Nabi Khidr dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Nabi Khidr dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Oleh: Ust.Deni Prasetio, SKM
Kisah Khidr yang diungkapkan oleh Al Quran adalah sebuah pelajaran bagi manusia di akhir jaman seperti kita. Jika anda hidup di masa pemerintahan zhalim sebagaimana kisah pertama maka langkah pertama harus bersiasat tidak mengikuti kebijakan yang dibuat oleh raja zhalim. Raja bikin aturan yang menyusahkan sementara tak ada satupun nilai-nilai agama diterapkan di kerajaan. Biarkan mereka dengan aturan mereka sementara kita dengan aturan Allah. That’s rule number one.
Pelajaran kedua yang diajarkan nabi Khidr adalah mencegah kemungkaran tetap dilaksanakan dalam situasi apapun.
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. (Al Kahfi : 74)
Berdasarkan pengetahuan Khidr yang tidak dimiliki Musa, kelak anak ini bakal membuat ortunya menjadi kafir juga menyesatkan. Gak ada bagus-bagusnya dan gak bisa diharapkan tobatnya. Maka harus dicegah agar timbul kemaslahatan.
Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (Al Kahfi : 80-81)
Kalo anak pertama masih hidup tidak akan lahir anak kedua. Berarti mencegah kemungkaran dengan mematikan anak pertama melahirkan kemaslahatan bagi ortunya yakni lahirnya anak kedua yang lebih baik.
Ini filosofinya nahi munkar, memberantas kemungkaran untuk menghasilkan kemaslahatan bukan menimbulkan kemungkaran yang baru.
Kemudian Khidr dan Musa sampai pada kondisi kekurangan makanan. Ketika sampai pada satu negeri mereka mengharap dijamu sebagai bagian dari kearifan lokal. Ternyata walau sudah termaktub dalam UU, perjamuan yang diharapkan tak kunjung datang. Ini mirip negeri wakanda, warganya disuruh diam tapi gak dikasi makan padahal sudah termaktub dalam UU Karantina.
Uniknya, dan ini pelajaran yang berharga bagi kita, ditengah kondisi yg sulit, Khidr tidak menyia-nyiakan kebaikan yang ada di depan mata. Ada dinding rumah mau roboh. Dengan sisa tenaga Khidr menegakkan dinding tersebut.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (Al Kahfi : 77)
Liat walau kondisi kepayahan akibat susah makan tetap Khidr beramal. Begitulah kondisi kita sekarang. Saya tau pengeluaran kalian sedang pas-pasan bahkan minus menghadapi lockdown ini. Saya tau napas kalian sudah tersengal-sengal mencari nafkah dalam situasi ini. Saya tau otak kalian sudah overload memutar cara memenuhi kebutuhan hidup. Tapi jangan tinggalkan kebaikan bantuan yatim & dhuafa FKM pada situasi sekarang.
Situasi sekarang mungkin hanya kita alami sekali, tidak akan berulang dan tidak bisa diulang. Artinya kondisi kesulitan sebagian orang yang ada saat ini, besok-besok tidak akan ada. Rugi jika membiarkan kebaikan khusus berlalu tanpa kita ikut didalamnya.
Menyantuni yatim bisa kapan saja, memberi makan orang miskin juga bisa kapan saja. Tapi menemui kondisi iqtahamal al aqabah (jalan mendaki dan sukar) hanya ada sekarang. Begitu mulianya orang yang memberi makan yatim dan dhuafa pada kondisi ini, mereka langsung dikelompokkan sebagai golongan kanan.
Mereka adalah golongan kanan. (Al Balad : 18)
Dan golongan kanan sudah jelas surga tempatnya dengan segala kenikmatan yang dijelaskan dalam surah al Waqiah.
Padahal nih dalam kondisi umum ganjaran memberi makan (bersedekah) yang disebut adalah : dilipatgandakan pahalanya (2:261), menghapus dosa (HR Tirmidzi), dan mendapat naungan di hari kiamat (HR Bukhari). Tidak ada ganjaran tertinggi yakni surga yang diberikan. Namun jika kondisinya iqtahamal al aqabah ganjarannya surga. Hebat nian… dan itu yang dilakukan oleh Nabi Khidr.
Ternyata ini yang membuat ganjarannya berlimpah :
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (Al Kahfi : 82)
Ada harta simpanan yang menjadi warisan si yatim. Ketika harta ini terpelihara dan nanti digunakan oleh yatim saat mereka dewasa (yang pasti untuk kebaikan karena ayahnya orang sholeh) maka pahalanya mengalir ke Nabi Khidr. Ini rahasia memberi makan yatim dan dhuafa di masa iqtahamal al aqabah.
Saat ini mungkin kita berpikir seperti Musa, hidup lagi susah kalo gak ada keuntungan ngapain kerja tanpa upah. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Percayalah kelak amal ini yang akan menolongmu dihadapan Allah, itu rahasia yang ditunjukkan oleh Nabi Khidr.
Recent Comments