sebagai petunjuk dalam menyelesaikan masalah terutama dalam rumah tangga.

Sebagaimana layaknya kehidupan manusia biasa, kehidupan rumah tangga Rasulullah saw juga diwarnai oleh persaingan dan cemburu di antara para istrinya. Hal itu sangat manusiawi karena Allah hendak mendidik manusia dengan contoh langsung dalam kehidupan riel hamba yang paling mulia Rasulullah saw.

Di antara istri – istri nabi yang sebagian besar dinikahi beliau berstatus janda, ada beberapa yang membuat Aisyah merasa cemburu karena kecantikannya yaitu Zainab binti Jahsy yang masih kerabat Nabi anak dari bibi beliau yang memiliki kedudukan tinggi di kalangan kaumnya, dan Juwairiyah binti Al Harits anak dari pemimpin bani Mustalik yang ditaklukkan, pernikahan Rasulullah dengan Juwairiyah menyebabkan masuk Islamnya seluruh bani Mustalik.

Aisyah adalah istri yang paling dicintai, secara naluri kejiwaan seorang wanita ada rasa cemburu kepada dua istri nabi di atas yang juga muda dan cantik. Rasa cemburu itu pada dasarnya mubah-mubah (boleh) saja. Cemburu itu tanda cinta tapi jangan sampai kemudian jatuh kepada kemaksiatan yang membuat orang yang kita cintai karena Allah malah menjebaknya melakukan kemaksiatan atau sesuatu yang tidak disukai oleh Allah. Maka ketika Rasul bersumpah tidak akan lagi minum madu dan tidak akan menggauli sayyidah Mariyah Al qibtiyah, Allah جل جلاله kemudian menjelaskan hukum Fiqih tentang sumpah yang kemudian menjadi hukum bagi umat Islam.

Saudaraku, Keluarga yang harmonis bukan semata keluarga yang tidak menghadapi masalah. Bahkan keluarga Rasulullah saw pun ada masalahnya tapi bagaimana Rasulullah saw dan para istrinya punya kemampuan mengatasi masalahnya, sekalipun keduanya memiliki sisi – sisi manusiawi. Terkait asbab menggauli Mariyah di kamarnya Hafshah. Di satu sisi Rasul minta maaf, disisi lain Hafshah tidak mentang-mentang suaminya salah tapi tetap hormat dan memaafkan.

Riak-riak rumah tangga adalah manusiawi dan wajar terjadi dalam kehidupan, maka kembalikanlah masalah kepada hukum Allah, bukan hukum menurut hawa nafsu. Kalau menurut hawa nafsu, Rasulullah SAW bermaksud meredam konflik dengan mengharamkan sesuatu yang halal, namun Allah tidak berkenan dan segera meluruskannya. Karenanya Jika rumah tangga menghadapi masalah, cerai bukan satu-satunya pintu keluar, ada banyak pintu lain yang mesti dilalui, maka didiklah istri dengan nasehat dan sikap seperti pisah ranjang, untuk memberinya kesempatan berfikir dan untuk menimbulkan kerinduan dengan pasangan.

Keutuhan keluarga menjadi syarat utama ketenangan jiwa anggota keluarganya. Keutuhan keluarga bukan datang sendiri, namun harus diupayakan dan dipelihara. Rumah tangga yang harmonis bukan berarti rumah yang tidak pernah ada konflik. Namun cara menghadapi dan menyelesaikan konflik itu yang menjadi kunci keharmonisan sebuah keluarga.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala di tema ini juga mengajarkan kepada kita semua kalau Nabi Muhammad saw itu Rasul utusan-Nya yang juga harus mengikuti apa yang diinginkan oleh Allah melebihi keinginan istri-istrinya. Di sisi lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengedepankan adab dalam menegur Rasulullah. Oleh karena itu ketika kita menegur sikap seseorang maka kedepankan pula adab. Bahwa menegur itu untuk memperbaiki kesalahan dan bukan untuk merusak martabat, tidak dengan memanggil dengan panggilan menghina, tapi tetap dengan panggilan yang memuliakan.

Maka pelajaran untuk kita semua sebagai anggota bahwa keharmonisan dalam rumah tangga harus senantiasa dijaga dengan saling melengkapi, menutupi, menghormati dan memaafkan. Dengan harapan bahwa keluarga harmonis siap mengusung dakwah, memperjuangkannya dan memenangkannya.

Jaga Rahasia Rumah Tanggamu

Sebagian kondisi rumah tangga layak diketahui publik seperti berbagi ilmu parenting secara umum tanpa menyebut spesifik, KDRT, dan zalim dalam harta. Namun sebagian kondisi pasangan suami dan istri tidak boleh dibocorkan ke publik karena bersifat privat atau pribadi sekali.

Pengecualian ini disebutkan dalam riwayat berikut ini:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَجَالِسُ بِالأَمَانَةِ إِلاَّ ثَلاَثَةَ مَجَالِسَ سَفْكُ دَمٍ حَرَامٍ أَوْ فَرْجٌ حَرَامٌ أَوِ اقْتِطَاعُ مَالٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

Artinya, “Dari sahabat Jabir bin Abdillah r.a, Rasulullah SAW bersabda, ‘Setiap majelis itu adalah amanah kecuali tiga majelis, penumpahan darah yang haram (pembunuhan), farji yang haram (perzinaan), dan pengambilan harta tanpa hak (perampasan).”(HR Abu Dawud dan Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun jika terdapat kebutuhan atau ada faidah dengan menceritakan, misalnya suami mengingkari keengganan istri yang tidak mau melayani suami, atau istri mengklaim bahwa suami lemah, tidak mampu menyetubuhi (istri), atau hal-hal semacam itu, maka hal ini tidaklah makruh menyebutkannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku melakukannya dan juga ini.” Juga pertanyaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Thalhah, “Apakah semalam Engkau menjadi pengantin?” Dan juga perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir, “Kalau bisa segeralah punya anak, kalau bisa segeralah punya anak wahai Jabir.” Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 5: 162. Al-Imam Al-Hafizh Zakiyyuddin Abdul Azhim bin Abdul Qawiy Al-Mundziri dalam Kitab At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H] Juz III, halaman 54 menghimpun sejumlah hadits berisi peringatan atau larangan perihal menyebar kondisi pasangan atau rahasia rumah tangga yang bersifat privat].

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أَنَّ رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال إِنَّ من أعظمِ الأمانة عندَ الله يوم القيامةَ الرَّجُلُ يُفْضي إِلى امرأته وتُفْضي إِليه ثم ينشُرُ سِرَّه

Artinya, “Dari sahabat Abu Sa‘id Al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Amanah terbesar di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seseorang yang memperhatikan istrinya dan sebaliknya kemudian menyebarkan rahasia pasangannya,” (HR Muslim)

وفي رواية إِنَّ مِنْ أشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ القِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِي إِلى امْرَأَتِهِ أَوْ تُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرَّ صَاحِبِهِ

Artinya, “Dalam riwayat lain, ‘Seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seorang laki-laki yang memperhatikan istrinya dan sebaliknya kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya.” (HR Muslim dan Abu Dawud).

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أَنَّ رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال إِذا حَدَّث رجل رجلا بحديث ثم التفت فهو أمانة

Artinya, “Dari sahabat Jabir bin Abdillah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Bila seseorang berbicara dengan sahabatnya, kemudian ia menoleh, maka ucapannya itu adalah amanah,” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

عن أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ قُعُودٌ عِنْدَهُ فَقَالَ لَعَلَّ رَجُلًا يَقُولُ مَا يَفْعَلُ بِأَهْلِهِ وَلَعَلَّ امْرَأَةً تُخْبِرُ بِمَا فَعَلَتْ مَعَ زَوْجِهَا فَأَرَمَّ الْقَوْمُ فَقُلْتُ إِي وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُنَّ لَيَقُلْنَ وَإِنَّهُمْ لَيَفْعَلُونَ قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ

Artinya, “Dari Asma binti Yazid ra, ia sedang bersama Rasulullah saw. Sementara banyak laki-laki dan perempuan duduk di sekitarnya. ‘Mungkin seseorang menceritakan apa dilakukannya terhadap keluarganya. Bisa jadi seorang istri juga menceritakan apa yang dilakukan terhadap suaminya,’ kata Rasulullah. Orang-orang lalu terdiam. Asma bertanya, ‘Iii… Wahai Rasulullah, sungguh istri-istri melakukan itu dan para suami juga melakukannya?’ ‘Kalian jangan melakukannya karena yang demikian itu seperti setan jantan bertemu setan betina di tengah jalan lalu keduanya berhubungan seksual dan orang-orang melihatnya,‟” (HR Ahmad).

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: