Faktor Risiko Ergonomi dan Solusinya Pada Penjahit di Industri Garmen

Faktor risiko ergonomi pada penjahit
Ilustrasi foto: jobstreet.co.id
Bagikan

Faktor Risiko Ergonomi dan Solusinya Pada Penjahit di Industri Garmen

Oleh: Muhyidin, SKM

Industri garmen merupakan salah satu industri yang memiliki banyak risiko ergonomi. Pekerjaan yang berulang dan dilakukan dalam kondisi duduk yang lama dan tidak dalam posisi netral (tidak ergonomis) merupakan salah satu faktor risiko yang perlu diperhatikan agar tidak menjadi penyakit maupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya di kemudian hari. Umumnya pekerja di industri garmen mayoritas adalah perempuan, baik untuk yang bagian desain, pembuatan pola, penjahitan, sablon dan lain sebagainya.Untuk industri kecil apalagi industri rumahan biasanya dilakukan oleh satu orang untuk semua pekerjaan tersebut. Untuk tulisan ini saya fokus membahas ke bagian penjahitannya.

Faktor risiko ergonomi saat menjahit

Secara garis besar ada 3 faktor risiko ergonomi pada pekerjaan seorang penjahit, yaitu:

  1. Faktor fisik: postur janggal, pekerjaan statis dengan posisi duduk terlalu lama, dan repetitive motion (gerakan berulang)
  2. Faktor psikososial: waktu kerja yang lama (misalnya 6 hari kerja per minggu dengan 3 shift atau bahkan setiap hari harus menjahit untuk penjahit rumahan), waktu istirahat yang kurang, dan kurangnya kontrol pada pekerjaan.
  3. Faktor individu: usia, masa kerja, jenis kelamin, antropometri, kapasitas fisik
Persyaratan Tugas Penjahit mengharuskan pergantian posisi A dan B

Persyaratan Tugas Penjahit mengharuskan pergantian posisi A
dan B

Dampak ergonomi yang mungkin terjadi pada penjahit

  1. Dampak terhadap kesehatan: gangguan musculoskeletal disorder (MSD) terutama sakit/nyeri pada leher, bahu, lengan atas, area siku dan lengan bawah, dada, dan jari (Akanbi and Ikemefuna, 2010). Potensi gangguan MSD lainnya yaitu Karyawan harus duduk atau berdiri dalam waktu yang lama dengan posisi yang sama, mengakibatkan nyeri pada punggung dan leher, dan / atau bokong, dan berkurangnya sirkulasi ke kaki. Schibye et al. (1995), dalam studi longitudinal mereka terhadap 327 operator mesin jahit, menemukan prevalensi gejala muskuloskeletal leher dan bahu yang tinggi dengan beberapa hubungan dengan variabel eksposur seperti jenis mesin, organisasi kerja, desain tempat kerja, unit yang diproduksi per hari dan sistem pembayaran. Gejala-gejala ini telah dikaitkan dengan postur tubuh yang diadopsi di tempat kerja.
  2. Dampak terhadap kenyamanan: gejala MSD seperti nyeri leher, bahu, lengan atas, area siku dan lengan bawah, dada, dan jari akan menimbulkan ketidaknyamanan saat bekerja. Saat duduk, fleksi punggung adalah yang paling tidak nyaman dari postur janggal. Ketidaknyamanan berasal dari postur kerja yang janggal di leher, dan bahu yang mungkin disebabkan oleh tata letak stasiun kerja, tuntutan pekerjaan yang biasa dilakukan, desain peralatan dan perkakas, dan metode kerja.
  3. Dampak terhadap performa: gejala MSD dapat memperparah hemoroid, nyeri dan perdarahan yang dialami karyawan. Jika kondisi ini berlanjut maka performa kerjanya akan menurun. Selain itu bisa berdampak pada tingkat ketidakhadiran (absenteeism) karena nyeri yang diderita. Performa yang menurun juga dapat menyebabkan kecelakaan saat bekerja karena nyeri yang dideritanya (tidak fokus saat menjahit sehingga berpotensi kecelakaan seperti terkena jarum mesin jahit, dsb)

Solusi dan rekomendasi dengan pendekatan ergonomi pada penjahit

  1. Engineering control (rekayasa teknik): mendesain area kerja karyawan sesuai dengan antropometrinya terutama dalam desain kursi dan meja mesin jahit sehingga nyaman dan ergonomis (posis netral) ketika bekerja. Kursi harus memiliki bantalan busa yang lembut serta sandaran/back support dan memiliki arm rest serta adjustable (bisa diatur naik turun, putar, maju mundur). Meja kerja tempat menjahit juga sebaiknya adjustable (bisa diatur naik turun sesuai tinggi pekerja). Berikut ini contoh desain area kerja untuk aktifitas menjahit.

    Contoh disain area kerja menjahit yang ergonomis

    Contoh disain area kerja menjahit yang ergonomis (sumber: https://www.osha.gov/SLTC/etools/sewing/sewingstationdesign.html)

Meja mesin jahit yang bisa diatur ketinggiannya dengan beragam tipe seperti gambar (a) dan (b)

Meja mesin jahit yang bisa diatur ketinggiannya dengan beragam tipe seperti gambar (a) dan (b)

2. Administrative control (pengendalian administratif): memberikan pelatihan & awareness kepada pekerja/penjahit terkait bahaya ergonomi yang mereka hadapi dan solusinya; membuat SOP menjahit yang aman dan ergonomis, mengurangi durasi kerja, pengaturan jam kerja dan waktu istirahat; pemasangan poster/spanduk cara menjahit dengan postur normal/ergonomis serta melakukan peregangan di sela-sela bekerja.

3. Alat pelindung diri (APD): penggunaan sarung tangan untuk mencegah cidera saat menjahit dan mencegah dari bahaya benda tajam serta penggunaan masker untuk mencegah debu/kapas/partikel dari tekstil terhirup oleh pekerja.

 

Referensi:

  • Akanbi OG, Ikemefuna A N. Tailor’s chair and musculoskeletal disorders in Nigeria. Ergonomics SA, 2010, 22 (2). ISSN Number: 10-10-2728
  • Schibye, B., Skov, T., Ekner, D., Christiansen, J.U. and Sjegaard, G. Musculoskeletal Symptoms among Sewing Machine Operators. 19955. Scandinavian Journal of Work, Environment and Health, 21(6), 427 – 34.
  • https://www.osha.gov/SLTC/etools/sewing/sewingstationdesign.html)

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: