Makin Tua Makin Cinta
Makin Tua Makin Cinta
Oleh: Ust.Abdullah Haidir, Lc
Keluarga merupakan basis masyarakat beradab. Tapi bukan sembarang keluarga, melainkan keluarga yang sah. Yaitu keluarga yang dibangun di atas pernikahan.
Sebagai pondasi masyarakat, keluarga harus kokoh. Untuk itu, cinta dan kasih sayang tidak boleh dibiarkan pudar dan layu. Kita harus selalu merawat dan menyiraminya. Agar ia selalu segar dan bersemi, dan kita bisa menikmati indahnya bunga cinta yang merekah setiap hari.
Berikut ini kami hadiahkan air dan pupuk penyubur cinta pasutri, pasangan suami istri. Untuk siapa? Untuk setiap keluarga yang ingin tetap mampu menyatakan “Sayang….” walau sudah menjadi “Eyang”.
Subhanallah… Ini tidak mengada-ada. Karena, walaupun Siti Khadijah ra telah lama wafat, Nabi Muhammad saw masih nyaring menyatakan “Inni ruziqtu hubbaha” (Sungguh aku mendapat anugerah cinta kepadanya). Kami menirumu, ya rasulallah….!
1. Biasakan Panggilan yang Indah
Menyebut nama seseorang dengan benar sesuai ejaannya, itu satu penghormatan kepadanya. Lebih lagi menyebutnya dengan panggilan yang paling ia sukai, tentu lebih mengesankan dan mendekatkan hati. Maka tidaklah mengherankan kalau nabi saw memanggil Aisyah dengan sebutan “Humaira” yang berarti “Si cantik berpipi kemerah-merahan”.
Mari kita simak fragmen berikut. Waktu itu sedang ada atraksi perang-perangan yang dimainkan oleh kaum muslimin dari Habasyah, bertempat di masjid nabawi. Rasulullah saw menawarkan kepada Aisayah:
يَا حُمَيْرَاءُ أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِيْ إلَيْهِمْ ؟
“Wahai Humaira’, Kau suka menonton mereka?”
Aisyah menjawab: “Ya”. Lalu? Nabi berdiri di pintu. Aisyah menghampirinya dan meletakkan janggutnya di pundak nabi, serta menyandarkan wajahnya di pipi nabi” (Hr. Tirmidzi; Shahih).
Nabi saw memanggilnya dengan panggilan indah, penuh perhatian, akrab, dan menyambut baik kemanjaan istrinya. Kita juga? Ya.
2. Nyatakan Pujian & Terimakasih
“Terimakasih.” Itu kata ajaib. Memikat laksana sihir dan melegakan dada. Orang yang berjiwa besar suka mengucapkan terimakasih. Bahkan, satu penelitian menyimpulkan bahwa “Pandai Berterimakasih” merupakan ciri utama orang bahagia. Mari kita bertanya, berapa kali pada hari ini kita ucapkan terimakasih kepada orang yang kita cintai? Ketahuilah bahwa orang yang tidak tahu terimakasih kepada sesama, ia bukanlah tipe orang yang bersyukur kepada Allah.
Sejenak, mari kita melongok rumah nabi saw. Aisyah ra menceritakan, “Aku duduk menenun kain, sedangkan nabi saw mengesol sandalnya. Kening beliau berkeringat memantulkan kemilau cahaya. Akupun tersentak terkesima. Rasulullah saw menatapku dan bertanya: “Mengapa engkau terkesima?”
Kujawab: “Keningmu berkeringat dan mengkilaukan cahaya. Kalau Abu Kabir Al-hudzali – sang penyair itu – melihatmu, pasti ia akan tahu bahwa engkaulah yang lebih berhak menerima pujian syairnya”….
Nabi saw lalu bangkit dan mengecup kening di antara kedua mataku, dan berkata:
جَزَاكِ اللَّهُ يَا عَائِشَةُ عَنِّىْ خَيْرًا, مَا سُرِرْتِ مِنِّىْ كَسُرُورِىْ مِنْكِ
“Semoga Allah memberikan balasan padamu wahai Aisyah atas kebaikanmu kepadaku. Kegembiraanku padamu melebihi kegembiraanmu padaku” (Hr. Baihaqi dlm As-sunan Alkubra).
3. Pupuklah Kesetiaan
Akumulasi terimakasih akan mengkristal menjadi kesetiaan. Kebaikan yang telah banyak diberikan oleh suami atau istri kita, sudah selayaknya kita apresiasi dengan terimakasih dan kesetiaan. Kita setia, karena kita tahu budi. Ya, kesetiaan hanya dimiliki oleh orang-orang berbudi.
Lihatlah, bagaimana nabi saw tetap memproklamirkan kesetiaannya kepada Khadijah, walau ia sudah wafat. Semasa hidupnya, Khadijah sering berbagi hadiah kepada kawan-kawan dekatnya. Maka sepeninggalnya, ketika nabi saw memotong kambing, beliau-pun berbagi kepada mereka. Beliau perintahkan:
أَرْسِلُوْا بِهَا إِلَى أَصْدِقَاءِ خَدِيْجَةَ
“Kirimkanlah kepada kawan-kawan dekat Khadijah” (Hr. Bukhari dan Muslim).
Sungguh…! Tidak akan pupus cinta suami istri yang saling memupuk kesetiaan.
4. Berikan Sentuhan Romantis
Seorang imam di pesantren Nurul Ihsan Cilacap hendak menunaikan shalat zhuhur. Adzan sudah dikumandangkan. Ia pun masuk masjid dan menunaikan shalat sunnah qabliah. Ketika menoleh ke kiri untuk salam kedua, ia melihat istrinya melintas di halaman masjid. “Sebentar”, pintanya kepada muadzin yang bangkit hendak mengumandangkan iqomat. Ia bergegas keluar sebentar seperti ada sesuatu yang begitu rupa pentingnya. Ia jumpai istrinya, dan mengucapkan “Assalamu’alaikum” sambil tersenyum menggoda. Itu saja. Lalu kembali masuk masjid dan mengimami shalat.
Para jama’ah heran menyaksikan adegan tersebut. Tapi keheranan mereka hilang ketika tahu, ternyata ada contohnya dari rasulullah saw. Tanpa angin, tak ada ombak berdebur di pantai. Dan tanpa romantisme, cinta kasih tak kan bergelora.
Urwah – sang keponakan – menuturkan cerita Aisyah, bibinya. “Bahwa sesungguhnya nabi saw mencium seorang istrinya, kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudhu lagi”. Urwah berkata kepadanya “Siapa dia yang dicium kalau bukan Anda? ”. Aisyah pun tertawa. (HR. Abu Dawud; Shahih).
Walau injury time menjelang shalat, beliau tidak kehabisan sentuhan romantis.
5. Nikmati Kebersamaan
Aisyah menenun kain, Nabi saw mengesol sandal. Apa artinya? Kebersamaan. Tidak semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawab istri.
Suami bisa melihat mana-mana pekerjaan rumah yang bisa ia handel. Walau ada pembantu, ikut meringankan pekerjaan itu sikap terpuji. Kalau kita ingin perintah kita ditaati, maka berikan perintah yang mampu dikerjakan. Dan jika dikerjakan, bantulah…!
Yang tidak kalah pentingnya, adalah kebersamaan berjalan menuju masjid, kebersamaan menuju pengajian, dan kebersamaan ibadah sunnah di rumah. Rasulullah saw.
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى وَأيْقَظَ امْرَأَتَهُ ، فَإنْ أبَتْ نَضَحَ في وَجْهِهَا الْمَاءَ ، رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّتْ وَأيْقَظَتْ زَوْجَهَا ، فَإن أبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Allah merahmati suami yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan istrinya. Kalau enggan bangun, maka ia percikkan air di wajahnya. Allah juga merahmati seorang istri yang bangun malam lalu shalat dan membangunkan suaminya. Kalau enggan bangun, maka ia percikkan air di wajahnya” (HR. Abu Dawud).
Percikan air. Itu yang tampak di permukaan. Tapi sejatinya, itu adalah percikan cinta. Sedangkan yang terbenam dalam hati adalah gumpalan gunung es kasih sayang dan kesetiaan. Nikmatilah kebersamaan dari waktu ke waktu. Dan pastikan, kabahagiaan bersama semakin mengharu biru.
6. Maafkan Kesalahan
Pepatah mengatakan, tiada gading yang tak retak. Artinya, siapapun diantara kita pasti memiliki kesalahan, baik disengaja atau tidak. Dengan begitu, kita butuh memafkan dan dimaafkan. Dengan memaafkan, kita bersihkan hati dari kedengkian. Dengan mamaafkan, kita satukan kembali keretakan. Dan dengan memaafkan, kita bangun kemuliaan keluarga. Rasulullah saw bersabda:
وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًا
“Allah tidaklah menambahkan kepada seseorang, disebabkan ia mau memaafkan, melainkan kemuliaan”. (HR. Muslim).
Sebaliknya, tanpa permaafan, tidak akan ada jalinan, karena semua ikatan akan terputus.
Gunakan formula ini dengan baik. Semakin lama usia kita berkeluarga, akan semakin sayang. Makin tua, makin cinta.
(Dari buku Cahaya Kebajikan, Arwani Amin)
Recent Comments