Biografi Sahabat Abdullah bin Abbas

Biografi Sahabat Abdullah bin Abbas
Ilustrasi foto: dosemmuslim.com
Bagikan

Abdullah Ibn Abbas – Lautan Ilmu

(Dikutip dari: Muhammad Raji Hasan Kinas. 2012. Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Penerbit Zaman: Jakarta, 45-49)

 

Abdullah ibn Abbas adalah sahabat Nabi yang berasal dari suku Quraisy, keturunan Bani Hasyim. Ayahnya bernama al-Abbas ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdu Manaf. Ibunya bernama Lubabah al-Kubra bint al-Harits ibn Hazn al-Hilaliyah. AI-Abbas adalah paman Rasulullah saw. dan kakak sepupu Khalid ibn al-Walid. la dijuluki Habrul Ummah wa Tarjuman Al-Quran, tinta umat dan penerjemah Al-Quran. La juga mendapat gelar al-Bahru alias Sang Lautan karena keluasan ilmunya.

Abdullah ibn Abbas lahir ketika Rasulullah dan seluruh Bani Hasyim diboikot oleh kaum Quraisy. Al-Abbas kecil dibawa kepada Nabi saw. dan beliau memberkahinya dengan ludah beliau. Itu terjadi tiga tahun sebelum Hijrah.

Imam al-Hakim mengutip sebuah riwayat dalam kitab al-Mustadrak bahwa Ibn Abbas pernah dua kali melihat malaikat Jibril di sisi Nabi saw.

Imam Tirmidzi juga menuturkan riwayat dari Bundar dan Mahmud ibn Gahilan dari Abu Muhammad dari Sufyan dari Laits dari Abu Jahdham dari Ibn Abbas bahwa ia pernah melihat malaikat Jibril dua kali dan dua kali pula Nabi saw. mendoakannya.

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Muhammad Basyar dari Abdul Wahab al-Tsaqafi dari Khalid al-Hadza dari Ikrimah dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah saw. memeluknya dan beliau berdoa, “Ya Allah, ajarkanlah hikmah kepadanya.”

Ibn Abbas telah meriwayatkan hadis Nabi saw. dari Umar, Ali, Abu Dzar, Muaz ibn Jabal. Sementara, Abdullah ibn Umar meriwayatkan hadis darinya, juga Anas ibn Malik, putranya Ali ibn Abdullah ibn Abbas, saudaranya Katsir ibn Abbas, Abu Umamah ibn Sahal ibn Hanif, Abu ai-Thufail, serta kedua budaknya Ikrimah dan Kuraib, Abu Ma’bad Nafidz, Atha ibn Abu Rabah, Mujahid dan Ibnu Mulaikah, Said ibn al-Musayab, al-Qasim ibn Muhammad, Amr ibn Dinar, Ubaid ibn Umair, Ubaidillah ibn Abdullah ibn Utbah, Muhammad ibn Ka‘b, Sulaiman ibn Yasar, Urwah ibn al-Zubair, Thawus, Abu al-Dhuha, Wahab ibn Munabbih, dan banyak lagi golongan sahabat maupun tabiin yang meriwayatkan hadis darinya.

Hanasy al-Qana’i meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa suatu ketika ia berada di belakang Rasulullah saw. Kemudian beliau bersabda, “Hai anak muda, aku akan mengajarkan beberapa kalimat: peliharalah Allah maka Dia akan memeliharamu; peliharalah Allah maka akan kautemukan Dia di hadapanmu; jika kau meminta, mintalah kepada Allah; dan jika kau memohon pertolongan, memohonlah kepada Allah. Ketahuilah, jika umat ini bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, mereka takkan dapat memberi manfaat apa pun kecuali sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Jika mereka berkumpul untuk memberimu mudarat maka mereka takkan bisa memberi mudarat apa pun kecuali sesuatu yang telah Allah tuliskan atasmu. Pena-pena reiah diangkat dan cataran-caratan telah mengering.”

Sungguh agug ilmu yang engkau miliki, wahai Rasulullah. Betapa luas ilmu Allah yang telah engkau berikan kepada para sahabatmu.

Menurut Ubaidillah ibn Abdullah ibn Utbah, Ibn Abbas memiliki keistimewaan yang sulit ditandingi oleh kebanyakan manusia. la memiliki keunggulan dalam banyak hal. Misalnya, ia memiliki ilmu yang lebih dahulu ia ketahui dibanding orang lain; ia memiliki pemikiran dan pemahaman yang luas; ia pun dikenal sebagai alim yang santun dan lemah lembut; nasab keturunannya pun berasa dari golongan yang mulia. Ia juga sangat dermawan. Ubaidillah mengatakan, “Belum pernah aku melihat orang yang lebih mengetahui dan lebih memahami hadis Nabi saw. dibanding Ibn Abbas. Bahkan, pada masa Abu Bakr r.a., Umar r.a., maupun Utsman r.a., tak ada seorang pun yang pemahamannya tentang hadis Nabi saw. melampaui dirinya. Juga tak ada orang yang mengunggulinya dalam pengetahuan tentang syair, bahasa Arab, tafsir Al-Quran, atau pun ilmu hisab dan faraid. Selain itu, tak ada seorang pun yang pendapatnya lebih tepat dalam suatu masalah dibanding pendapat Ibn Abbas. Dalam sehari ia bisa duduk berlama-lama di majelis membicarakan fikih, di hari yang lain ia membicarakan takwil. la pun fasih bicara tentang strategi perang, apalagi tentang syair dan bahasa Arab. Setiap kali seorang alim duduk dihadapannya, ia akan menundukkan kepala menghormatinya. Dan setiap kali seseorang menanyakan suatu masalah, ia akan merasa puas karena Ibn Abbas dapat memberinya jawaban yang memuaskan.

Ibn Abbas sangat teliti. la selalu memeriksa secara seksama apa pun yang diriwayatkan arau didengarnya, terlebih lagi jika riwayat itu datang dari Rasulullah saw. Pernah, suatu hari, Ibn Abbas menemui seorang sahabat untuk menanyakan sesuatu, tetapi saat ia datang, sahabat itu sedang berbicara pada seseorang.

Ibn Abbas melilitkan surbannya di kepala dan duduk menunggu di depan pintu rumah sahabat itu. Tak lama berselang, angin bertiup cukup kencang menerbangkan debu yang mengotori pakaiannya. Ketika sahabat itu keluar rumah, ia melihat Ibn Abbas berada di depan pintu rumahnya. Sahabat itu bertanya, “Wahai putra paman Rasulullah, apa maksud kedatanganmu di sini? Mengapa engkau tidak mengutus seseorang agar aku datang menemuimu.”

Ibn Abbas menjawab, “Tidak, akulah yang seharusnya mendatangimu, bukan engkau yang mendatangiku.” Ibn Abbas menyadari, orang alim harus didatangi, bukan sebaliknya. Dan saat itu, dialah yang punya keperluan kepada sahabat tersebut.

Riwayat itu menegaskan perilaku Ibn Abbas yang sangat rendah hati. la tidak pernah merasa sombong dengan ilmu yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Suatu hari ia pernah ditanya, “Hai Ibn Abbas, di manakah posisi keilmuanmu dibanding ilmu anak pamanmu {maksudnya Ali ibn Abu Thalib)?”.

Ibn Abbas menjawab, “(Ilmuku dibanding ilmu Ali) Bagaikan tetes air hujan yang jatuh ke samudra.”

Sungguh tepat ucapannya itu. la benar-benar memahami kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri. Ucapannya itu menegaskan bahwa Ali ibn Abu Thalib jauh lebih berilmu dibanding dirinya. Di sisi Iain, ucapannya itu menunjukkan sifat tawaduknya. Umar ibn al-Khattab r.a. sendiri mengagumi keluasan ilmu dan pengetahuannya. Bahkan, Umar r.a. menjuluki Ibn Abbas sebagai pemuda-sepuh (Fata al-Kuhl). Umar r.a. sering meminta pandangan Ibn Abbas kerika menghadapi suatu masalah.

Jika Ibn Abbas sedang membaca Al-Quran dan ia memahami satu perkara yang belum dipahami orang lain, ia akan berkata, “Aku membaca salah satu ayat dari kitab Allah. Aku ingin semua orang mengerti sebagaimana aku memahaminya.” Ucapan seperti ini hanya akan keluar dari mulut orang yang benar-benar alim dan jujur.

Dalam kesempatan lain, Ibn Abbas berkata, “Jika aku mendengar seorang pemimpin umat Islam memerintah dengan adil dan bijaksana, aku merasa sangat senang. Aku akan mendoakannya, dan aku tak perlu mengkritiknya. Dan jika aku mendengar hujan turun di tanah kaum muslim, aku pun merasa senang, dan aku sendiri tidak punya hewan ternak untuk digembalakan di sana.” Artinya, Ibn Abbas sangat senang jika semua orang mendapat kebaikan. Rasulullah saw. pernah mendoakannya, “Ya Allah, berilah ia pemahaman dalam masalah agama dan ajarkan kepadanya takwil (tafsir).”

la pergi menunaikan ibadah haji ketika rumah Khalifah Utsman r.a. dikepung. Ketika di ujung usianya mengalami kebutaan, Ibn Abbas berkata, “Jika Allah mengambil cahaya-Nya dari kedua mataku maka sesungguhnya pada lisan dan hatiku masih ada cahaya. Hatiku cerdas dan pandai berpikir serta bersih dari tipudaya. Mulutku pun tajam bagaikan pedang.”

Ibn Abbas wafat pada usia 70 tahun. Saat jenazahnya akan dikuburkan, Ibn al-Hanafiyah berkata, “Demi Allah, pada hari ini telah wafat tinta umat ini.” Semoga Allah merahmatinya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: