Pendekatan Ilmu Sosial dalam Kesehatan Masyarakat

Ilmu sosial dan kesehatan masyarakat
Ilustrasi foto: niningmasitoh.blogspot.com
Bagikan

Pendekatan Ilmu Sosial dalam Kesehatan Masyarakat

Oleh: Muhyidin, SKM

Determinan Kesehatan Menurut WHO

Determinan kesehatan adalah kumpulan faktor perilaku, biologis, sosio ekonomi, dan lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan individu atau populasi (WHO, 2008). Untuk determinan sosial kesehatan, terdapat lima determinan sosial yang dapat memperngaruhi kesehatan berdasarkan (CSDH, 2010) yaitu :

  1. Governance : mencakup kebijakan pemerintah, partisipasi masyarakat sipil, akuntabilistas/ transparansi pada administrasi publik.
  2. Macroeconomic Policies : mencakup kebijakan ekonomi yang berpihak ke kesehatan.
  3. Social Policies : mencakup faktor tenaga kerja, kesejahteraaan sosial, tanah dan perumahan.
  4. Public Policies : mencakup hal edukasi, perawatan medis, serta akses air dan sanitasi.
  5. Culture and Societal Values : mencakup kondisi budaya lokal dan nilai nilai yang dianut masyarakat setempat.

            Sehat adalah hal yang kompleks. World Health Organization (WHO) membentuk The Commision on Social Determinants of Health (CSDH) untuk mencapai inti dari kompleksitas kesehatan. CDSH bertugas untuk mengumpulkan bukti mengenai bagaimana struktur masyarakat di dalam suatu interaksi sosial – norma – institusi dapat mempengaruhi kesehatan penduduk dan apa yang dapat dilakukan pemerintah dan kesehatan masyarakat. Kerangka konsep CSDH adalah sebagai berikut:

Kerangka konsep CSDH

                                                                           Kerangka konsep CSDH

Kerangka konsep ini menunjukkan bagaimana mekanisme sosial, ekonomi dan politik memunculkan serangkaian posisi sosial ekonomi, dimana populasi dikelompokkan berdasarkan pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, ras/ etnis dan faktor lainnya; posisi sosial ekonomi kemudian membentuk determinan khusus dari status kesehatan (determinan perantara) yang mencerminkan posisi seseorang dalam hierarki sosial berdasarkan status sosial mereka masing-masing, sehingga orang-orang mengalami perbedaan kerentanan terhadap kondisi kesehatan yang dapat diterima. Bagian ini mengumpulkan eleman kunci dari kerangka konsep CSDH dan mulai mengeksplorasi implikasi kebijakan.

Penyakit dapat mempengaruhi posisi sosial individu seperti menghilangkan peluang kerja dan mengurangi pendapatan. Penyakit epidemi tertentu dapat secara bersamaan mempengaruhi fungsi lembaga sosial, ekonomi dan politik. Menyatukan determinan sosial kesehatan dan proses sosial yang membuat distribusi determinan tidak merata dapat secara serius mengelirukan kebijakan. Tujuan kebijakan akan ditentukan secara berbeda, tergantung pada tujuannya apakah untuk mengatasi faktor determinan kesehatan atau faktor ketidaksetaraan determinan kesehatan.

Beberapa penjelasan mengenai konsep determinan kesehatan baik menurut WHO dan Permenkes Indonesia menunjukkan bahwa Governance, Social Protection dan Health System Strengthening merupakan pilar-pilar determinan kesehatan yang memiliki peran penting dalam proses tercapainya masyarakat sehat dan sejahtera. Adapun beberapa penjelasan mengenai mengapa ketiga determinan diatas penting untuk dituangkan dalam kebijakan kesehatan Indonesia adalah:

  1. Governance (Pemerintah): Merupakan pilar pertama dalam penentu kebijakan kesehatan, pendanaan kesehatan, dan program prioritas yang akan mendapatkan dukungan untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu masalah kesehatan tidak hanya terkait determinan kesehatan itu sendiri namun juga kesetaraan dari determinan kesehatan itu sendiri. Peran pemerintah disini diharapkan dapat menganalisa kebutuhan sesuai dengan masalah kesehatan yang ada di masing-masing wilayah.
  2. Social Protection (Perlindungan Masyarakat): Merupakan bentuk perlindungan dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, diantaranya seperti Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam pelaksanaannya diharapkan bentuk upaya perlindungan masyarakat seperti ini dapat tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia.
  3. Health system strengthening (Penguatan Sistem Kesehatan): Kebijakan – Program perlindungan kesehatan masyarakat, akan berjalan tidak efektif dan efisien jika tidak didukung oleh sistem kesehatan yang baik. Baik dari pendataan masalah kesehatan hingga upaya pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan itu sendiri membutuhkan sebuah sistem yang sudah terintegrasi dan terstandarisasi. Hal ini dibutuhkan agar dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, baik dana, alat, SDM maupun waktu dapat dimanfaatkan secara maksimal dan tepat sasaran. Oleh karena itu determinan ini akan menjadi struktur kerja untuk mencapai sasaran kesehatan Indonesia.

Cara Mengembangkan Kebijakan dan Strategi Sesuai Konsep WHO

Kebijakan adalah sustu cara atau tindakan yang berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan dan pengaturan keuangan dari suatu system. Proses kebijakan itu sendiri adalah cara dari kebijakan di insisasi, dikembangkan atau difrmulasikan, dinegosiasikan, dikomunikasikan, diimplementasi dan dievaluasi. Ada dua langkah dalam memformulasikan proses kebijakan yaitu tentukan pilihan dari kebijakan dan pilihlah yang diutamakan. (Massie, 2009)

Menurut SDH WHO 2010 dalam Pengembangan kebijakan kesehatan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satunya adalah maping typology. Ada 5 entry point dalam pengembangan kebijakan yaitu:

  1. Stratifikasi sosial

Stratifikasi sosial dengan mengurangi ketidakmerataan pada power, prestise, pendapatan dan kemakmuran yang berkaitan dengan sosial ekonomi. Sebagai contoh kebijakan bertujuan mengurangi perbedaan gender. (line A)

  1. Mengurangi Pajanan spesifik (reduce specific exposure)

Mengurangi pajanan spesifik (rumah tidak sehat, kondisi pekerjaan yang berbahaya dan defisiensi gizi). Anak-anak yang hidup di garis kemiskinan ekstrim memiliki tingkat mortalitas yang cukup tingggi. (line B)

  1. Vulnerability

Mengurangi kerentanan orang-orang yang kurang beruntung terhadap kondisi yang merusak kesehatan yang mereka hadapi. Cara berpikir alternatif tentang memodifikasi efek eksposur adalah melalui konsep kerentanan diferensial. Intervensi dalam satu paparan mungkin tidak berpengaruh pada kerentanan yang mendasari populasi yang kurang beruntung. Kerentanan yang berkurang hanya dapat dicapai ketika eksposur yang berinteraksi berkurang atau kondisi sosial relatif meningkat secara signifikan. (line C)

  1. Enequal consequences

Intervensi melalui system kesehatan untuk mengurangi konsekuensi sakit dari ketidakmerataan ekonomi dan mencegah degradasi sosial ekonomi lainnya pada masayarakat miskin yang sakit. Contoh tambahan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin, penambahan sumber daya untuk program rehabilitasi untuk mengurangi efek kesakitan dan kesetaraan financial pelayan kesehatan. (Line D)

  1. Kebijakan sosial ekonomi

Kebijakan sosial ekonomi dapat mempengaruhi keterpaduan sosial, integrasi dan modal sosia pada komunitas. (Line E). jadi dengan peningkatan lapangan kerja, maka pendapatan masyarakat pun meningkat. Menurut idrus 2013 keluarag dengan pendapat perkapita tinggi memiliki status kesehatan yang baik Berikut adalah maping typology entry point dalam pengembangan kebjakan.

Typologi entry point dalam pengembangan kebijakan Sumber : WHO. 2010. A conceptual framework for action on the social determinants of health. Social Determinants of Health Discussion Paper 2. Debates, Policy & Practice, Case Studies.

Typologi entry point dalam pengembangan kebijakan
Sumber : WHO. 2010. A conceptual framework for action on the social determinants of health.
Social Determinants of Health Discussion Paper 2. Debates, Policy & Practice, Case Studies.

Namun faktor-faktor seperti perumahan, pendapatan dan penganguran dan isu lainnya banyak di dominasi oleh masalah politik yang menjadi determinan kesehatan dan kesejahteraan. Demikian pula banyak determinan kesehatan dan ketiaksetaraan kesehatan bergantung dan berada di luar dari sector kesehatan maka membutuhan kebjakan non sector kesehatan untuk mendukung dan menanggulangu masalah tersebut (Sukri, 2013).

Maka ada 3 kunci dalam melihat arah kebijakan kesehatan, yaitu:

  1. Kontekstual sosial ekonomi

Baik aitu di level mikro (individual interaksi), level meso (komunitas), level makro (public policies) maupun globalization (lingkungan)

  1. Intersektoral

Semua sektor berupaya membangun sosial ekonomi seperti peningkatan lapangan pekerjaan, kestabilan politik dll.

  1. Partisipasi sosial dan empowerment

Berikut adalah kerangka kerja dalam mengurangi ketidaksetaraan SDH:

Kerangka kerja dalam mengurangi ketidaksetaraan SDH

Kerangka kerja dalam mengurangi ketidaksetaraan SDH

Cara Pengembangan Program Kesehatan Masyarakat

Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan penduduk, serta proses membantu penduduk, agar penduduk tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan. Berdasarkan dari sasarannya penduduknya dapat dibedakan adanya (a). pemberdayaan individu, (b). pemberdayaan keluarga dan (c). pemberdayaan kelompok/masyarakat (Kemenkes, 2011).

Dalam mengupayakan agar penduduk tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan membuat penduduk tersebut memahami sesuatu (misalnya diare) adalah masalah baginya dan masyarakatnya. Jika penduduk tersebut belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu tersebut merupakan masalah, maka penduduk tersebut tidak akan mau untuk menerima informasi apapun lebih lanjut. Jika hal tersebut terjadi maka penduduk kharus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah eksehatan yang bersangkutan (Kemenkes, 2011). Perubahan perilaku dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta yang mendramatisir masalah kesehatan tersebut. Selain itu juga disampaikan harapan bahwa masalah tersebut dapat dicegah atau diatasi. Dapat juga disampaikan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebgaiai panutan (misalnya tentang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah terserang diare karena perilaku yang dipraktikannya) (Kemenkes, 2011).

Jika seseorang individu atau sebuah keluarga sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, mungkin kita akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung. Tetapi di masyarakat yang sering dipraktikkan adalah dengan mengajak penduduk ke dalam proses pemberdayaan penduduk melalui pengorganisasian masyarakat, atau pembangunan masyarakat. Untuk itu, sejumlah individu dan keluarga yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Pada fase ini penduduk juga memerlukan bantuan dari pihak luar misalnya pemerintah. Pada fase ini letka pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dengan program kesehatan, dan program lain sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya, Bantuan tersebut juga handaknya sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (Kemenkes, 2011).

Kondisi Pendanaan dan Pelaksanaan Program Kesehatan Masyarakat

Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional ataupun pembangunan daerah. Kesehatan merupakan hak asasi dan investasi serta tanggung jawab bersama, oleh karena itu perlu perhatian khusus dan kerjasama semua pihak atau lintas sektor guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dari masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan suatu masyarakat menurut World Health Organization (WHO) diperlukan anggaran minimal 5% – 6% dari total APBN suatu negara, sedangkan untuk mencapai derajat kesehatan yang ideal diperlukan anggaran 15% – 20% dari APBN. Anggaran yang cukup besar tersebut memang diperlukan karena biaya kesehatan yang cukup tinggi sedangkan kesehatan tetap harus menjadi prioritas karena merupakan investasi guna meningkatkan derat kesehatan dan produktivitas warganya.

Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pada Tahun 2000 telah disepakati antara Menteri Kesehatan dengan para bupati/walikota se-Indonesia agar mengalokasikan sedikitnya 15 persen dari APBD untuk biaya kesehatan, sedangkan berdasarkan analisis yang dilakukan pada tahun 2001 menunjukkan bahwa sektor kesehatan masih belum menjadi prioritas di daerah yaitu dengan terlihatnya belanja kesehatan di 22 kabupaten/kota baru mencapai 5,3 persen masih jauh dari angka 15 persen seperti yang sudah disepakati oleh para bupati/ walikota (Lestari, 2003).

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), pembiayaan kesehatan merupakan salah satu sub sistem dalam SKN, sehingga dapat menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. Pembiayaan kesehatan di era desentralisasi ini sangat tergantung pada komitmen daerah, khususnya pada pembiayaan yang bersumber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah yaitu mobilisasi, alokasi, dan efisiensi pembiayaan dapat terlaksana dengan baik, sehingga menjamin pemerataan, mutu dan keseimbangan pembangunan kesehatan daerah.

Guna meningkatkan efektifitas pendanaan pembangunan kesehatan maka perlu mengefektifkan peran dan kewenangan Pusat-Daerah, sinergitas pelaksanaan pembangunan kesehatan Pusat-Daerah dan pengelolaan DAK yang lebih tepat sasaran. Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan maka pendanaan kesehatan diutamakan untuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui program Jaminan Kesehatan Nasional, penguatan kesehatan pada masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan, penguatan sub-sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional untuk mendukung upaya penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi, Balita, peningkatan gizi masyarakat dan pengendalian penyakit dan serta penyehatan lingkungan. Untuk mendukung upaya kesehatan di daerah, Kementerian Kesehatan memberikan porsi anggaran lebih besar bagi daerah melalui DAK, TP, Dekonsentrasi, Bansos dan kegiatan lain yang diperuntukkan bagi daerah (Renstra Kemenkes, 2015 – 2019).

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: