Bahaya Zina

Bahaya-Zina
Ilustrasi foto: ruangmuslimah.co
Bagikan

Bahaya Zina

Oleh: Ibnu Qayyim Al Jauziyah (Penerjemah: Tim Daarul Haq – Jakarta)

Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh zina merupakan bahaya yang tergolong besar, disamping juga bertentangan dengan aturan universal yang diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab (keturunan), menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal hal yang menimbulkan permusuhan serta perasaan benci diantara manusia, disebabkan pengrusakan terhadap kesucian istri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka, yang ini semua jelas akan merusak tatanan kehidupan.

Oleh karena itu, Allah SWT menggandeng keduanya di dalam Al-Qur’an, juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.

Al Imam Ahmad berkata, “Aku tidak mengetahui sebuah dosa – setelah dosa membunuh jiwa – yang lebih besar dari dosa zina.”

Dan Allah menegaskan pengharaman zina dalam firman-Nya:

“Dan orang orang yang tidak menyembah Tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam  keadaan  terhina  kecuali orang orang yang bertaubat ” (QS. Al Furqan, 68 –69 ).

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan hukumannya kekal dalam azab yang berat dan dilipat gandakan, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shalih.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32).

Dan karena menikahi bekas istri-istri ayah termasuk perbuatan yang sangat jelek sekali, sehingga Allah SWT secara khusus memberikan “cela” tambahan bagi orang yang melakukannya.

Allah SWT berfirman (setelah secara tegas melarang kaum muslimin untuk menikahi bekas istri-istri ayah mereka, pent.):

“Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk buruk jalan (yang ditempuh).” (QS. An Nisa’: 22).

Allah SWT juga mensyaratkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga kesuciannya, tidak ada jalan menuju keberuntungan kecuali dengan menjaga kesucian.

Firman Allah SWT dalam Surat Al Al Mu’minun: 1 – 7.

Dalam ayat-ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan:

Pertama: bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak termasuk orang yang beruntung.

Kedua: dia termasuk orang yang tercela.

Ketiga: dia termasuk orang yang melampaui batas.

Padahal beratnya beban dalam menahan syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi.

Selain itu pula, Allah SWT telah menyindir manusia yang selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu mengendalikan diri saat mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh. Begitulah tabiat manusia, kecuali orang-orang yang memang dikecualikan dari hamba-hamba-Nya yang sukses, diantaranya adalah mereka yang disebut di dalam firman-Nya dalam Surat Al Ma’arij: 29 – 31.

Oleh karenanya, Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya SAW untuk memerintahkan orang-orang mu’min agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah SWT selalu menyaksikan dan memperhatikan amal perbuatan mereka.

Dan karena ujung pangkal perbuatan zina yang keji ini tumbuh dari pandangan mata, maka Allah SWT lebih mendahulukan perintah memalingkan pandangan mata sebelum perintah menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang berasal dari pandangan; seperti kobaran api yang besar berasal dari bunga api.

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang bisa menjaga empat hal, maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya yaitu pandangan mata, lintasan pikiran, ucapan dan sebuah perbuatan.

Dan seyogyanya, seorang hamba Allah menjadi penjaga empat pintu di atas dengan penuh siap siaga agar tidak kecolongan, sebab dari sana musuh menyusup, menyerang dan merasuk kedalam dirinya dan merusak segalanya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: