Siasat Perundingan

Siasat Perundingan
Ilustrasi foto: desa.id
Bagikan

Siasat Perundingan

Oleh: Dr.Said Ramadhan Al Buthy (dikutip dari buku Fiqih Sirah)

Di dalam riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq disebutkan bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah seorang tokoh cendekiawan di antara kaumnya berkata di majelis pertemuan Quraisy, “Wahai kaum Quraisy, ijinkanlah aku bertemu dan berdialog dengan Muhammad dan memberinya beberapa tawaran, barangkali dia bersedia menerima salah satunya. Kita berikan kepadanya apa yang disukainya, dan dia berhenti menyusahkan kita. Kaum Qurasiya menyetujuinya. “Kemudian ‘Utbah datang kepada Rasulullah saw, lalu duduk di hadapan Nabi saw, dan berkata,“ Wahai putra saudaraku, anda adalah seorang dari lingkungan kami, dan andapun telah mengetahui kedudukan silsilah kami (yang dipandang terhormat oleh semua orang Arab). Namun ternyata anda telah membawa suatu persoalan yang amat gawat kepada kaum kerabat anda, dan anda telah memecah-belah kerukunan dan persatuan mereka. Sekarang dengarkanlah baik-baik, saya hendak menawarkan kepada anda beberapa hal yang mungkin dapat anda terima salah satu di antaranya.

“Nabi saw menjawab: “Katakanlah, hai Abu al-Walid, apa yang hendak kamu tawarkan. “ ‘Utbah bin Rabi’ah berkata: “Wahai putra saudaraku, jika dengan dakwah yang anda lakukan itu anda ingin mendapatkan harta kekayaan, maka akan kami kumpulkan harta kekayaan yang ada pada kami untuk anda, sehingga anda menjadi orang yang terkaya di kalangan kami. Jika anda menginginkan kehormatan dan kemuliaan, anda akan kami angkat sebagai pemimpin, dan kami tidak akan memutuskan persoalan apa pun tanpa persetujuan anda. Jika ingin menjadi raja, kami bersedia menobatkan anda sebagai raja kami. Apabila anda tidak sanggup menangkal jin yang merasuk ke dalam jiwa anda, kami bersedia mencari tabib yang sanggup menyembuhkan anda, dan untuk itu kami tidak akan menghitung-hitung berapa biaya yang diperlukan sampai anda sembuh.“

Utusan Quraisy Membujuk Rasulullah

Rasulullah saw bertanya kepada ‘Utbah, “Sudah selesaikan anda wahai Abu al-Walid ?“ Jawab ‘utbah, “Sudah”. Nabi saw berkata, “Sekarang dengarkanlah dariku.“ Kemudian Nabi saw membaca :

“Haa Miim. Diturunkan Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang telah dijelaskan ayat-ayatnya, al-Quran dalam bahasa Arab, bagi kaum yang hendak mengetahuinya. Kitab yang membawakan berita gembira dan yang membawakan peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling dan mereka tidak mau mendengarkannya. Mereka (bahkan) berkata: “Hati kami tertutup bagi apa yang kamu serukan kepada kami, dan telinga kami pun tersumbat rapat.

Antara kami dan kamu terdapat dinding pemisah. Karenanya, silahkan kamu berbuat (menurut kemauanmu sendiri) dan kami pun berbuat (menurut kemauan kami sendiri). “Katakanlah (Hai Muhammad),“ Bahwasannya aku adalah seorang manusia (juga) seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Satu, karena itu hendaklah kamu tetap pada jalan lurus menuju kepada-Nya dan celakalah orang-orang yang mempersekutukan- Nya……:“

Ketika ‘Utbah mendengar bacaan Rasulullah saw sampai ayat :

“Jika mereka berpaling maka katakanlah ,“ Kalian telah kuperingatakan (mengenai datangnya ) petir (adzab) seperti petir yang menghancurkan kaum ‘Aad dan Tsamud (dahulu)”

QS Fushshilat : 13

Para pembesar Quraisy tidak ingin putus asa untuk Nabi saw. Mereka mendatangi Nabi saw dan menawarkan kembali apa yang pernah ditawarkan oleh ‘Utbah. Mereka menawarkan kekuasaan, harta kekayaan dan pengobatan.

Keteguhan Rasulullah untuk Tetap Berdakwah

Kepada mereka Rasulullah saw mengatakan, “Aku tidak memerlukan semua yang kamu tawarkan. Aku tidak berdakwah karena menginginkan harta kekayaan, kehormatan, atau kekuasaan. Tetapi Allah mengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan memerintahkan aku agar menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan. Kemudian aku sampaikan risalah Rabb-ku dan aku sampaikan nasehat kepadamu. Jika kamu menerima dakwahku, maka kebahagianlah bagimu di dunia dan di akherat. Jika kamu menolak ajakanku, maka aku bersabar mengikuti perintah Allah sehingga Allah memberikan keputusan antara aku dan kamu.”

Karena itu mintakanlah untuk kami kepada Rabb yang telah mengutusmu agar menjauhkan gunung-gunung yang menghimpit ini dari negeri kami, mengalirkan sungai-sungai untuk kami sebagaimana sungai-sungai Syam dan Iraq, dan membangkitkan bapak-bapak kami yang telah mati, terutama Qushayyi bin Kilab, karena dia seorang tokoh yang terkenal jujur, sehingga kami dapat bertanya kepadanya tentang apa yang anda katakan. Jika anda telah melakukan apa yang kami minta, maka kami baru akan membenarkan anda,. Kami akan akan tahu kedudukan anda di sisi Allah, dan akan mempercayai bahwa Dia mengutusmu sebagai Rasul sebagaimana anda katakan.”

Beberapa Ibrah

Di dalam fragmen Sirah Nabawiyah yang kami sebutkan di atas terdapat tiga pelajaran penting.

Pertama, menjelaskan kepada kita tentang kebersihan dakwah nabi saw dari segala bentuk kepentingan dan tujuan pribadi yang biasanya menjadi motivasi para penyeru ideologi baru dan penganjur pembaruan dan revolusi.

Apakah melalui dakwahnya Rasulullah saw bermaksud memburu kekuasaan, kehormatan, dan kekayaan? Apakah dakwahnya hanya merupakan manifestasi dari segala kebusukan yang terimpan di dadanya ?

Semua tuduhan ini merupakan senjata yang biasa digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan dakwah Islam. Tetapi betapa agung dan mulianya rahasia kehidupannya yang telah dipersiapkan Rabb semesta alam kepada Rasul-nya . Allah telah mengisi kehidupan Rasul-Nya dengan sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa yang menghancurkan semua tuduhan busuk yang dilontarkan para musuh Islam, dan membuat mereka bingung mencari cara yang harus ditempuh untuk melancarkan serangan pemikiran.

Adalah termasuk kebijaksanaan Allah bahwa kaum musyrik Quraisy telah melakukan beberapa kali perundingan (penawaran) kepada Rasulullah saw , setelah mereka membayangkan dalam pikiran mereka sendiri tuduhan-tuduhan tersebut, kendatipun mereka sangat mengetahui tabiat dan tujuan dakwah Rasulullah saw. Tetapi demikianlah hikmah Ilahiyah telah menghendakinya, tiap tuduhan palsu dan ghazwul fikri (serangan pemikiran) yang akan dilancarkan oleh musuh-musuh Islam.

Para orientalis seperti Kramer dan Van Vloten, setelah lama memeras otak, tetapi tidak juga berhasil menemukan peluang untuk menodai kesucian Rasulullah saw akhirnya dengan mengesampingkan kebenaran mereka menuduh bahwa Muhammad berdakwah semata-mata memburu kekuasaan dan kejayaan.

Tetapi jauh sebelum para orientalis ini datang, Allah telah memperlihatkan bagaimana ‘Utbah bin Rabi’ah atas nama kaum Quraisy menawarkan emua yang dituduhkan itu kehadapan Nabi saw. Tawaran itu ditolak sama sekali oleh Rasulullah saw, bahkan setelah itu beliau tetap tabah menghadapi penyiksaan dan penganiayaan kaum Quraisy.

Dakwah Rasulullah Bukan untuk Kekuasaaan dan Harta

Seandainya dakwah Rasulullah saw semata-mata mengejar kekuasaan dan harta kekayaan, niscaya beliau tidak akan bersedia menanggung penyiksaan dan tidak akan menolak tawaran mereka seraya mengatakan :

“Aku tidak berdakwah karena menginginkan harta kekayaan, kehormatan, atau kekuasaan. Tetapi Allah telah mengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan memerintahkan aku agar menjadi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Kemudian aku sampaikan risalah Rabb-ku dan aku sampaikan nasehat kepadamu.”

Dalam pada itu, kehidupsn sehari-hari Rasulullah saw juga membenarkan ucapannya ini. Beliau tidak menolak kekuasaan, dan harta kekayaan hanya dengan lisannya saja, bahkan kehidupan sehari-harinya pun membuktikan hal tersebut. Beliau hidup dengan gaya kehidupan yang sangat sederhana, tidak pernah lebih dari kehidupan kaum fakir dan miskin. Berkata Aisyah r.a. dalam sebuah riwayat Bukhari. :

“Sampai Nabi saw meninggal belum pernah ada di dalam rak makananku sesuatu yang bisa dimakan manusia kecuali secuil roti, dan itupun aku mohon untuk beberapa hari.”

Berkata Anas r.a. dalam sebuah riwayaat Bukhari :

“Sampai meninggal nabi saw, belum pernah maan makanan di atas piring sampai meninggal beliau belum pernah makan roti yang berkualitas baik.“

Kesederhanaan Hidup Rasulullah

Kehidupan Rasulullah saw sungguh sangat sederhana, baik dalam berpakaian ataupuan menyangkut perabot rumahnya. Beliau tidur hanya di atas tikar anyaman, bahkan belum pernah sama sekali tidur di atas hamparan yang lembut dan empuk. Hingga istri-istrinya, pada suatu hari mendatangi beliau mengadukan ihwal kehidupan yang memprihatikan. Mereka menuntut perbaikan keadaan, paling tidak sedikit di bawah kehidupan para istri sahabatnya. Mendengar tuntutan ini, Rasulullah saw marah dan tidak memberikan jawaban pun hingga kemudian Allah menurunkan firman-Nya :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian menginginkan kehiduan dunia dan perhiasan, maka marilah supaya kuberikan kepadamu bekal, dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhahan) Allah dan Rasul-Nya dan (kesenangan) di negeri akherat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.“

QS al- Ahzab : 28-29

Kemudian Rasulullah saw membacakan kedua ayat ini kepada para istrinya dan memberikan pilihan kepada mereka: Hidup bersamanya dengan kondisi seadanya atau tetap menuntut perbaikan kehidupan dengan diceraikan secara baik. Tetapi mereka kembali memilih hidup bersama Rasulullah saw dengan kondisi seadanya.

Apakah setelah ini masih ada akal-akal siapa pun yang meragukan keikhlasan dakwah nabi saw? Masih adakah setelah penjelasanini orang yang mencoba menuduh Rasulullah saw berdakwah karena ambisi kekuasaan dan harta kekayaan ?

Kedua, penjelasan tentang makna hikmah (kebijaksanaan) yang menjadi prinsip dakwah Rasulullah saw .

Apakah hikmah berarti bahwa dalam berdakwah anda boleh berbuat kebijaksanaan sendiri sesuka hari anda, betapapun cara dan bentuk “kebijaksanaan“ tersebut ?“

Apakah sariat Islam memberikan kebebasan kepada anda untuk menempuh cara atau sarana apa saja selama tujuan anda benar ?

Kebijaksanaan Rasulullah

Anda tidak boleh mencapai tujuan yang disyariatkan Allah kecuali dengan jalan tertentu yang telah dijadikan Allah sebagai sarana untuk mencapainya. Semua kebijaksanaan dan policy dakwah Islam harus dirumuskan sesuai dengan batas-batas sarana yang telah disyariatkan.

Apa yang telah kami sebutkan di muka merupakan dalil bagi apa yang kami tegaskan ini. Tidakkah cukup kebijaksanaan seandainya Rasulullah saw menerima tawaran kaum Quraisy untuk menjadi penguasa atau raja, sehingga dengan kekuasaan itu beliau bisa memanfaatkan sebagai sarana dakwah Islam? Apalagi kekuasaan dan pemerintahan itu memiliki pengaruh besar di dalam jiwa manusia. Pperhatikanlah bagaimana para penganjur ideologi yang baru saja berhasil merebut kekuasaan, memanfaatkan kekuasaan itu untuk memaksakan pemikiran dan ideologi mereka kepada masyarakat.

Tetapi, Nabi saw tidak mau menggunakan cara-cara seperti ini di dalam dakwahnya, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dakwah Islam itu sendiri.

Jika cara-cara seperti ini dibenarkan dan dianggap sebgai “kebijaksanaan“ yang syar’i , niscaya tidak akan ada bedanya antara orang yang jujur dan orang yang berdusta, antara dakwah-dakwah Islam dan dakwah-dakwah kebatilan.

Kemuliaan dan kejujuran, baik menyangkut sarana ataupun tujuan, adlah landasan utama falsafah agma ini (Islam). Tujuan harus sepenuhnya di dasarkan pada kejujuran. Kemuliaan dan kebenaran. Demikian pula sarana, harus didasarkan kepada prinsip kejujuran, kebenaran, dan kemuliaan.

Risiko Dakwah

Mereka harus mengambil jalan dan sarana yang sudah disyari’atkan , betapapun resikonya yang harus dihadapi.

Adalah keliru jika anda beranggapan bahwa prinsip hikmah (kebijaksanaan) dalam dakwah Islam itu disyariatkan untuk mempermudah tugas seorang da’i atau utuk menghindari penderitaan dan kesulitan. Rahasisa disyariatkannya prinsip hikmah dlam dakwah ialah untuk mengambil jalan dan sarana yang paling efektif agar bisa diterima akal dan pikiran manusia, artinya apabila perjuangan dakwah menghadapi beranekaragam rintangan dan hambatan, maka langkah yang bijaksana bagi para da’i dalam hal ini adalah melakukan persiapan utuk berjihad dan berkorban dengan jiwa dan harta. Hikmah ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Di sinilah perbedaan antara hikmah dan tipu daya, antara hikmah dan menyerah.

Anda tentu ingat dan mengetahui, ketika Rasulullah saw, merasa optimis melihat tanda-tanda kesediaan para tokoh Quraisy untuk memahami Islam, maka dengan perasaan gembira dan perhatian sepenuhnya beliau menjelaskan hakekat Islam kepada mereka, sehingga ketika seorang sahabatnya yang buta Abdullah Ibnu Ummi Maktum lewat , kemudian duduk ikut mendengarkan di samping mereka dan bertanya kepadanya, Rasulullah saw membuang muka darinya, karena beliau tidak ingin kehilangan kesempatan baik tersebut, di samping bahwa Ibnu Ummi Maktum akan bisa dijawab pada lain kesempatan.

Karena cara tersebut mengandung sikap yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam , yaitu mengabaikan dan menyakiti hati Abdullah Ibnu Ummi Maktum karena ingin menarik hati kaum musyrik.

Tegasnya, tidak seorangpun yang dibenarkan untuk mengubah, melanggar atau meremehkan hukum-hukum dan prinsip-prinsip Islam, dengan dalih kebijaksanaan, dalam berdakwah. Sebab , suatu kebijaksanaan tidak bisa disebut bijaksana, jika tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan syariat dan prinsip-prinsipnya.

Sikap Rasulullah Mendapatkan Dukungan Allah SWT

Ketiga, sikap Rasulullah saw terhadap berbagai tawaran yang diajukan kaum Quraisy kepadanya tersebut mendapatkan dukungan dari Allah. Berkenaan dengan hal ini Allah telah menurunkan firman-Nya :

“Dan mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu, hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah-celah kebun yang deras airnya, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan, atau kamu datangkan Allah dan Malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah Kitab yang kami baca.”Katakanlah; “Maha Suci Rabb-ku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul.“

QS al-Isra’ : 90-93

Allah mengetahui bahwa mereka tidak menuntut hal itu melainkan karena kekafiran, keangkuhan dan penghinaan kepada Rasulullah saw. Ini dapat kita perhatikan melalui cara-cara dan bentuk- bentuk tuntutan yang mereka ajukan. Seandainya mereka jujur dan serius ingin meyakini kebenaran nabi saw, niscaya Allah akan mengabulkan permintaan mereka. Tetapi sikap kaum Quraisy ini sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :

“Dan jika seandaiyna Kami mebukakan kepada mereka slah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, “Sesungguhnya pandangan amilah yang dikaburkan, bahwa kami adalah orang-orang yang kena sihir.“ QS al-Hijr :14-15

Dengan demikian, tahulah anda bahwa hal ini tidak bertntangan dengan pemuliaan Allah kepada Nabi-Nya melalui beraneka macam mu’jizat.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: